Bab 22 SOS Panthera Tigris Sumatrae

181 15 0
                                    

Keesokan harinya setelah jam sekolah berlalu, Aika pulang bersama Flora dan Arul untuk mengerjakan tugas makalah Biologi di rumah Arul. Mereka masih belum memutuskan topik makalah, mengenai bunga Raflesia Arnoldi atau Harimau Sumatra.
"Sayang sekali bunga Rafflesia Arnoldi hanya mekar setahun sekali, aku penasaran dengan aroma bunga itu, sebusuk apa sih baunya?" cetus Arul.
"Kamu tertarik karena bau busuknya, bukan karena ukuran bunganya yang besar?" tanya Flora .
" Kita bahas Harimau Sumatra saja ya?" usul Arul.
"Terserah , bagiku sama saja. Keduanya dapat kita bahas," tanggap Aika.
"Aku juga tidak keberatan dengan Harimau Sumatera," sambung Flora. 
Arul puas dengan kesepakatan di antara mereka.
" ...mmh bagaimana kalau di hari minggu bulan depan, kita pergi melihat pertunjukan harimau di kebun binatang?" usul Arul dengan semangat.
"Apa? pergi ke kebun binatang?" tanya Aika.
"Iya, memangnya kenapa?"
"Pergi ke kebun binatang bukannya aktivitas anak kecil?" jawab Aika tanpa bermaksud meremehkan.
"Eit.. jangan salah!" Arul membela diri, "Atraksi harimau digemari oleh seluruh lapisan masyarakat kota ini dari yang muda sampai tua."
Ini sungguh lucu, selama di Jakarta aku baru sekali ke kebun binatang, itupun waktu SD, bersama sekolah. Dan sampai saat ini aku tidak pernah tertarik mengunjungi kebun binatang. Mengapa di kota kecil ini justru mengunjungi kebun binatang? pikir Aika dalam hati.
"Memangnya pertunjukan harimau itu menarik? Pasti akan membosankan."
"Di sini, harimau adalah binatang yang ditakuti sekaligus dihormati."
Arul menanggapi AIka dengan agak tersinggung.
"Pasti akan menjadi tontonan yang menarik," tambah Arul meyakinkan Aika.
"Apalagi pelatih harimau adalah Kirai sepupu kami juga," kata Arul bangga.
"Wow! sepupumu pelihara kucing yang lebih besar dan jauh lebih buas?"
"Yah, begitulah. the real king of the jungle!" jawab Arul dengan bangga, "keluarga besarku memang penyayang binatang. Kecuali yang satu ini," lanjut Arul sambil melirik Flora.
Flora langsung membelalakkan matanya ke arah Arul.
Aika berpikir memang tidak ada salahnya kembali berkunjung ke kebun binatang setelah sekian lama menghindarinya.
Daripada mencari bunga Rafflesia Arnoldi ke tengah hutan rimba, mendingan bertemu harimau di kebun binatang.
"ok..ok.. baiklah aku setuju. Mungkin setelah itu, kita langsung mewancarai harimau sebagai nara sumber utama dalam makalah kita," canda Aika dengan mimik serius. Flora langsung terkekeh, sedangkan Arul hanya mesem-mesem menanggapinya.
Rumah Arul terletak di daerah yang namanya Tangah Sawah, tidak jauh dari Pasar Bawah. Tiba-tiba Arul menghentikan langkahnya. Kemudian matanya berbinar-binar, "Ini penemuan langka!" serunya. Arul menunjukkan seekor kumbang tanduk besar yang bercapit panjang. Lalu dengan wajah dipolos-poloskan, ia meminta Flora untuk memegangnya. Flora terpekik melihat serangga hitam sebesar telapak tangan yang tampak galak itu. Serangan tinju bertubi-tubi Flora langsung mendarat di tubuhnya yang ceking.
"Hei! Serangga imut ini tidak agresif ke manusia!" seru Arul membela dirinya.
Flora pun tak kalah sengit membalas, "IMUT DARI MANA? Badannya seperti badak dan capitnya seperti gergaji, iiihhhh!!"
Hembusan angin semakin terasa. Di langit sudah tampak awan-awan kelabu yang seperti bergerak mengikuti mereka.
"Kita harus mempercepat langkah, sepertinya akan turun hujan!" seru Aika .
Selagi berjalan, tampak turis-turis asing yang masih serius memperhatikan peta kota Bukittinggi. Tampaknya mereka kesusahan membaca peta. Arul menahan langkahnya, untuk mengamati para turis itu.
"Eh, kalian berdua duluan saja dulu!" seru Arul.
Arul membalikkan badannya. Ternyata ia menghampiri para turis dan mencoba membantu mereka. Aika dan Flora yang sebelumnya keheranan, akhirnya mengerti tindakan Arul.
Dari kejauhan terdengar bunyi gemuruh, yang memaksa Aika dan Flora berjalan setengah berlari.
"Peta yang mereka pegang kurang detail," jelas Arul sambil berlari kecil menyusul kedua gadis itu.
"Memangnya mereka mau ke mana?"tanya Flora.
"Ke daerah Mandiangin mengunjungi bekas teman sekolahnya di Universitas Leiden."
"Kamu sangat penolong," ujar Flora sambil menepuk-nepuk pundak Arul. Wajah pemuda itu bersemu merah dengan pujian itu.
"Para turis sudah menghabiskan waktu dan uang di kota ini, aku merasa kasihan jika melihat mereka kebingungan."
******
Menjelang tiba di rumah Arul, hujan lebat meruah. Mereka bertiga berlarian terbirit-birit. Untungnya, rumah Arul sangat mudah dicari. Sebelum basah kuyup, mereka sudah sampai di tujuan. Setelah melewati ruang utama, Arul langsung menunjukkan satu ruangan besar, yang ia sebut 'kamar pengantar tidur', di ruangan ini, ia akan selalu mengantuk. Seketika lampu ruangan dinyalakan, seekor kucing melompat dari sebuah sofa kecil menabrak Flora. Gadis itu terpekik , membuat Arul dan Aika ikut kaget karena pekikannya.
"Ya ampun Flor, hanya kucing!" seru Arul.
"Tolong singkirkan kucing itu!" pinta Flora.
"Aku yakin, kamu enggak berani menyentuh binatang apapun," komentar Aika.
"Kucing itu hewan kecil yang menggemaskan dan tidak berbahaya lagi!" bantah Arul. "Jangan paranoid seperti itu dong," bujuknya
"Pokoknya singkirkan binatang itu dari ruangan ini!" mohon Flora.
"Ya...ya..baiklah," jawab Arul sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Setelah insiden kucing berlalu, terlihat ruangan yang ketiga sisi dindingnya ditutupi oleh lemari-lemari tinggi dan dijejali oleh ratusan buku. Arul mempersilahkan Aika dan Flora duduk di dekat sebuah meja panjang tua yang dikelilingi empat buah kursi lipat yang saling berhadapan. Kemudian Arul menghilang sesaat, lalu kembali dengan tiga buah cangkir berisi teh manis panas dan beberapa potong kue bolu.
Seperti yang telah disepakati, mereka memilih topik pelestarian harimau Sumatra. Diiringi bunyi deraian air hujan, ketiganya langsung berkutat mencari data mengenai populasi harimau di pulau Sumatra. Beruntung Arul juga menyimpan kliping-kliping koran mengenai banyak hal termasuk berita mengenai harimau sumatera.
Banyak data yang telah dikumpulkan mengenai jumlah Harimau Sumatera di Pulau Sumatera. Salah satu sumber ada yang menyebut sekitar tiga ratus ekor, sumber yang lain ada menyebut empat ratus ekor, bahkan ada yang menyebut seratus tiga puluh ekor. Jumlah tersebut sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah Harimau Bengal yang hidup di wilayah Asia Selatan, seperti India dan Bangladesh. Harimau Bengal ini masih berjumlah sekitar dua ribuan.
Jumlah yang sangat minim itu mendorong ketiga anak itu untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai penyebab berkurangnya harimau Sumatera.
