Hai, you can call me, Istii. This is my first work. I hope you like this story.
Untuk pembaca baru, jangan lupa vote dan komennya^^
Ah, iya. Ada cerita baru lagi, aku jamin kalian suka. Langsung cek profil aja.
Happy Reading❤
**
"One thing you have to do is, surprise them with your abilities."
***
Semilir angin membawa dinginnya malam yang pekat masuk ke sela pori-pori. Sinar bulan sabit tampak menyorot, namun hampir tak bisa menyinari semuanya.
Kedua netranya tampak memandang sebuah rumah besar yang hanya dihuni oleh satu orang. Dengan perasaan campur aduk, ia meninggalkan rumah itu dengan langkah tak yakin menuju keberadaan motornya. Setelah menghidupkan mesin, ia mulai menambah gigi dan melajukan motor tersebut meninggalkan rumah ini.
Tak lama, gadis itu sampai di sebuah rumah besar dengan banyak motor terpakir di garasi. Ia melepas helmnya dan langsung masuk ke dalam rumah itu. Perasaannya campur aduk, hatinya tak tenang serta rasa marah yang mendalam.
Tanpa menyapa, gadis itu mengambil duduk di single sofa dan mengabaikan tatapan bingung dari mereka yang ada disana.
"Kenapa?" seorang laki-laki dengan hoodie maroon membuka suara. Menanyakan apa yang terjadi dengan gadis itu. Raut wajahnya tampak tak seperti biasanya. Kali ini lebih mengerikan dari apapun itu.
"Gue besok pindah ke Jakarta."
Dua hari yang lalu, orang tuanya mengatakan bahwa Dheni ayahnya, akan pindah tempat bekerja. Otomatis ia harus ikut dengan mereka. Awalnya ia jelas menentang, karena ia sudah nyaman berada di sini. Tetapi setelah kejadian tadi, ia menjadi yakin bahwa ia harus pergi jauh dari tempat ini.
"Nggak, bukan itu. Selain itu masih ada lagi, kan?"
Diantara mereka, laki-laki berhoodie maroon adalah sosok malaikat sekaligus penasehat handal yang selalu bisa menenangkan keadaan. Kadang gadis itu kagum dengan sikap dewasanya. Selalu bisa membuat orang lain terpukau akan kalimat bijak yang keluar dari mulutnya.
"Nggak ada." Reysa memilih berbohong, walaupun ia tahu laki-laki itu bisa membaca pikirannya.
"Gue nggak akan maksa. Tapi gue perlu tahu."
"Dia selingkuh."
Mereka langsung paham dengan arah pembicaraan gadis itu. Reysa terpaksa jujur, tidak mungkin lagi ia bisa berkelit. Mereka sebenarnya bisa mencari tahu sendiri. Tapi, ia hanya ingin pergi dengan perasaan tenang, tanpa meninggalkan kekacauan yang ia sembunyikan.
"Oh, pantesan dari kemaren nggak nongol." timpal laki-laki berkaos hitam yang tengah sibuk dengan game onlinenya.
"Lo apain dia?"
"Gue lempar pake vas bunga."
Otaknya seperti mendidih dan ingin sekali ia dinginkan. Bukannya dia tidak rela, hanya saja susah untuk dilupakan karena laki-laki itu adalah cinta pertamanya.
Gadis itu bangkit dari duduknya. "Jangan bubar ya? Bukan berarti gue pindah ke Jakarta, Feroz malah dibubarin." tidak ada sahutan dari mereka, hanya ada suara televisi yang menampilkan acara bola. Gadis itu memilih beranjak meninggalkan mereka yang terdiam untuk beberapa saat.
KAMU SEDANG MEMBACA
DISPARAÎTRE [END]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA, DAN JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA!] NOTE : AWAS TYPO "Gue Renald. Kalo lo mau tau nama gue." "Gue nggak nanya. Gue juga nggak mau tau." *** Bertemu dengan laki-laki menjengkelkan sungguh sangat mengusik kehidupan damai...