"He will never be able to love her. Even if everyone insists on it."
****
Reysa menuruni anak tangga ketika Rina memanggilnya. Tidak biasanya wanita itu memanggilnya, padahal biasanya tidak pernah memanggilnya. Kecuali untuk makan malam.
Ia berlari kecil menuju ruang tengah, namun tidak siapapun disana. Apa ia dibohongi oleh Rina?
Gadis itu mendengus. Ia membawa langkahnya ke dapur untuk mengambil minuman dingin. Aktivitasnya terhenti ketika bi Minah bersuara.
"Nggak ke luar, non? Ada tamunya non, tuh."
Reysa mengernyit. Tamu? Siapa?
"Siapa, bi?" tanya Reysa. Gadis itu mulai meneguk minuman yang sempat gadis itu ambil.
Bi Minah mengangkat bahunya. "Saya nggak tau, non."
Gadis itu beranjak dari sana. Membawa langkahnya menuju ruang tamu. Ia menenteng botol minuman yang lupa ia letakkan tadi.
"Lo, Renald?"
Sedang apa laki-laki itu di rumahnya? Reysa ingat, jangan-jangan Renald mau memberinya undangan pertunangan laki-laki itu.
"Lama banget kamu, Rey. Sampe lumutan tuh pacar kamu." ujar Dheni yang mulai beranjak. Disusul Rina yang menahan senyumnya.
Reysa mendengus. "Orang cuman temen."
"Tapi tadi Renald bilang, kamu pacar dia." sahut Dheni sembari menahan tawanya. "Udah besar ternyata kamu ya, Rey."
Reysa berdecak kesal. Dheni memang senang sekali menggodanya. "Udah sana, ah!" usir Reysa sembari mendorong keduanya. "Nggak usah balik ke sini lagi."
Reysa bernapas lega ketika mereka tengah menapaki anak tangga. "PAPA PAHAM, REY. KAMU NGGAK MAU DIGANGGU, KAN?"
"PAPA!"
Gadis itu mengambil duduk diseberang sofa. Netranya menatap Renald yang masih diam sedari tadi. Reysa menghela napas. "Kenapa?" tanya gadis itu.
"Lo... marah sama gue?"
Renald yakin, pasti gadis itu sangat marah padanya. Seharusnya ia biarkan saja Zeva disakiti gadis itu. Pasti akhirnya tidak akan seperti ini.
Reysa menggeleng. Gadis itu menyenderkan kepalanya pada sandaran sofa. "Enggak." balasnya.
"Gue minta maaf kalo--"
"Lo nggak salah apa-apa. Kenapa minta maaf?" sela gadis itu.
Bukankah memang ia harusnya tidak marah? Ia juga tidak berhak memiliki sepenuhnya laki-laki itu. Yang lebih berhak adalah Zeva.
Renald tersenyum tipis. "Ya udah. Lo siap-siap."
Alis Reysa berkerut. "Emang mau kemana?"
Apa gadis itu tidak bisa mengingat dengan baik? Padahal baru kemarin gadis itu mengatakan padanya. "Katanya mau ke pantai."
KAMU SEDANG MEMBACA
DISPARAÎTRE [END]
Teen Fiction[FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA, DAN JANGAN LUPA VOTE DAN KOMENNYA!] NOTE : AWAS TYPO "Gue Renald. Kalo lo mau tau nama gue." "Gue nggak nanya. Gue juga nggak mau tau." *** Bertemu dengan laki-laki menjengkelkan sungguh sangat mengusik kehidupan damai...