"And now, even he was having trouble controlling his emotions. Because their words really make him feel sick."
***
Menyusuri koridor dengan sepanjang jalan tampak dilirik sinis bukan termasuk keinginan Reysa. Gadis itu bahkan sudah muak sekali dengan ini. Bukan hanya teman seangkatannya, tetapi juga adik kelas dan kakak kelas.
Ia sangat risih diperlakukan seperti ini. Kalau saja ia sudah tidak ingin berbaik hati pada mereka, dipastikan ia akan membungkam mulut mereka dengan kata-kata kasarnya.
"Diem-diem jadi perebut aja tuh orang."
Kalimat seperti ini yang membuat ia merasa muak setiap harinya. Atau kalau tidak...
"Untung kak Zeva nggak marah ya, tunangannya ditikung."
Bahkan ia tidak bisa bernapas dengan baik setelahnya. Sentuhan dari bahunya membuat Reysa refleks memelintir tangan orang itu.
Membuat orang itu memekik dan beberapa orang yang berada disana.
"A-aah..."
Reysa tersadar. Segera ia melepaskan tangan orang itu. "Eh-eh, sorry, Ren."
Orang itu adalah Renald. Ia menyentuh tangan Renald. "Masih sakit, nggak?" tanya Reysa khawatir.
Renald menggeleng. "Enggak, kok."
"Udah gitu malah dikasarin lagi."
"Kasian kan, kak Renald."
Besok Reysa pastikan, mereka akan malu sendiri karena kelakuan mereka.
"Kalian bisa, nggak usah ngomongin tentang Reysa lagi?" tanya Renald sembari melayangkan tatapan mengintimidasi. "Kalo nggak tau apa-apa, jangan sok tau."
"Dibunuh Reysa, mampus lo semua!"
Reysa memukul lengan Renald. Laki-laki itu meringis lantas terkekeh geli.
"Tapi kak Renald lebih pantes sama kak Zeva."
Reysa melangkah maju mendekati teman seangkatannya. Lantas ia melayangkan sebuah bogeman, yang mendarat pas pada tembok sebelah kepala gadis itu.
Darah segar mengalir dari sela-sela jarinya. Ia menatap tajam seorang gadis yang tengah ketakutan karenanya. Beberapa murid yang memang berada disana, terpekik. "Mau pantes atau enggak, emang lo berhak ngejelekin gue?"
Dadanya bergemuruh. Sisi liarnya sekarang benar-benar muncul dihadapan banyak orang. Ia mencoba untuk menahan semuanya. Tapi sudah tidak bisa.
Reysa ancang-ancang akan menampar gadis itu, namun tertahan karena ia tidak mau mencari masalah. Dan membuat orang tuanya marah karena kelakuannya.
Ia menggeram. Setelahnya, gadis itu beranjak. Sepanjang jalan, gadis itu ditatap seperti monster yang akan membunuh mereka.
Sementara Renald mengikuti gadis itu. Sebenarnya yang harus disalahkan disini adalah dirinya. Ia yang memulainya, membuat Reysa tidak nyaman.
Ia berhenti diambang pintu toilet. Netranya memandang Reysa yang tengah membersihkan darah pada jemarinya. Raut wajah gadis itu masih datar. Sangat tenang dan tidak terlihat emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DISPARAÎTRE [END]
Ficção Adolescente[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA, DAN JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA!] NOTE : AWAS TYPO "Gue Renald. Kalo lo mau tau nama gue." "Gue nggak nanya. Gue juga nggak mau tau." *** Bertemu dengan laki-laki menjengkelkan sungguh sangat mengusik kehidupan damai...