"She has gone. Leaving deep memories."
***
"Kematian, pukul 00.00, Kamis, 9 Juli 2020..."
Mereka tertegun mendengar penuturan sang dokter yang mengatakan tanggal kematian dari Reysa. Yang paling merasa kehilangan adalah Renald. Laki-laki itu langsung berlari ke ruang ICU untuk kembali menemui Reysa.
Langkahnya terhenti di ambang pintu, menyorot tajam sang suster yang tengah melepas semua alat medis yang terpasang di tubuh Reysa. Dengan langkah lebar, Renald mendekati mereka, dan menepis salah satunya untuk menghentikan aktivitas mereka.
"SIAPA YANG MINTA KALIAN BUAT LEPASIN INI, HAH? PERGI LO SEMUA DARI SINI!" bentak Renald dengan nada yang begitu marah.
"GUE BILANG- PERGI LO SEMUA DARI SINI!"
Renald kembali mengusir para suster yang ada di sana. Ia menoleh, memandang wajah pucat milik Reysa yang sekarang tengah menutup mata.
"Can you hear me, Dear?" Renald tertawa pedih, meneteskan air mata perih yang terasa begitu nyeri dan ngilu.
"I REPEAT REYSA! CAN YOU HEAR ME?" teriak Renald terdengar begitu pilu. Laki-laki itu merengkuh tubuh Reysa yang sudah kaku dan dingin serta napasnya yang menghilang semenit yang lalu.
"LO BISA DENGER GUE, KAN? REYSA! LO PASTI DENGER KAN?"
Renald kembali berteriak, meminta gadis itu untuk kembali bangun dan menetap lebih lama di dunia ini. Pelukan di tubuh Reysa semakin erat, memberitahu pada semuanya bahwa laki-laki itu tidak rela kalau gadis itu pergi jauh untuk selamanya.
Memberitahu mereka bahwa ia tidak mau kehilangan perempuan yang begitu mengerti dirinya. Begitu peduli tentangnya, dan semuanya yang berhubungan dengan kehidupannya.
"WAKE UP, REYSA! I BEG OF YOU."
Renald mulai merasa putus asa, ketika merasakan tubuh kaku itu terasa begitu dingin. Orang-orang yang berada di sana memilih untuk menjauh, agar tidak melihat pemandangan menyakitkan seperti ini.
Teriakan dari Renald malah membuat mereka lebih sakit lagi. Yang dirasakan mereka tidak separah yang dirasakan Renald sekarang.
"WAKE UP, WAKE UP, WAKE UP. YOU CAN'T GO. YOU CAN'T GO, REYSA!"
Renald mengecup kening gadis itu cukup lama. Air matanya sedari tadi terus luruh ke permukaan. Jatuh mengenai kelopak mata Reysa yang kini tertutup rapat.
Rasanya baru tadi ia mendengar bahwa gadis itu masih menyayanginya. Tetapi baru beberapa menit, gadis itu sudah pergi jauh tanpa memberi aba-aba terlebih dahulu. Gadis itu belum memberinya kesempatan untuk menebus semua kesalahan yang pernah ia lakukan pada Reysa. Tetapi Reysa lebih dulu pergi untuk selama-lamanya.
Harusnya ia langsung menemui sang dokter untuk mendonorkan ginjalnya pada Reysa. Harusnya ia tidak membuang banyak waktu, walau itu untuk sekedar menguatkan gadis itu.
Mengapa ia harus merasakan penyesalan untuk kesekian kalinya? Harusnya memang ia tidak datang dikehidupan gadis itu. Sepertinya semua yang terjadi pada gadis itu karena dirinya. Kalau saja ia tidak mendekati Reysa, pasti gadis itu hidup bahagia.
"Gue udah janji, Rey. Gue udah janji sama lo, kalo gue nggak akan ganggu lo lagi. Tapi lo harus tetep ada di sini. Lo jangan pergi."
Tapi semuanya sia-sia, Reysa tidak akan mungkin bangun lagi walau Renald memohon dengan sangat.
"KENAPA TUHAN KEJAM SAMA GUE? KENAPA TUHAN BIARIN LO PERGI DARI GUE SELAMANYA. GUE NGGAK MINTA BUAT LO PERGI JAUH, TAPI KENAPA LO BAHKAN PERGI JAUH BANGET."
KAMU SEDANG MEMBACA
DISPARAÎTRE [END]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA, DAN JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA!] NOTE : AWAS TYPO "Gue Renald. Kalo lo mau tau nama gue." "Gue nggak nanya. Gue juga nggak mau tau." *** Bertemu dengan laki-laki menjengkelkan sungguh sangat mengusik kehidupan damai...