"Choose one, the other will feel sad. But if he chose the other one, the other would be very disappointed."
***
Langit sore ini cukup mendung. Dengan angin yang sedikit lebih kencang dari biasanya. Perlahan namun pasti, Reysa melilitkan sebuah kain pada telapak tangannya. Tatapannya datar tanpa ekspresi. Ia membawa langkahnya menuju ke belakang rumah.
Ia meninju samsak yang tergantung dihadapannya dengan sekuat tenaga. Menyalurkan banyak rasa yang membuat ia kesal dengan segala hal yang terjadi.
Ia terus memukul dan menendang samsak itu layaknya musuh yang perlu ia musnahkan. Napasnya memburu, dengan dada yang naik turun.
Keringatnya mulai mengalir melalu pelipisnya. Ia menghentikan aktivitasnya ketika Alex datang padanya.
Reysa menatap kakaknya itu yang tengah berjalan ke arahnya. "Kak, lo mau hadiah nggak?" tanya Reysa membuat Alex penasaran.
"Hadiah?" Reysa mengangguk dengan napas yang belum teratur. "Apa?" tanya Alex.
Sepertinya ini akan sangat menarik. Ia tersenyum senang, lalu berjalan mendekati laki-laki itu. Tanpa babibu, ia langsung membogem mentah wajah Alex. Membuat gelas ditangan laki-laki itu terlempar dan jatuh berkeping-keping.
Reysa terus saja membogem wajah laki-laki itu. Tak lupa menyempatkan diri untuk menendang tubuh laki-laki itu.
"Rey, l-lo..."
Bugh
Reysa tidak peduli lagi dengan keadaan Alex. Ia hanya bisa meluapkan semua amarahnya pada laki-laki itu sekarang. Nanti, ia tidak akan pernah biasa lagi.
Alex terus mencoba menghindar, walaupun itu terlihat begitu sia-sia.
"REYSA, ALEX!" teriak Rina dari ambang pintu. Untuk yang terakhir kalinya, Reysa menendang perut Alex hingga laki-laki itu tersungkur.
Rina menghampiri Alex yang sudah terkapar di lantai. Ia mengecek keadaan laki-laki itu yang tampak memar dimana-mana. "Al, kamu nggak papa?" tanya Rina terlihat begitu khawatir.
Reysa menyandarkan keningnya ke dinding. Ia memejamkan mata seraya mengontrol napasnya yang belum juga teratur.
"Reysa! Kamu apa-apaan, sih?" kini giliran Dheni yang bersuara. Pria itu baru saja datang dari dalam rumah.
"Kalo kalian ada masalah, kan bisa diselesain baik-baik. Nggak kaya gini." Dheni membantu Alex untuk berdiri. Ia membawa Alex untuk duduk di gazebo yang berada disana.
Reysa melepas kain itu ditangannya. Lalu memukul keras dinding yang berada dihadapannya, membuat tangan gadis itu mengeluarkan darah.
"REYSA!" tegur Dheni. Pria itu menarik Reysa agar duduk di gazebo. Ia menghempas tubuh Reysa kasar. "Kamu kenapa, sih?"
Gadis itu lebih memilih diam dari pada harus menjelaskan hal yang tidak berguna.
"Kalo ada masalah sama kakak kamu, bisa kan diselesain baik-baik?" Dheni mengusap wajahnya. Ia memandang Reysa dengan raut wajah lelahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DISPARAÎTRE [END]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA, DAN JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA!] NOTE : AWAS TYPO "Gue Renald. Kalo lo mau tau nama gue." "Gue nggak nanya. Gue juga nggak mau tau." *** Bertemu dengan laki-laki menjengkelkan sungguh sangat mengusik kehidupan damai...