"Maybe it's a punishment for you, because you never want to believe in the truth."
****
Pagi ini, Reysa banyak mendapatkan ucapan permintaan maaf dari para murid SMA Lawrence, terutama teman seangkatannya. Mereka sangat merasa bersalah menuduh gadis itu banyak hal.
Di koridor kelas sebelas, ia berpapasan dengan Elma dan juga Intan. Keduanya tampak menatap ke arahnya, namun tidak menegurnya sama sekali. Ia hanya mengedikkan bahunya acuh, membawa langkahnya menuju kelas.
Saat di lorong, ia bertemu dengan Renald. Laki-laki itu menghentikannya, menariknya menuju tempat yang begitu indah dipandang mata. Rooftop adalah pilihan terbaik. Dari sana, mereka bisa memandang banyak hal tanpa terhalang apapun.
Reysa diam, mengamati kendaraan yang berlalu lalang di bawah sana. Melihat beberapa orang yang tengah berjalan-jalan sembari menenteng minuman. Atau orang yang tengah menunggu angkutan datang di halte dekat sana.
"Gue boleh minta sesuatu sama lo?"
Atensi Reysa teralih, menatap Renald yang kini terlihat begitu serius. Ia tidak terlalu peduli, tetapi Reysa tetap mengangguk. Membiarkan Renald mengungkapkan apa yang ingin laki-laki itu katakan.
"Gue mau lo balik sama gue."
Reysa mendengus geli. Netranya memandang tali sepatu yang tidak terikat. Kemudian mendongak, menatap bola mata teduh yang begitu menginginkan sosoknya hadir kembali dikehidupan laki-laki itu.
"Gue nggak bisa."
"Tapi kenapa?"
Reysa menoleh, menatap datar wajah Renald yang merasa tidak terima dengan balasan Reysa. "Gue nggak mau ngulang kesalahan, Ren. Gue nggak mau ngulang sesuatu yang emang nggak akan pernah bisa berubah."
Renald termangu. Apa sifatnya terlalu kekanak-kanakan? Bersikap seolah-olah apa yang belum terbukti tetaplah salah dimatanya?
"Gue nyesel, Rey."
Reysa memalingkan wajahnya, nada suara Renald benar-benar menyakitkan ditelinganya. Rasanya sakit ketika mendengar suara lemah milik Renald.
"Gue janji, nggak akan pernah ngulang kesalahan yang sama. Tapi kasih kesempatan satu kali lagi ya buat gue? Gue pasti bakal berusaha buat bersikap dewasa sama semuanya. Please, Rey, satu kali lagi."
Matanya terpejam, merasakan semilir angin yang menerpa wajah Reysa. Rambut yang tadi pagi ia cepol, kini terurai bebas karena sapuan angin.
Reysa juga belum bisa jauh dari laki-laki itu. Entah mengapa seperti ada sesuatu yang mengganjal di hatinya, meminta laki-laki itu tetap menetap. Tapi bibirnya kelu, untuk sekedar mengatakan itu.
Semakin ia terus meyakinkan hatinya untuk menolak Renald, mengapa rasanya semakin sakit? Seolah-olah ia tidak mau kehilangan sosok laki-laki yang bahkan sering menyakitinya. Apa ia harus memberi kesempatan lagi? Apa kesalahan yang dulu tidak akan pernah terulang lagi nantinya?
"Gue bingung, Ren. Gue masih cinta sama lo, tapi rasanya susah banget buat nerima lo lagi. Sifat lo yang bikin gue ragu buat ngasih lo kesempatan."
Jantung Renald berdebar. Sudah tidak ada harapan lagi untuk kembali menjalin hubungan dengan Reysa. Ia tidak akan pernah memaksakan apapun. Walaupun ia akan merasa tidak rela dan menyesal nantinya.
Kini, Reysa menatap dalam netra laki-laki itu. "Gue udah ngasih kesempatan buat lo dengerin apa yang perlu lo tau dari gue. Tapi apa? Lo dateng ke sini buat dengerin semuanya? Enggak kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DISPARAÎTRE [END]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA, DAN JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA!] NOTE : AWAS TYPO "Gue Renald. Kalo lo mau tau nama gue." "Gue nggak nanya. Gue juga nggak mau tau." *** Bertemu dengan laki-laki menjengkelkan sungguh sangat mengusik kehidupan damai...