7. INVITE TO GO

690 66 1
                                    

"Something quite pleasant it is when the person we love, willing to accept our invitation."

***

Semilir angin pagi hari begitu menusuk kulit. Menerbangkan beberapa helaian rambut menutupi pandangan. Sang fajar mulai memunculkan auranya dari arah timur. Menyapa kehidupan yang akan berjalan baik kedepannya. Mungkin saja.

Reysa melangkah menyusuri koridor yang sudah mulai ramai oleh para murid. Ia sebenarnya masih sedikit pusing, tetapi Rina terus memaksanya agar ia berangkat ke sekolah.

Gadis itu mengambil duduknya ditempat biasa. Ia mengedarkan pandangan, tampak kelas itu masih begitu sepi. Hanya beberapa orang yang sudah nangkring disana. Sebenarnya tadi Renald memaksa akan mengantarkannya, tetapi ia menolak.


Tania dan Adel tampak memunculkan dirinya diambang pintu. Melebarkan matanya, lantas berlari semangat. "Ahh Reysa. Udah sembuh lo?" tanya Adel heboh.

"Kaya yang lo liat aja." balas Reysa malas. Hanya untuk mendengar kehebohan mereka saja, rasanya sangat malas. Ia masih ingin merasakan rebahan sepanjang hari. Baru juga satu hari, Rina sudah mengomel.

Tania, gadis itu menyadari raut wajah kusut Reysa. Ia membenarkan posisi duduknya menghadap ke gadis itu. "Muka lo kusut amat Rey. Kenapa?" tanya Tania.

Reysa mengangkat wajahnya, lantas menegakkan badannya. Ia menghela napas, sebelum akhirnya membalas pertanyaan sahabatnya itu. "Males berangkat gue." balas Reysa lesu. Gadis itu meletakkan kepalanya diatas meja. 

Tania mengerutkan keningnya. "Kenapa?" tanyanya.

"Males aja. Kemarin kan gue nggak berangkat, sekarang jadi ketagihan." ujar Reysa santai. Gadis itu terus saja menghela napas.

Tania berdecak. Ia kira gadis itu kenapa. "Lo kira apaan? Masa nggak berangkat sehari bikin lo ketagihan." kadang ia heran dengan gadis satu itu. Tingkahnya sangat beragam, membuat ia selalu geleng-geleng karena gadis itu.

"Enak tau Tan, apalagi kalo kemarin gue nggak sakit. Pasti lebih syahdu deh." Reysa tampak membayangkan bagaimana nikmatnya berada diatas kasur sepanjang hari tanpa melakukan apapun.

"Lo kira dangdutan, syahdu?" Tania hanya perlu bersabar menghadapi gadis satu itu.

Ia teringat sesuatu. "Ehh tapi, kemarin kak Renald bolos ya?" Reysa mengangguk mengiyakan ucapan Tania. Tepat sekali tebakan gadis itu.

"Bilangnya sih, katanya nungguin gue. Gila kan?" gadis itu duduk tegak dan menatap mereka serius. "Gue aja sampe terharu loh. Baru kali ini ditungguin kek gitu."

"Lo yang gila, Rey!" kini giliran Adel ikut bersuara. Ia geleng-geleng setelahnya. "Lo sadar nggak sih, betapa nggak sopannya lo nunjukin tampang judes lo ke kak Renald? Padahal dia sebaik itu." imbuh Adel. Ia tidak mengerti dengan gadis itu. Mengapa laki-laki sebaik Renald diacuhkan.

"Nah bener tuh." sahut Tania membenarkan ucapan Adel.

Reysa hanya menatap mereka tanpa minat.

"Kebayang nggak sih kalo gue yang jadi pacarnya kak Renald. Apalagi kak Renald tipe cowok romantis." gadis itu senyum-senyum sendiri, membayangkan bagaimana romantisnya Renald jika menjadi kekasihnya.

Reysa mendengus. Yang mereka katakan itu tidak ada yang benar. Apa tadi Adel bilang? Renald adalah cowok romantis?

Sepertinya memang mereka harus melihat secara langsung bagaimana tingkah menyebalkan Renald. Belum tau saja, kalau ia selalu naik darah menghadapi Renald.

DISPARAÎTRE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang