"Togetherness is beautiful but looks painful."
***
Sorot cahaya rembulan yang temaram hadir menemani rasa bahagia seluruh siswa SMA Lawrence. Panggung hiburan dipenuhi banyak lampu yang saling berkerlap-kerlip, serta hiasan meriah yang tertempel di sisi panggung. Masing-masing kelas berada di standnya sendiri, atau berkeliling untuk membeli sesuatu dari stand lain. Lebih tepatnya sih, yang berada di stand adalah orang penting yang mengurusi bazar.
Sisanya hanya berleha-leha serta mencari sesuatu yang bisa dibeli. Atau duduk-duduk di depan panggung sembari menunggu prepare dari para anggota OSIS. Ada juga yang sibuk berpacaran dan bergosip ria membicarakan para cowok ganteng dari sekolah lain yang kebetulan datang ke acara ini.
Acara musik malam ini dibuka untuk umum. Asalkan saling menjaga ketertiban dan tidak menimbulkan kerusuhan yang mengakibatkan kacaunya acara. Itu adalah usul dari mereka semua, agar mereka juga bisa membawa teman dari sekolah lain.
Reysa baru saja sampai setelah berdebat dengan pikirannya sendiri untuk memilih pakaian yang pas dipakai malam ini. Tapi akhirnya ia hanya memakai ripped jeans dan t-shirt berwarna hitam yang dipadukan dengan high heels zipper ankle boots berwarna hitam. Itu adalah sepatu pemberian Frans yang dititipkan pada Aldi. Laki-laki itu tahu saja kalau ia menginginkan sepatu ini.
"Renald?" panggil Reysa ketika melihat Renald yang tengah berjalan ke arah lapangan. Langkah Renald terhenti, lalu menoleh mendapati Reysa yang tengah tersenyum tipis sembari melambaikan tangannya.
Reysa mendekati laki-laki itu, namun terdahului oleh Fina yang tengah memperlihatkan wajah sumringah. Langkah Reysa jelas terhenti.
"Ren, anterin gue beli sesuatu. Ada yang kurang soalnya." pinta Fina sembari melirik remeh pada Reysa.
Renald mengangguk. Mereka berjalan menuju motor Renald yang terparkir disana. Reysa hanya diam sembari memperhatikan kedua. Sampai seseorang menepuk bahunya, baru 'lah gadis itu mengalihkan tatapannya.
"Liatin apa, lo?" tanya Galang sembari mengikuti arah pandang Reysa.
"Kepo!"
Galang berdecak kesal. Sudah lama ia tidak pernah mendengar suara menjengkelkan milik Reysa. Dan malam ini ia kembali mendengarnya dengan sangat jelas.
"Yang lain mana, Lang?" tanya Reysa.
"Lagi otw. Paling bentar lagi nyampe." ujar Galang sembari melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
"Tumben lo datengnya paling awal? Biasanya ngaret."
Galang tergelak, sebelum akhirnya menyahut. "Iyalah, kan mau nyari yang bening-bening."
Reysa geleng-geleng. Teman-temannya memang tidak ada yang waras sama sekali. Terutama sepupunya yang paling menyebalkan, tingkat kewarasannya sudah dibawah rata-rata. Yang masih bisa dikatakan waras hanya Frans. Selebihnya, sudah tidak ada lagi.
Reysa membawa langkahnya menuju stand milik kelasnya. Galang hanya mengekor tak tahu tujuan aslinya. Harusnya ia datang paling akhir, pasti tidak akan seperti ini. Baru saja sampai di stand kelas Reysa, tatapan lapar dari teman sekelas Reysa membuatnya merinding.
"Enak banget lo Rey, jam segini baru dateng." tegur Zidan sinis. Padahal dirinya sudah dari sore disini. Reysa malah baru sampai dan menunjukan wajah yang begitu berdosa itu.
"Bacot lo!" sembur Reysa. Ia kadang merasa jengkel ketika ditegur seperti itu oleh Zidan. Apalagi gayanya sok angkuh.
Ia mengambil satu kursi plastik, dan menyuruh Galang duduk disana. "Duduk, Lang." titahnya. Galang hanya mengangguk, dan mengikuti perintahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
DISPARAÎTRE [END]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA, DAN JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA!] NOTE : AWAS TYPO "Gue Renald. Kalo lo mau tau nama gue." "Gue nggak nanya. Gue juga nggak mau tau." *** Bertemu dengan laki-laki menjengkelkan sungguh sangat mengusik kehidupan damai...