"The worst thing about his life right
now was, why when he found someone who really understood his feelings, someone would bother him."***
Sorot cahaya fajar tampak menyusup bebas melalui celah gorden milik Reysa. Selimut yang tadinya begitu berantakan kini telah terlipat rapih di atas kasur. Kamar mandi yang begitu kering, kini telah basah karena guyuran air dari shower.
Reysa selesai dengan ritual mandinya. Gadis itu mengganti pakaiannya. Memandang dirinya sendiri melalui pantulan cermin. Ia memoles sedikit bedak dan juga liptint agar tidak terlihat pucat.
Getaran yang dihasilkan dari ponselnya, membuat ia mengalihkan atensinya. Ia melirik tanpa minat pesan yang dikirim oleh Renald.
Renald
Gue jemput ReyReysa menghela napas. Ia tidak boleh berangkat bersama laki-laki itu. Bukannya ia takut dengan ancaman Zeva kemarin. Namun, ia harus menghormati orang yang lebih berhak atas Renald. Apalagi kemarin Zeva bilang, pacar sekaligus tunangan.
Mungkin mulai sekarang ia harus menjauhi laki-laki itu. Ia merasa, ini begitu sulit. Untuk sekedar mengacuhkan Renald, ia tidak bisa lagi. Ada sesuatu yang membuat ia yakin dengan laki-laki itu. Tetapi setelah kejadian kemarin, ia menarik lagi kata-kata itu.
Mengapa ia merasa secemas ini? Apa ia sudah mencintai Renald.
Gadis itu menggeleng. Tidak mungkin semuanya akan berjalan secepat itu. Ia bukan sosok perempuan yang gampang jatuh hati dengan siapapun itu.
Reysa
Gak usah. Gue dianter kak Al.Renald
Ohh, yaudah. Hati-hati"Hati-hati juga, Ren. Mungkin semuanya bakalan kebongkar nggak lama ini."
Itu hanya akan membuat kepalanya pening. Lebih baik ia segera turun ke bawah, dan berangkat sekolah.
****
Adel dan Tania tampak saling berpandangan. Saling bertanya-tanya tentang sahabatnya itu. Wajahnya sangat tidak bersemangat. Beberapa kali Adel dan Tania bertanya. Namun Reysa tak mengindahkan mereka.
Adel menyentuh bahu gadis itu. Membuat Reysa tersentak kaget. "Rey, lo kenapa?"
"Ha? Kenapa?" sedangkan Adel dan Tania hanya geleng-geleng dengan respon gadis itu.
"Lo kesambet? Dari tadi diem aja kita panggil-panggil."
Raut wajah Reysa tampak bingung. "Emang kalian tadi nanya gue?"
Adel menepuk jidatnya, lalu menghela napas. "Anjir. Lo sebenernya waras nggak sih? jadi ngeri gue." ujar Adel bergidik ngeri.
"Ngawur! Gue waras Del." memang sahabatnya suka asal bicara.
"Habisnya lo dari tadi ditanya diem aja." timpal Tania yang sedang mengotak-atik ponselnya.
"Emang iya?" wajah polos Reysa membuat mereka geram sendiri dengan gadis itu.
"Sumpah Tan, kalo Reysa bukan temen kita. Dari tadi kali ya kita gorok lehernya." geram Adel yang tengah melirik sinis pada Reysa.
KAMU SEDANG MEMBACA
DISPARAÎTRE [END]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA, DAN JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA!] NOTE : AWAS TYPO "Gue Renald. Kalo lo mau tau nama gue." "Gue nggak nanya. Gue juga nggak mau tau." *** Bertemu dengan laki-laki menjengkelkan sungguh sangat mengusik kehidupan damai...