Bab 30 Menuju Kebun Binatang

154 15 2
                                    


Menjelang shubuh, Aika   terjaga dari tidurnya. Gadis itu terbangun dalam keadaan gundah. Ia tak mengerti  kenapa   wajah Syam tidak bisa dihilangkan dari ingatannya.

Wajahnya kemarin  tampak tidak menyukaiku. Kenapa ia bersikap seperti itu? Aika menjadi geram sendiri.  Apa salahku yang telah membuatnya kesal. Apakah wajahku yang pas-pasan atau penampilanku yang mengganggunya. Menyebalkan!

Aika menegakkan tubuh dari posisi berbaringnya. Wajahnya  bersiaga seolah  ingin  meyakinkan dirinya bahwa   Syam hanyalah pemuda aneh yang tak patut melintas di  benaknya.

Aika  segera beranjak dari tempat tidur, dan meregangkan tubuhnya. Ditariknya tirai jendela kamarnya untuk melihat pagi. Langit belum terlalu terang. Semburat cahaya matahari masih terlihat samar-samar. Ia berharap cuaca akan cerah seharian, saat nanti berkunjung ke kebun binatang bersama Flora dan Arul.  

Aika   bertemu Flora dan Arul di pelataran  Menara Jam Gadang sesuai rencana.  Jam Gadang yang dibangun pada tahun 1926 itu telah dipenuhi oleh para wisatawan lokal dan asing.   Aika meluaskan pandangannya, tampak Gunung Merapi yang megah di kejauhan;   terlihat  pula dua buah patung harimau yang diletakkan berhadapan dengan Jam Gadang. Sesaat gadis itu mengamati, kedua patung harimau itu.

Mengapa akhir-akhir ini  harimau seperti mengikutiku? tanya nya dalam hati.

"Patung harimau itu adalah tanda bahwa masyarakat minang memang menghormatinya," singgung Arul yang berdiri disamping Aika  ikut mengamati kedua patung  itu.

"Taring giginya dapat mencapai enam sampai tujuh centimeter. Coba bayangkan jika keduanya tertancap  pada leher korban..." ucap Arul dengan nada menggantung.

Aika tergidik membayangkannya.

"Hei, kalian jangan menatap patung harimau itu terlalu lama! Nanti  bisa hidup lo,"  seru Flora dengan mimik bercanda dari kejauhan. "Ayo lekas lanjutkan perjalanan!" ajaknya lagi.

Arul menggeleng-gelengkan kepalanya, "Jangan percaya dengan omongan Flora " bisik  Arul.

Aika hanya bisa tersenyum geli. 

Mereka  kemudian singgah ke  kawasan Benteng Fort de Kock di Bukit Jirek yang dibangun  masa Perang Padri sekitar  tahun 1825. Namun tidak terlihat benteng ataupun bangunan yang mirip benteng, bahkan hanya sebuah taman dengan pepohonan yang rindang dan beberapa buah meriam kuno.

"Bentengnya mana?" tanya Aika keheranan.

"Bentengnya sudah tidak ada lagi," tanggap Flora.

"Sudah runtuh atau diruntuhkan?"

Flora mengangguk, "Masyarakat kota ini tidak mau melihat benteng yang melambangkankan penjajahan kolonial di Sumatera Barat."

Dari tempatnya berdiri Aika dapat melihat pemandangan kota karena  Bukit Jirek merupakan tempat tertinggi di tengah kota.

Dari kawasan benteng mereka bertiga menuju  Bukit Malambung yang letaknya bersebelahan dengan Bukit Jirek dengan meniti jembatan gantung Limpapeh. Disanalah lokasinya kebun binatang Bukittinggi. Flora menjelaskan dulunya kawasan ini dikembangkan oleh Pemerintah Belanda sebagai  taman bersantai bukan kebun binatang. 

Sambil menyusuri jembatan mereka ngobrol bermacam-macam termasuk  permainan sepak rago kepada Arul.

"Sebentar...sebentar...," potong Flora. "Siapa pemuda  yang melemparkan bola kepadamu?"

"Maksudmu Kalif? Pemuda itu...." Aika berdecak, "Ia benar-benar membuatku kesal, seenaknya saja melempar bola  tanpa diundang!"

"Tapi kamu kan berhasil menerimanya!" balas Flora, "Ia pasti sudah mengukur kemampuanmu."

THE KING'S CALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang