35. MISUNDERSTANDING

241 44 0
                                    

"You should have listened to the explanation first, so there's no misunderstanding again."

***

Suasana hati Renald sedang tidak baik-baik saja. Datang ke sekolah saja tidak ada niat sama sekali. Gara-gara pemandangan tadi malam, moodnya menjadi buruk. Bahkan, kejadian tadi malam masih saja menggentayangi pikirannya. Ia sudah berusaha untuk membuang jauh-jauh, tapi tetap saja tidak mau hilang.

Renald yang dibodohi apa memang terlalu bodoh mempercayai gadis itu? Jelas saja mereka tidak pernah terpisahkan, karena itu adalah cinta pertama Reysa. Agaknya susah untuk dilupakan walaupun sudah lama berlalu.

"Renald?!"

Harus bersikap seperti apa Renald sekarang? Apa ia harus pura-pura tersenyum, agar Reysa tidak tahu apapun tentang yang ia rasakan sekarang? Atau mengacuhkan Reysa, dan berlalu dari parkiran? Atau menoleh, lalu melirik sinis?

Sepertinya terlambat. Reysa sudah berada di depannya, menampilkan wajah khawatir dan berantakan. Satu yang paling menonjol, mata sayu dan bibir yang terlihat pucat. Renald tidak tahu, apa Reysa sakit atau memang wajah Reysa seperti itu.

"Lo kenapa, sih? Kalo nggak jadi dateng bisa kan kasih tahu gue. Biar gue nggak nungguin lo disana?"

Reysa tahu, Renald melihatnya ketika ia berpelukan dengan Bimo. Entah kerasukan setan seperti apa, ia mau saja memeluk laki-laki brengsek itu. Padahal kalau dipikir-pikir, itu bukan urusannya lagi. Malah lebih mengarah, ia hanya sebuah pelampiasan.

Renald masih diam, membuat Reysa bertambah frustasi karena itu. Harusnya Renald menjelaskan dan tidak mendiaminya seperti ini. Agar ia bisa mencari solusi selanjutnya bagaimana. Kalau seperti ini, bisa-bisa ia bertambah pusing karena memikirkan Renald.

"Lo bohong, Rey."

Reysa kalang kabut mendengar sahutan Renald. Ia tidak tahu apa maksud perkataan itu. "Bohong apa s—"

"Lo bilang, lo udah nggak cinta sama mantan lo. Tapi tadi malem lo ngapain peluk-pelukan sama dia? Itu yang namanya udah nggak cinta?"

Reysa menghela napas kasar. Bimo itu seperti magnet yang tidak bisa ditolak. Entah dorongan dari mana, ia mau-mau saja memeluk laki-laki brengsek itu. Harusnya ia memilih tak peduli, dan membiarkan laki-laki itu.

"Gue emang udah nggak cinta sama dia. Tadi malem gue cuman—"

"Cuman khilaf?" Renald terkekeh geli mendengar balasan Reysa.

Ia sendiri sudah muak dengan semuanya. Berhubungan dengan Reysa ada saja hal rumit yang selalu mampir tanpa diundang. Bahkan tak tanggung-tanggung merecoki kedamaian yang tengah berjalan. Ia sangat lelah menjalani hubungan aneh ini.

Renald memilih beranjak meninggalkan Reysa yang masih termangu ditempat. Belum lama ia berbaikan dengan Renald, sekarang sudah timbul saja masalah baru. Belum juga ia bahagia, sudah ada yang merecoki saja.

Reysa menyempatkan diri untuk mampir ke kantin. Rencananya hari ini ia tidak akan menonton lomba, dan memilih duduk-duduk di rooftop sekolah. Lagi pula, tidak ada yang menyenangkan sama sekali. Di sana ia bisa bebas tiduran dan melakukan segala hal tanpa mendengar kebisingan dari teriakan para penonton lomba. Basket sudah tidak semenarik dulu, apa lagi moodnya sedang tidak baik sekarang.

DISPARAÎTRE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang