"Why should it be embarrassing?"
***
Wajah damai Reysa membuat Frans lebih tenang dari sebelumya. Gadis itu tengah tertidur pulas setelah tadi berdebat banyak hal dengannya. Ia menarik selimut hingga sebatas dada, lalu mengusap puncak kepala Reysa.
Setelahnya, Frans memilih beranjak dari kamar itu dan turun ke lantai dasar. Di ruang tengah sudah ada teman-temannya yang tengah membahas tentang masalah Reysa yang tengah terjadi sekarang ini. Ia mengambil duduk disalah satu single sofa, dan mulai menyimak apa yang tengah Bara katakan.
"Menurut lo pada, ini kerjaan Bimo sama Fina nggak sih? Selain dia siapa lagi yang musuhin Reysa? Kan nggak ada."
Perkataan Bara cukup masuk akal. Veran juga melihat bahwa logat Fina begitu mencurigakan. Sering kali gadis itu melirik ponselnya, dan pergi ketika mendapat sebuah panggilan. Ketika ia akan mengikuti gadis itu, panggilan dari teman-temannya menghentikan Veran.
Ia juga sudah beberapa kali melihat Fina bertemu dengan Bimo. Tidak salah lagi, pasti mereka berdua yang sudah melakukan ini semua. Terutama Fina adalah perempuan licik yang selalu iri pada Reysa. Pastinya, gadis itu akan selalu mengacaukan apa yang membuat Reysa bahagia.
"Setuju gue. Gerak-gerik si jalang mencurigakan banget pas di sekolah. Apalagi udah kepergok sampe dua kali ketemuan sama Bimo." timpal Veran sembari memikirkan sesuatu.
"Lakinya kaya apa, sih? Penasaran gue. Jangan-jangan bewokan." tanya Devan sembari mengeluarkan tawanya.
"Laki siapa nih? Bimo kampret maksud lo?" balas Veran yang tidak mengerti dengan Devan.
Devan mendengus. Otak Veran memang terlalu cetek untuk sekedar memahami apa yang ia maksud. "Laki yang dipoto itu, sat!" seru Devan nyolot.
"Santai lo, su."
Veran hendak berdiri dan membogem mulut nyolot milik Devan, namun ditahan oleh Bara. "Dari mukanya seumuran sama gue, tapi kalo level gantengnya masih jauh dibawah gue." ucap Bara menyombongkan diri.
Laki-laki itu mengotak-atik ponselnya, lalu menunjukkan sesuatu disana. "Tuh potonya. Lakinya jelek nggak sih kaya babi?"
Gevan dan yang lain tergelak, disusul Galang yang baru saja kembali dari dapur. "Bara kalo ngatain orang emang paling jago. Dosa atau enggak tetep aja ditrobos."
"Padahal tampangnya juga kek babi." cerca Kevin yang tengah sibuk bermain game. Laki-laki itu menghentikan gamenya, kemudian melirik ke arah ponsel Bara yang menampilkan sebuah foto.
Bara tersenyum sinis. "Wah, ngajak adu jotos nih orang. Maju sini lo." ucap Bara mengebu-gebu, bangkit dari duduknya sembari menunjuk-nunjuk Kevin tidak terima.
"Lo semua bisa serius nggak, sih?" bahana tenang nan tajam membuat mereka terdiam begitu saja. Mulai fokus pada Frans yang menatap mereka datar.
"Mending sekarang lo cek cctv bar punya Bimo. Firasat gue Fina lagi disana ngomongin sesuatu sama Bimo."
Bara hanya mengangguk sekilas. Ia mengikuti perkataan Frans dan membuka laptopnya. Ia mengecek satu per satu setiap sudut yang terpasang oleh cctv, dan menemukan Bimo tengah duduk berdua bersama Fina disebuah ruangan. Itu pasti dari salah satu ruangan yang Regita pasang kamera.
Bara menambah volume suara, dan mulai mendengarkan percakapan mereka. Sampai dimana mereka selesai berbicara, semua yang berada disana sama-sama mengepalkan tangannya.
Tidak menyangka bahwa Bimo akan melakukan hal sefatal ini. Apa laki-laki itu tidak memikirkan perasaan dan nasib orang lain? Apa laki-laki itu tengah bersiap untuk menjerumuskan diri ke dalam jeruji besi?
KAMU SEDANG MEMBACA
DISPARAÎTRE [END]
Novela Juvenil[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA, DAN JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA!] NOTE : AWAS TYPO "Gue Renald. Kalo lo mau tau nama gue." "Gue nggak nanya. Gue juga nggak mau tau." *** Bertemu dengan laki-laki menjengkelkan sungguh sangat mengusik kehidupan damai...