Setelah mengumpulkan informasi relevan, mereka menyimpulkan berkurangnya populasi harimau Sumatra bukan disebabkan oleh predator pesaingnya seperti macan dahan. Melainkan akibat ulah manusia. Seperti penebangan liar, pembukaan hutan untuk lahan perkebunan, dan kebakaran hutan. Semua kegiatan itu menyebabkan berkurangnya satwa mangsa harimau, seperti rusa, kijang, babi hutan, beruk, pelanduk, dan kerbau liar. Mereka kelaparan dan proses reproduksinya pun juga akan terganggu.
Daerah jelajah harimau menjadi semakin luas jika mangsa buruannya semakin menipis. Mereka akan mencari-cari makanan hingga ke wilayah perkebunan dan pemukiman penduduk. Konflik dengan manusia tidak bisa dihindari. Bertambah parah lagi dengan perburuan dan perdagangan liar harimau yang luput dari pengawasan.
Untuk melindungi harimau di atas kertas memang tidak begitu sulit; jauhkan aktivitas manusia dari habitat harimau. dan perluas kawasan perlindungan harimau serta habitatnya. Aturan yang jelas serta pengawasan ketat dan efektif dan sanksi yang tegas.
Makalah biologi dapat diselesaikan dengan cepat. Namun ekspresi Arul seperti tidak puas, ia mengerutkan keningnya.
"Mmhh... sepertinya terlalu mudah jawabannya, tapi jumlah harimau di Indonesia terus berkurang dari tahun ke tahun."
"Di atas kertas memang gampang, prakteknya pasti tidak semudah itu. Sebenarnya kehidupan harimau sangat sederhana dibanding manusia yang banyak maunya dan serakah. Pada dasarnya harimau hanya butuh wilayah untuk mencari makan, dan reproduksi," timpal Aika.
"Mengingat jumlah populasi manusia setiap tahun selalu bertambah, sumber daya alam pasti akan terkuras untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Flora yang sedang sibuk merapikan majalah dan buku yang berserakan di meja, akhirnya berkomentar, "Harimau memang raja hutan, tapi kelangsungan hidupnya tergantung pada manusia."
"Kuncinya memang terletak pada manusia yang harus dapat menahan diri dan menghilangkan jiwa serakah dan merusak," tambah Aika.
Ucapan Aika mengakhiri kerja kelompok. Lagipula tidak ada yang perlu dibahas lagi, semuanya sudah terang benderang.
Suasana menjadi hening sesaat dan mereka pun kemudian menyadari hujan yang telah berhenti. Arul membuka jendela, udara jernih masuk menyegarkan ruangan. Di saat bersamaan syaraf penciuman mereka mendeteksi sesuatu yang harum. Gelombang aroma masakan rendang telah merambat memasuki ruangan dan menggoda hidung mereka.
Pintu ruangan tiba-tiba terbuka, seorang wanita menyurukkan setengah badannya.
"Walaupun menjelang sore, kalian makan dulu ya," ajaknya ramah.
Wanita itu adalah ibunya Arul. Tubuhnya gemuk, wajahnya bundar. Mukanya mirip dengan Arul. Ia masih memakai celemek masaknya ketika menyapa.
"Ah iya bu..." jawab Flora tersenyum sambil beranjak berdiri.
"Ayo ke ruang makan," lanjutnya lagi sebelum berbalik pergi.
"Kalian rugi jika tidak mencoba rendang ibuku" ajak Arul sambil mensyaratkan kedua gadis itu untuk mengikutinya.
"Aku masih kenyang dengan kue bolu," Aika setengah berbisik pada Flora.
"Beginilah keramahan disini, kamu harus makan dulu sebelum pergi. Kalau tidak, kamu bisa dianggap kurang sopan," ujar Flora terkekeh. Kemudian Flora berlalu untuk mencuci tangannya dengan sabun.
"Kamu tahu tidak, Flora selalu menghitung sampai dua puluh kali saat mencuci tangannya," bisik Arul kepada Aika.
"Asal jangan lebih dari itu, aku rasa ia masih normal," balas Aika sambil tertawa kecil.

THE KING'S CALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang