"It might look ordinary, but he liked this togetherness."
****
Terakhir kali, Reysa berkeliling kota adalah tahun lalu. Dimana ia masih bersama laki-laki berengsek yang sekarang mungkin masih dekat dengan sahabat bangsatnya itu. Ia tidak marah, tetapi rada sangsi sendiri. Rasa gregetnya mengalahkan semuanya. Ingin sekali Reysa mencekik mereka sampai menghembuskan napas terakhir. Tetapi apa boleh buat, sudah banyak dosa, ditambah dosa membunuh kaum bangsat seperti mereka.
Kalau ditelisik lebih dalam, mereka lumayan pantas bersanding. Sama-sama licik, tidak tahu diri, tidak intropeksi dan sama-sama tidak tahu malu. Kalau sudah tahu itu adalah milik sahabatnya, mengapa harus menerobos masuk untuk memiliki Bimo? Apa karena urat malu gadia itu sudah putus dan tersisa secuil rasa malu. Yang membuat gadis itu seperti itu.
Selain merasa marah, Reysa juga gedek. Bukan apa-apa, ia juga punya hati yang bisa merasa sakit sekaligus kesal seperti itu. Beruntung, sekarang ia bisa melupakan Bimo dan terbebas dari jeratan orang tidak tahu diri.
Kali ini, ditempat penuh dengan kemilau sinar dari berbagai lampu, di bawah terangnya sinar rembulan, Reysa berdiri sembari memandangi keadaan dibawah sana. Menurut Reysa, berada ditempat tinggi seperti ini bisa sepuasnya dan leluasa melihat keadaan dibawah. Tidak ada yang mengganggu ataupun mengacaukan ketenangannya.
Di atas sini, di rooftop apartement yang entah milik siapa, Reysa dan Renald duduk berdua. Mereka memanjakan mata mereka setelah seharian tadi menghabiskan waktu untuk jalan-jalan dan sekaligus makan. Sekarang saatnya berhenti, dan duduk sembari menenangkan pikiran.
Renald merangkul Reysa. Ia bertanya pada dirinya sendiri. Apa Reysa sudah mencintainya seperti ia mencintai gadis itu? Atau Reysa hanya merasa kasihan padanya? Ia juga sadar, waktu itu memaksa gadis itu untuk menerima cintanya. Entah mengapa, setelah melihat Reysa ia merasa sangat yakin untuk menjadi bagian dari hidup gadis itu.
Gaya ketusnya, wajah cemberutnya, bahkan gerak-gerik gadis itu waktu pertama kali bertemu benar-benar menyihir matanya. Awalnya ia merasa tidak peduli, tetapi saat Reysa berkata ketus padanya, ia jadi merasa tertantang. Jarang-jarang seorang gadis menolak pesona mematikannya. Baru kali ini, ia menjadi sasaran kejudesan seorang gadis, yaitu Reysa.
"Makasih, Rey, udah nemenin gue jalan-jalan."
Walaupun hanya mengelilingi kota dan makan dipinggir jalan, tetapi ia cukup bahagia. Jarang-jarang juga ada perempuan yang mau diajak makan ditempat seperti itu. Kebanyakan dari mereka memilih tempat elit dan super mahal.
Reysa menoleh, mendapati senyuman manis Renald yang begitu menyihir jantungnya. "Harusnya gue yang bilang makasih. Udah diajak jalan-jalan sama, lo."
Rasanya ia senang sekali bisa merasakan hal seperti ini. Sudah sangat lama ia hanya diam di rumah sembari merecoki Alex, kakaknya. Atau membuat mama dan papa kesal karena kelakuan randomnya.
Reysa tersenyum manis. Tak dapat dipungkiri bahwa Reysa begitu mengagumi senyum laki-laki itu. Selain manis, senyum Renald juga membuat semua orang candu. Termasuk dirinya.
"Menurut lo, gue orangnya gimana?"
Diberi pertanyaan seperti membuat Reysa tersenyum miring. Itu sih sama saja Renald memberikan separuh hidupnya untuk dicaci maki oleh Reysa. Lihat saja nanti, laki-laki itu pasti mencak-mencak sendiri karena Reysa.
"Em... menurut gue sih lo itu nyebelin, ngeselin, cemburuan, banyak tingkah, labil, sering overthinking--"
"Lo kok malah jelek-jelekin gue?"
Sejak awal Renald berharap, bahwa gadis itu begitu memujinya. Ini malah berakhir ia yang makan hati karena penilaian gadis itu.
Reysa tergelak. Kan, apa Reysa bilang. Laki-laki itu pasti akan merajuk karena penilaiannya. Lagi pula, siapa suruh Renald menanyakan hal tidak penting seperti itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
DISPARAÎTRE [END]
Novela Juvenil[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA, DAN JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA!] NOTE : AWAS TYPO "Gue Renald. Kalo lo mau tau nama gue." "Gue nggak nanya. Gue juga nggak mau tau." *** Bertemu dengan laki-laki menjengkelkan sungguh sangat mengusik kehidupan damai...