29. MISS, HUG, & JEALOUS

344 46 0
                                    

"The longing that he had been holding in all this time finally paid off with a hug."

****

"WHAT'S UP, GENGS!"

Sapaan dari Reysa membuat mereka refleks menoleh. Gadis itu tersenyum lebar sembari melangkah menuju mereka. Sorakan senang dari mereka tampak menyapa Reysa.

Reysa mengepalkan tangannya untuk adu tos kepalangan tangan pada mereka. "Galang!" seru gadis itu semangat, lalu memeluk tubuh Galang.

Ia menguraikan pelukannya, membuat laki-laki itu menekuk wajahnya. "Kurang lama pelukannya, Cha."

Reysa mendengus geli. Galang adalah tipe laki-laki penyayang dan juga ramah pada semua orang. Laki-laki baik itu selalu perhatian pada Reysa. Itu yang gadis itu rindu dari Galang.

"Nggak boleh lama-lama."

Ia beralih pada laki-laki cuek tetapi romantis yang sekarang tengah merentangkan tangannya. Senyuman manis itu yang membuat Reysa rindu dengan laki-laki romantis itu. "Gevan."

Ia memeluk Gevan cukup erat. Menyalurkan kerinduan yang sudah lama ia pendam karena perbedaan daerah. Bisa saja mereka bertemu, tetapi Reysa tidak memiliki waktu banyak, walau hanya sekedar ke Bandung.

"Lama banget ya, Cha, nggak ketemu." ujar Gevan. Laki-laki itu mengelus surai coklat milik Reysa dengan lembut.

Reysa menguraikan pelukannya. "Iya. Sampe gue rindu banget sama lo." Reysa terkekeh geli. Ia menepuk bahu Gevan untuk beberapa kali, lalu beralih pada laki-laki humoris yang tengah duduk sembari memandang Reysa.

Ia mengajak laki-laki itu untuk tos adu kepalan tangan. "How are you, Devan?!"

Devan bangkit dari duduknya, lalu menarik Reysa ke dalam pelukannya. "I'm fine, darling."

Reysa mencubit pinggang Devan, membuat laki-laki itu mengaduh. "Sadis banget, Cha, cubitan lo." ia mengusap bekas cubitan yang masih terasa sakit sampai sekarang.

Reysa tertawa, lalu mengusap bekas cubitan itu. "Sakit banget emang?"

Devan mengerucutkan bibirnya. Laki-laki berlesung pipi itu tampak menekuk wajahnya. "Kaya digigit dinosaurus."

"Ngawur!" Reysa menggeplak lengan Devan. Laki-laki itu memang sering asal bicara. Yang terpenting adalah semua orang tertawa karena ucapannya.

Ia mengalihkan pandangannya pada seorang laki-laki yang tengah menatapnya datar. Dengan sebungkus coklat yang berada digenggaman laki-laki itu.

Heksa, laki-laki beriris mata biru itu hanya diam sedari tadi. Sering kali, Heksa selalu membuat lelucon dengan Devan. Namun, sekarang tampak diam ditempatnya.

Ketiga laki-laki itu tampak pamit dan meninggalkan Reysa dan Heksa. Ia menghampiri Heksa yang tampak menepuk sofa, meminta Reysa untuk duduk disebelahnya.

Gadis itu menurut dan mengambil duduk disana. Laki-laki itu bersandar pada bahu Reysa, yang membuat gadis itu sedikit heran. "Kenapa, Sa?"

Selain humoris, Heksa juga manja padanya. "Pening kepala gue." hanya itu yang keluar dari mulut Heksa.

"Sakit, ya?" tanya Reysa sembari mengecek suhu tubuh Heksa menggunakan punggung tangannya. Gadis itu tersentum tipis, lalu mengusap puncak kepala Heksa.

"Mau gue anterin ke kamar?"

Heksa menggeleng. "Enggak, deh. Disini aja."

Terlalu lama tidak bertemu dengan Heksa, rasanya sedikit canggung dan berbeda. Sama seperti pada mereka semua. Ia tidak terbiasa lagi dengan sikap manja dan juga perhatian padanya.

DISPARAÎTRE [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang