"She shouldn't have come, otherwise it would end up like this."
***
Reysa membanting pintu kulkas ketika ia tidak menemukan apa yang dicari gadis itu. Seingatnya, ia menaruh lima susu kotak coklat di dalam kulkas, tetapi malam ini ketika ia akan meminumnya, semuanya sudah ludes tak tersisa. Yang perlu disalahkan hanya Alex. Laki-laki itu sering sekali mencuri miliknya. Dengan dada yang bergemuruh, Reysa berlari ke kamar Alex.
Bukan apa-apa, ini sudah tidak bisa ditolerir. Sifat buruk Alex akan lebih buruk dari ini jika dibiarkan terus menerus. Memang sih harganya murah, tapi kalau tidak ditegur lama-lama akan semakin melunjak. Bisa-bisa ia yang rugi akibat ia tidak peduli.
Ia mengetuk pintu kamar Alex untuk beberapa kali, namun tidak ada jawaban sama sekali dari dalam sana. Sampai ketukan ketiga kali pun, laki-laki itu masih tidak menjawab.
Rina, tampak mengerutkan keningnya ketika melihat Reysa tengah memanggil-manggil Alex. Dengan langkah pelan, ia mendekati putrinya yang terlihat kesal. "Ada apa, Rey?"
Reysa sedikit tersentak dengan suara Rina. "Eh, mama." ucap Reysa yang masih setengah terkejut. "Kak Alex kok nggak jawab sih, ma?" tanya Reysa kembali mengetuk pintu kamar Alex.
"Kakak lagi pergi."
Tidak lama, terdengar suara deruman motor dari arah garasi. Reysa yakin itu adalah Alex. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Reysa berlari meninggalkan Rina yang geleng-geleng ditempatnya.
Sepanjang jalan Reysa terus mendumal tidak jelas sembari memukul-mukul telapak tangan yang satunya. Gadis itu dongkol dengan apa yang Alex lakukan. Kalau saja Alex izin terlebih dahulu, ia pasti akan memberikannya. Ini sih sama saja seperti mencuri.
Reysa menarik handle pintu dengan kasar, mendapati wajah terkejut Alex yang terlihat kelelahan. Dengan gerakan cepat, Reysa menyikut perut Alex, membuat laki-laki itu mengaduh.
"Kamu nggak pa-apa, Al?"
Reysa tidak pernah peduli dengan perempuan yang selalu dibawa oleh Alex. Sudah hampir tiga kali, tetapi ia masih tidak peduli padanya. Bukan apa-apa, pacar Alex lumayan cantik, membuat ia tidak percaya diri jika berjejer dengan perempuan itu. Raut wajah Vanda terlihat khawatir dengan Alex yang tengah meringis karena pukulan Reysa sedikit keras dan tiba-tiba.
"Lo apa-apaan, sih?" tanya Alex berang.
Reysa mencebik. "Halah kaya gitu aja kesakitan," cibirnya. Gadis itu bersidekap dada sembari menatap sinis Alex. "Lo kan yang nyuri susu kotak gue?"
"Lah bukannya lo bilang gue boleh ngambil?"
Reysa meremas udara. Sangat gemas dengan tingkah Alex yang tidak sebanding dengan otak yang katanya cerdas itu. "Tapi bukan berarti lo abisin bambang!"
Tidak ada gunanya juga meluap-luapkan emosi pada laki-laki itu. Harusnya ada lemari pendingin sendiri di kamarnya. Kalau seperti ini, jelas rugi dirinya.
"Mau aku beliin? Yuk ke minimarket."
Wajah polos Vanda membuat Reysa bertambah geram. Walaupun ini adalah hal sepele, tetapi tetap saja Alex melanggar. Bukannya ia pelit, tapi dari awal ia sudah mengatakan bahwa Alex boleh mengambil susu kotak miliknya. Tapi apa harus sampai dihabiskan?
"Lagian cuman gitu doang dipermasalahin. Tinggal beli lagi apa susahnya?" Vanda mengusap lengan Alex untuk menenangkan laki-laki itu. Vanda sendiri juga tahu kalau itu adalah hal sepele. Namun, jika hal seperti itu terus dibiarkan pasti akan melunjak.
Ponsel Reysa bergetar. Gadis itu segera merogoh ponselnya yang berada disaku. Setelahnya, gadis itu mengerutkan kening. Betapa tidak masuk akalnya Renald mengirim pesan padanya. Apa laki-laki itu sudah memaafkannya?
KAMU SEDANG MEMBACA
DISPARAÎTRE [END]
Roman pour Adolescents[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA, DAN JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA!] NOTE : AWAS TYPO "Gue Renald. Kalo lo mau tau nama gue." "Gue nggak nanya. Gue juga nggak mau tau." *** Bertemu dengan laki-laki menjengkelkan sungguh sangat mengusik kehidupan damai...