Bab 34 Sesuatu yang tidak Ingin diingat dan disebut

150 14 0
                                    

Saat istirahat tiba, Aika langsung menemui  Arul dan Flora. 

"Bad day?" singgung Flora saat melihat Aika.

"Yang jelas, aku lagi puyeng. Edi tak ikut berpikir sama sekali! Tapi untung ia mau membantu mencatat. Tulisannya cukup bagus untuk ukuran anak laki-laki."

"Edi sangat beruntung," ucap Arul tergelak.

Aika mengangkat bahunya, "Apa boleh buat?" sambil menunjukkan muka bete.

Arul berdehem, mengganti topik pembicaraan. 

"Aku  membawa kliping  dari beberapa koran lokal yang menampilkan tragedi di kebun binatang minggu lalu."

Flora dan Aika langsung membacanya bergantian.

"Syawal  sudah diasuh sejak kecil di kebun binatang oleh Kirai. Kenapa Syawal bertindak agresif seperti kemarin masih tanda tanya," ungkap Arul.

"Bagaimana dengan Kirai?" tanya Flora, "tidak ada berita mengenai keadaannya?"

"Kirai pasti terluka parah, terlebih lagi hatinya pasti lebih terluka," tanggap Arul.

Tak lama berselang, jam sekolah berdering dengan nyaring mengisyaratkan mereka  untuk menyudahi  perbincangan.

Guru Matematika sudah berdiri di ambang pintu kelas. Suara berisik mulai berangsur reda, karena dua hari lagi ada ujian akhir. 

"Kalian mau ikut menjenguk Kirai di rumah sakit?" ajak Arul sebelum  menuju kursinya.

"Ya, aku mau," balas Aika pelan. Flora pun mengangguk setuju. Suasana serius langsung terseting di dalam kelas  karena dua hari lagi ada ujian akhir. 

*********

Di rumah sakit Kirai terlihat terbaring lemas. Tangan kanan dan kepalanya dibalut perban. Kalif  tengah bersama Kirai dan duduk disampingnya.  Mereka berdua telah saling kenal sejak kecil, umur mereka sepantaran.

"Aku ingat sekali seseorang telah berteriak dengan sangat kencang . Sayangnya aku tidak sempat melihat yang berteriak, namun jelas itu suara seorang perempuan. "

"Menurutmu suara itu telah membantumu melepaskan diri dari cengkraman Syawal?"

"Ya, aku yakin itu. Syawal langsung melepaskan taringnya yang sudah menancap di tanganku."

"Bagaimana kamu bisa mendengar suara itu  di tengah jeritan suara penonton yang panik?"

"Entahlah suara itu seperti terdengar jelas dan seperti menggema..." jawab Kirai lirih.

"Dan apa kamu benar-benar yakin pemilik suara itu adalah seorang perempuan?"

"Ya. Aku yakin."

"Ada lainnya lagi yang kamu ketahui?" tanya Kalif.

Kirai berpikir sesaat. Ia mengingat-ingat.

"Ya, terdengar bunyi seruling sebelum Syawal menyerang," tambah Kirai.

Kalif terdiam.

"Coba pikirkan. Seseorang telah mencegah seekor harimau, dan ada suara suling. Kamu tahu apa artinya itu semua?" tanya Kalif.

Kirai menggeleng.

"Seorang pelidung telah datang,"   ungkap Kalif.

Kirai langsung pucat dan menunjukkan ekspresi khawatir.

"Jika pelindung muncul berarti...." Kirai tak sanggup meneruskan kata-katanya.

Kalif menunduk dan mengangguk pelan.

"Ya ... cin-da-ku telah bangkit."

Kirai menelan ludah. Tenggorokannya tiba-tiba menjadi kering.

"Aku yakin  suara suling itu adalah perbuatan cindaku. Hanya cindaku yang dapat memainkan seruling semacam itu."

Kirai mengerutkan keningnya.

"Kamu melontarkan tuduhan yang serius. Apa kamu benar-benar yakin cindaku mulai berani menunjukkan keberadaannya?"

"Mereka sudah melakukan pembunuhan  sebelumnya."

" Benarkah?"

"Mereka sebenarnya diam-diam sedang melakukan  pergerakan untuk bangkit."

Kirai menundukkan kepalanya, "Jika memang benar, apa yang harus kita lakukan? Mereka ingin menguasai kita dan akan memusnahkan setiap harimau yang ada."

"Tapi seorang pelindung juga telah datang. Dia akan membantu kita mengatasi cindaku," jawab Kalif berusaha optimis dan menyemangati temannya.

Kirai menarik napas kekhawatiran, "Pelindung dan cindaku selalu datang  di saat yang bersamaan. Apakah yang akan terjadi kelak? Aku harap Tuhan akan membantu kita juga kali ini."

Kalif mengangguk, "Tuhan akan menolong kita, jika kita juga berusaha."

THE KING'S CALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang