"This is very difficult. Just to understand everything that happened, he couldn't."
***
Sepanjang jalan menuju tempat tujuan, Frans tampak diam. Rasa sakitnya masih belum juga hilang, masih sama seperti ketika melihat bekas kecelakaan di perempatan jalan itu.
Ia masih ingat dengan jelas darah yang begitu merah menggenang di atas aspal. Menyisakan pecahan-pecahan badan motor dan juga helm yang digunakan gadis itu, bercampur dengan darah yang dihasilkan dari tubuh itu sendiri.
Laki-laki itu mencengkeram stang motornya, menyalurkan amarah yang sedari tadi sudah meluap-luap. Ia berbelok ketika melihat sebuah plang bertuliskan Dark Moon. Memarkirkan motornya dan segera masuk ke dalam.
Saat beberapa orang mencoba menghalanginya untuk masuk ke dalam, Frans segera memberi bogeman pada mereka semua. Ia tidak sabar ingin bertemu orang yang membuat Reysa tiada.
Setelah menghajar habis-habisan beberapa orang, Frans segera masuk ke dalam. Ia mendorong beberapa orang yang menghalangi langkahnya, yang dibalas decakan oleh mereka.
Frans menendang paksa salah satu pintu di sana, dan hanya mendapati seorang pria yang sudah sangat mabuk. Ia mengabaikannya, memilih mendobrak pintu di seberang.
Ia menghentikan langkah ketika mendapati Renald yang tengah menarik kerah baju milik Bimo. Tangannya terkepal, tidak sabar ingin segera memukul habis-habisan laki-laki yang menyebabkan Reysa tak bernyawa lagi.
Renald mulai membogem wajah Bimo yang sudah setengah babak belur. Frans diam di ambang pintu, sembari menyaksikan Bimo yang hampir sekarat karena pukulan bertubi-tubi dari Renald. Ia juga tidak akan menghentikannya, biarkan Bimo juga merasakan sakitnya.
"Terus, pukul gue!" Bimo tertawa, ketika merasakan ngilu dan perih di seluruh wajahnya. Sudut bibir serta pipi dan pelipisnya mengeluarkan darah.
"BANGSAT!" umpat Renald yang mulai kehabisan kontrol. Ia terus membogem laki-laki itu dengan keras. Tidak peduli Bimo akan sekarat atau tidak. Yang jelas, rasa sakitnya tidak sebanding dengan pukulan keras yang diberikan olehnya.
Frans mencegah Renald ketika akan kembali membogem Bimo. Laki-laki itu sudah terkapar di lantai sembari meringis merasakan sakit. Renald meronta, menolak untuk berhenti memukul Bimo.
"Lepas! Lepasin gue!"
"Kalo dia mati gimana?" sebenarnya Frans juga tidak peduli tentang nyawa Bimo. Tapi jika sampai ini terjadi, Renald pasti akan jadi tersangkanya.
"DIA PANTES MATI!" urat-urat di leher Renald tercetak dengan jelas. Wajahnya memerah menahan gejolak untuk membunuh Bimo yang sudah hampir kehilangan kesadaran. Renald meronta ingin kembali membogem wajah Bimo, namun ia malah menjadi sasaran pukulan dari Frans sendiri.
"SADAR, REN!"
"GUE JUGA SAMA KAYA LO, NGGAK TERIMA KALO ECHA PERGI. TAPI CARANYA NGGAK GINI."
Renald menepis tangan Frans. "Lo nggak akan ngerti, bang." Renald menunduk, memikirkan banyak hal mengenai kesalahannya pada Reysa.
"Gue ngerti, gue tau."
Renald lebih memilih berlalu dari sana. Meninggalkan ruangan itu dengan perasaan sedihnya.
****
Gelas kaca yang tengah digenggam oleh Rina, lepas begitu saja ke lantai. Membuat gelas yang semula utuh, hancur berantakan. Tubuhnya terhuyung, napasnya tersendat, benaknya seakan melayang dan berakhir linglung karena berita mengagetkan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
DISPARAÎTRE [END]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA, DAN JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA!] NOTE : AWAS TYPO "Gue Renald. Kalo lo mau tau nama gue." "Gue nggak nanya. Gue juga nggak mau tau." *** Bertemu dengan laki-laki menjengkelkan sungguh sangat mengusik kehidupan damai...