106.Hurt

20 3 12
                                    

Andai aku punya pilihan lain selain pergi meninggalkan.
Andai saja aku punya alasan lain untuk bertahan, aku menginginkan tetap disini, di Negara ini, hanya saja, aku ingin keadaan dan kondisi yang berbeda dari saat ini.

Andai saja dia datang, memperjuangkanku, dan terus menggenggamku untuk tidak meninggalkannya barang hanya sedetik.

Andai dia tau, alasanku pergi dan memutuskan untuk meninggalkan semua ini, andai saja.

Andai kali ini, hanya kali ini saat aku akan benar benar pergi, dia hadir, memelukku dan membisikkan sesuatu di telingaku 'Sayang, jangan pergi. Aku tak pernah memintamu pergi. Kumohon, kembalilah, dan menetaplah dihatiku kini"---Haha! andai saja !

Kini, semuanya harus benar benar diakhiri.

Perasaan ini,
Cerita cinta ini,
Kenangan kenangan ini,
Dan semua yg pernah terjadi hingga nanti.

Sadarilah!

Dia tak datang kesini walaupun sekedar bilang 'Maafkan aku yg pernah menyakitimu..' Hm. Tak akan ada lagi.

Dia benar benar sudah tak perduli.
Hanya bisa menyakiti tanpa permisi, lalu pergi dan tak pernah kembali.
#Berdamai dengan hati,
-Sheerena-.

Kali ini gue bener bener sudah duduk diatas kursi pesawat.

Beberapa detik lagi gue meninggalkan Indonesia. Tanah air tercinta gue.

'Maafkan Indonesia, karena kebencianku terhadap satu rakyatmu, aku pergi meninggalkanmu.'

Hati gue masih ngga bisa diem aja.

Berontak terus, antara tetap tinggal atau mencoba pergi.

Keduanya sama sama punya resiko yg ga mudah buat gue.

'Semuanya sudah kau lakukan Ren! Sekarang keputusanmu harus kembali bulat. Beberapa detik lagi pilihanmu meninggalkan tanah kelahiranmu akan segera terlaksana. Walaupun berat, ini adalah resiko karena kau sendiri yg memilih pilihan ini. Ini pilihanmu, ini konsekuensi yg harus kau terima. Tak bisa lagi dekat dengan orang orang terbaikmu, dan juga mungkin justru akan bisa lebih menenangkanmu. Ini adalah konsekuensi atas pilihanmu sendiri. Tanggung jawablah!' --Sedikit sisi dalam diri gue yg sedang berusaha menguatkan gue.

"Ren?" panggil bang Rendra.

"Iya bang?" jawab gue.

"Berdoa dulu Ren, ini kita bakal terbang sekarang. Jan sedih mulu dong.." kata bang Rendra.

"Iya bang. Ngga kok.." jawab gue.

Dan dalam hitungan yg ketiga, pesawat ini benar benar meluncur.

Gue masih bisa melihat lambaian tangan Senu, Petty, Tasya, dan Dinda lewat jendela pesawat.

Hanya satu lambaian tangan yg sangat gue rindukan. Delta. Tidak sama sekali terlihat sedikitpun kali ini.

Walopun sebenernya itu adalah hal yg terberat buat gue lupain dia dengan cara ketemu sama dia, tapi ntah kenapa itu justru yg gue inginkan.

Siapa tau itu adalah pertemuan terakhir gue dengan Delta.

Yaaa, umur memang tidak ada yg tau.

Gue ga minta Tuhan nyabut nyawa Delta duluan kok, gue juga ga minta Tuhan nyabut nyawa gue dulu juga.

Gue bakal terima semuanya.

Toh, apa yg kita harapin lagi sih hidup di dunia? Cuman beberapa waktu aja. Tidak abadi di akhirat besok.

Memang cara terbaik melupakan sesorang yg telah menyakiti kita adalah dengan mendekatkan diri dengan Sang Pencipta.

Rasanya lebih menenangkan walopun setelahnya sama saja masih menjengkelkan.

Sudahlah, Tenanglah.

Hati, terimakasih sudah sekuat ini.
Terimakasih telah menemaniku hingga kini.
Terimakasih juga telah bersabar menunggunya kembali.
Selamat move on!

Gue liat bang Rendra yg udah terlelap disamping gue. Mungkin dia kecapekan.

Gue mulai buka satu persatu amplop yg mereka kasih tadi buat gue.

Amplop biru muda dengan pita biru navy. Sangat cantik.

Setelah gue buka isinya :

Selamat tinggal Sheerena.
Semoga disana lo nemuin apa yg lo cari selama ini.
Maafin gue yg sempet diemin lo beberapa waktu setelah penolakan itu, tapi gue gada niat sedikitpun buat jauhin lo. Sampai kapanpun mungkin :)
Gue pikir saat penolakan itu terjadi, saat kita sama sama mematahkan hati, gue pikir lo udah ada yg mengobati.
--Manusia yg lo bilang hatinya sedang lo jaga. Jadi gue gausah sok sok an nenangin lo ya, heheh.
Tapi ternyata salah!
Gue baru sadar, ternyata lo setegar ini. Setegar menyembunyikan kebohongan besar ini.
Lo sama sekali ga pernah keliatan sedih, murung, kecewa atau apapun itu.
Bukan gue yg emang gapernah liat lo kek gitu ya, cuman karena gue yg diem diem masih mengawasi setiap gerak gerik lo.
Lo hebat Ren! Lo hebat nyembunyiin rasa buruk lo itu semua dari gue, dari semua orang bahkan.
Lo juga hebat banget bisa sepinter itu bohongin keadaan lo saat itu sama gue.
Gue bangga sama lo Ren.
Gue gamarah kok, apapun yg lo lakuin sama gue udah gue maafin ^_^
Mungkin memang saat itu gue dibohongi sama lo, tapi lama lama hati gue juga terbiasa.
Terbiasa dengan kebohongan lo. hehe.
Sudahlah, tidak apa apa :)
Mungkin Tuhan masih enggan mengabulkan doa doaku selama ini untukmu.
Mungkin saja, Tuhan memang sedang mempersiapkan jodohku untuku dalam waktu dekat ini.
Terimakasih semuanya Sheerena.
Baik baik disana. Jaga diri lo baik baik yah. Gue tetep sayang sama lo. Sebagai sahabat bukan? :)
Terimakasih segalanya😅
-Senu.-

Senu? Iya.

Lagi lagi manusia sialan itu :)

Satu surat yg sudah berhasil ngebuat tumpah sebagian besar air mata gue.

'Terimakasih Sen,'

Dan untuk surat lainnya, gue bakal baca besok aja. Saat gue udah ada di Washington.

Tubuh gue lelah dan hati gue juga lelah.

Gue belum bisa memutuskan seberapa lamanya gue ada di Washington kelak.

Tidak akan kembali lagi? Bisa saja itu semua terjadi.

Karena gue cuman bisa berdoa, selebihnya Tuhan yg punya rencana.

Terimakasih Indonesia, kamu masih dihati selamanya.

Kamu penyimpan begitu banyak kenangan di dalamnya.

Baik baik ya, jangan rusak negerimu lagi.

Kasihan manusia manusianya.

Jangan lupa, jaga salah satu manusia yg hidup disana ya..

Dia adalah rindu yg candu untukku.

Kutitipkan dia padamu, wahai negeriku❤

                                  ***
Terimakasih semuanya ❤

Belum end_-

See youuuuuu🦍






HURTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang