"The memories are like a nightmare. He always haunts my mind without being asked."
***
Langit jingga yang temaram begitu memanjakan mata. Kedua manusia berbeda gender, tampak menikmati pemandangan memukau matahari yang hampir tenggelam di peraduan. Angin sore hari tampak lepas menyapu wajah mereka, dengan ombak yang saling menggulung disetiap detiknya.
Pandangan Renald tak lepas dari gadis cantik di sampingnya. Ia menelisik setiap sisi wajah gadis itu dengan senyuman tipis yang selalu tersemat di bibirnya. Sampai dimana gadis itu sadar, bahwa sedari tadi Renald terus memandangnya.
Reysa mencebik kesal, mendapati wajah tak berdosa Renald yang menunjukkan cengiran khas laki-laki itu. "Ngapain lo liat-liat gue?"
"Lo cantik, Rey."
"Emang, baru nyadar lo?"
Memang, sosok Reysa itu sangat berbeda dengan kebanyakan gadis diluar sana. Jika mereka tampak malu-malu ketika mendapatkan rayuan dan gombalan, Reysa beda lagi. Gadis itu pasti akan menentang mentah-mentah siapapun yang mencoba memujinya. Atau malah menyombongkan diri seperti sekarang ini.
Renald berdecak. "Lo tuh ya, bukannya terima kasih udah gue puji."
"Yang nyuruh lo muji gue siapa?"
Perasaan gemas Renald mengalahkan keketusan Reysa. Laki-laki itu bergerak untuk memeluk tubuh Reysa, namun gadis itu lebih dulu menghindar.
"Bukan mukhrim tolol."
Reysa bergeser untuk menjauh dari Renald. Dari pada harus dipeluk oleh laki-laki itu yang notabenya adalah cowok kampret, lebih baik ia menjauh saja. Lagi pula di sini banyak sekali pengunjung. Bisa-bisa ia menjadi bahan gosip oleh ibu-ibu rempong yang sekarang memakai baju couple berwarna pink.
"Halah sok islami. Kerjaannya aja ngumpat."
Reysa berdecih. "Dari pada lo nggak punya akal budi."
Renald tergelak, membuat Reysa hampir saja ingin menghilang sekarang juga. Bukan apa-apa, humor laki-laki itu begitu receh. Hanya seperti itu saja sudah tertawa seperti kesetanan.
"Motivasi lo apa sih bisa suka sama gue?"
Setelah diam untuk beberapa saat, Reysa kembali bersuara. Gadis itu tidak menoleh, tetap fokus pada langit yang kini mulai menggelap.
"Jangan terlalu berharap lebih sama gue." lanjut Reysa. Gadis itu menunduk, memainkan pasir putih yang sedikit basah karena air laut.
Hawa dingin mulai meyelimuti keduanya yang sama-sama diam. Saling memikirkan apa jawaban dan asumsi yang tepat untuk membalas pernyataan dari Reysa tadi.
Karena sejak awal, Reysa tidak tahu tentang alur takdir yang selama ini gadis itu jalani. Semua yang terjadi secara tiba-tiba ini, membuatnya seperti dipaksa untuk kembali mengingat hal menyakitkan. Mencoba mengabaikan juga tidak akan mungkin bisa.
"Lo itu beda, Rey."
"Jangan suka sama gue, Ren."
Keduanya saling beradu pandang. Diam, seraya mencerna apa yang baru saja Renald dengar. Sampai gadis itu kembali mengatakan sesuatu yang lebih menyakitkan dari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
DISPARAÎTRE [END]
أدب المراهقين[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA, DAN JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA!] NOTE : AWAS TYPO "Gue Renald. Kalo lo mau tau nama gue." "Gue nggak nanya. Gue juga nggak mau tau." *** Bertemu dengan laki-laki menjengkelkan sungguh sangat mengusik kehidupan damai...