"Time to go for good. If she persisted, she himself didn't know if he would ever hurt her again."
****
Kedatangan Reysa ke sekolah banyak mendapat tatapan hina dari mereka. Masih sama seperti kemarin saat fotonya terpajang di mading sekolah. Dibelakangnya ada Bara dan juga Frans yang berjalan sok cool dengan kacamata hitam yang bertengger dihidung mereka. Pesona keduanya tampak mengalihkan mereka dengan pandangan yang berubah kagum.
Reysa hanya mendengus kasar. Harusnya ia sendiri saja datang ke sekolah. Akhirnya tidak akan seperti ini. Lagi pula, Frans tidak seperti biasanya. Padahal biasanya laki-laki itu tampak kalem dengan penampilan yang sederhana. Sepertinya Bara sudah meracuni otak Frans.
"Masih aja berani nunjukin muka disini."
Langkah Reysa terhenti, mendapati wajah meremehkan milik Elma yang tampak bersidekap dada. Gadis itu terkekeh geli sembari menatap hina pada Reysa. Pandangannya jatuh pada Intan yang juga tengah tertawa kecil disusul Fina yang terlihat terkejut dengan kehadirannya.
Bara jelas merasa senang karena bertemu dengan Fina di sini. Koridor ini mulai ramai dari berbagai siswa yang memang penasaran dengan kehadiran Reysa. Mereka hanya tahu bahwa Reysa dikeluarkan dari sekolah. Dan kali ini, untuk apa gadis itu datang lagi? Dan memakai pakaian bebas dengan ripped jeans dan juga kaos pendek.
"Kan nggak punya muka, El. Lo masa nggak paham sih?" keduanya tertawa mengabaikan Bara dan Frans yang tengah menahan emosi.
Bara mendekat ke arah Reysa disusul Frans yang tengah menurunkan kacamatanya. Ia memandang Elma yang tampak masih santai dengan kehadirannya dan Bara saat ini. Yang jelas-jelas tahu tentang kehidupan gadis itu.
"Tampang lo kaya nggak punya dosa aja, El."
Setelah dipikirkan kembali, sepertinya Elma pernah melihat laki-laki itu. Namun, ia tidak ingat sama sekali pernah bertemu dengan Bara. Hanya saja ia pernah mendengar suara itu tengah membicarakan banyak hal di sebuah hotel.
"Om Johan udah dipenjara, udah ada penggantinya belom?"
Tubuh Elma menengang ditempat. Ia ingat, Bara yang waktu itu menegur Johan saat ia berada di depan hotel bersama Johan. Tangannya mulai berkeringat, mengepal disisi tubuh sembari menunjukkan ekspresi setenang mungkin.
Bara tertawa kecil melihat wajah gugup milik Elma. Untung ia memiliki ingatan yang begitu tajam, jadi kejadian sekecil ini ia bisa mengingatnya.
"Ah, ada penghianat juga ternyata. Apa kabar lo? Nggak ada tanda-tanda mau mati, kan?" gurau Bara. Namun, ada bumbu-bumbu menyindir yang dituangkan dalam sebuah gurauan.
Reysa hanya terkekeh kecil melihat raut wajah Fina yang masih tampak datar. Kedua tangannya saling mengepal memandang Bara dan juga dirinya dengan tajam.
"Gue saranin, lo berdua jauh-jauh dari dia kalo nggak mau nama lo berdua jelek nantinya." ucap Frans pada Intan dan juga Elma.
Setelahnya, ia memilih beranjak sembari menarik Reysa pergi dari sana. Ia mendatangi ruang kepala sekolah, dipimpin Bara yang tampak arogan. Setelah menjelaskan banyak hal, Bara menunjukkan sebuah video kepada pak Eza. Membuat pria paruh baya itu terkejut bukan main.
Mereka juga diizinkan memakai aula untuk mengungkapkan kesalahpahaman. Mereka semua berhak tahu, bahwa itu adalah rencana jahat Fina untuk Reysa. Bu Wanda dan juga bu Endah baru saja datang, dan langsung disuguhi video memalukan seperti itu.
"Saya akan segera mengumumkan agar seluruh siswa berkumpul di aula."
Bu Wanda pamit, meninggalkan ruangan itu dengan dada yang bergemuruh. Ia jadi tidak enak hati pada Reysa, padahal ia sudah memojokkan gadis itu karena sebuah kesalahpahaman. Dan ia tidak bisa memaafkan murid seperti Fina.
KAMU SEDANG MEMBACA
DISPARAÎTRE [END]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA, DAN JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA!] NOTE : AWAS TYPO "Gue Renald. Kalo lo mau tau nama gue." "Gue nggak nanya. Gue juga nggak mau tau." *** Bertemu dengan laki-laki menjengkelkan sungguh sangat mengusik kehidupan damai...