Bab 41 Kabar Tergila

151 14 0
                                    

Setelah tiba di rumah, Aika langsung melesat ke rumah Bu Husnar. Husnar terlihat sedang merapikan dapurnya. Tak lama berselang Kalif pun muncul. Husnar kemudian menyadari keberadaan mereka berdua.

"Ada apa?" tanya Husnar dengan pandangan menyelidik.

Husnar melihat luka yang tergores panjang pada lengan kiri Aika.

"Kenapa lenganmu? Apa yang telah terjadi?" Husnar langsung mencermati dengan curiga.

"Oh ini...hanya luka sedikit... tidak apa-apa," balas Aika sambil melipat tangannya.

"Coba kulihat.." Husnar langsung menyambar tangan Aika.

"Hah..ini..?" Husnar membelalakkan matanya. Ia menyadari luka ini berasal dari mana.

"Sudah diobati kok" sahut Aika sambil menarik lengannya.

"Ka...kamu...?" Husnar terperanjat

"Ya, ini adalah cakaran harimau," Aika menegaskan dugaan Husnar.

"Tepatnya harimau si Kirai, yang mengganas di kebun binatang kemarin," tambah Kirai yang masih berdiri sambil senderan di dinding.

"Bagaimana bisa...?" kedua mata Husnar menatap Aika dan Kalif bergantian menuntut penjelasan.

"Bu Husnar pasti sudah mengetahui berita mengenai harimau yang mengamuk kemarin. Nah, kata Flora, akulah yang telah membantu harimau itu melepaskan gigitannya pada Kirai." ungkap Aika sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

"Jadi kami balik ke kebun binatang sore tadi untuk memastikannya," sela Kalif.

"Ketika bertemu harimau itu, aku mengalami sesuatu yang aneh," lanjut Aika yang menyadari keganjalan kata 'bertemu' yang digunakan

Kemudian Aika menceritakan perjalanan ajaibnya kepada Husnar dan pengalamannya di hutan wilayah Bungo. Wajah Husnar lama kelamaan memucat. Ia lalu menundukkan kepalanya. Bahunya lemas.

"Ya Tuhan!"seru Husnar dengan suara yang lemah.

"Apakah kita adalah keturunan Syekh Hamdi Zawher?" lanjut Aika.

Husnar tersentak. Ia tak menduga Aika mendapat informasi secepat itu. Husnar menarik nafas panjang. Hatinya sedih. Apa yang ia khawatirkan memang benar, keponakannya berbakat sebagai pelindung. Ia tahu, tak mungkin bagi Aika untuk menghindarinya. Ia harus menerima nasibnya.

Husnar mengangguk.

"Ya, kita adalah keturunan beliau dari putrinya yang bernama Asiah Jawaher."

Husnar terdiam sesaat, lalu menarik napas. Ia mau mengatakan sesuatu tapi masih ragu.

Apakah Aika akan kuat jika ia mengetahui yang sesungguhnya?

Husnar menatap Aika lekat-lekat, sebelum akhirnya membuka mulutnya.

"Mendengar ceritamu, aku yakin kamu adalah seorang pelindung yang mempunyai kemampuan berkomunikasi dengan harimau."

Mendengar kepastian itu, Aika terdiam. Ia tidak tahu berkata apa. Keheningan pun terjadi. Namun dalam keheningan itu sebenarnya Aika mencari-cari alasan untuk membantah.

"Tapi kan sudah ratusan tahun yang lalu? Sudah berapa ratus orang yang berbuyut pada dia, bagaimana bisa darahnya masih ada yang tersisa kepadaku?" tanya Aika berusaha mengingkari.

"Walaupun sudah ratusan tahun yang lalu, tapi darah itu kental sekaligus cair, celah yang sempit pun bisa dilaluinya untuk menemukan orang yang tepat. Jadi, tidak semua keturunan beliau yang dianugerahi kemampuan itu. Hanya beberapa orang..."

Kalimat Husnar yang mengalir dengan tenang, datang bagaikan gulungan ombak besar yang menghantam keras.

Ini hal tergila, teraneh, terajaib yang menimpa diriku!, seru Aika dalam hati.

"Dan saya yakin yang kamu temui di hutan adalah harimau," sambung Husnar. Mata Aika membesar mendengarnya.

"Mengapa binatang itu menghampiriku? Apakah ia akan menerkamku?"

"Tidak! Ia hanya ingin membuka komunikasi denganmu," jawab Husnar.

"Aika, dengar baik-baik. Bakatmu ini hanya merupakan awal. Kamu harus berlatih untuk menguasainya. Dan ingat, sembunyikan bakatmu ini dari siapapun!"

Walaupun masih bingung, Aika hanya bisa mengangguk.

"Siapa lagi yang mengetahuinya selain mu?" tanya Husnar kepada Kalif.

"Kirai, dan kedua teman Aika, Flora dan Arul."

"Datuk Bidam Batuah, apakah Bu Husnar pernah mendengarnya?"

Husnar memenjamkan matanya, lalu ia mengangguk sambil menundukkan kepalanya.

"Asal muasal cindaku adalah berasal orang itu," ucapnya dengan suara bergetar.

Aika merasa sekujur tubuhnya lemas

"A—aku...." melihatnya ucap Aika dalam hati. ia tak sanggup melanjutkan kata-katanya.

Husnar beranjak dari duduknya, mukanya kelihatan pucat.

"Sudahlah kita akhiri pembicaraan di sini, kalian berdua sepertinya sangat lelah," pungkas Husnar.

Aika bergegas menuju rumahnya. Ia seperti ingin bersembunyi.

"Aika," suara Kalif memanggilnya,

Aika menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya.

"Jangan khawatir, aku selalu siap menolongmu"

Aika tak menyangka Kalif mengetahui ketakutannya. Ia hanya bisa tersenyum sekilas.

THE KING'S CALLTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang