Jam menunjukan pukul 09:20. Itu artinya saatnya, para siswa dan siswi mengisi perut mereka dan rehat sejenak dari kesibukan belajar mereka. Tak terkecuali Lalisa dan ke-empat temanya.
"Sa." panggil Mila, saat mereka sedang duduk dan menunggu pesanan, yang mereka pesan. Lisa menoleh, dengan satu alis terangkat.
"Apa?" tanyanya.
"Lu kenapa? Bengong mulu perasaan?" tanya Mila, heran. Seolah setuju dengan pertanyaan Mila. Jaemin dan Nadia mengangguk-anggukan kepala.
Lisa menarik napasnya dalam. "Gue lagi mikirin yang ngirim surat itu siapa ya?" tanyanya heran.
"Yaelah Sa, gak usah terlalu di pikirin kali. Palingan dia cuman fans lu atau apalah gitu" ucap Jaemin.
"Bener Sa, secret admirer lu kali" timpal Mila. "Udahlah gak usah di pikirin" lanjutnya.
"Secret admirer pantat lu" ucap Lisa.
"Udah lah, lanjutin nanti mendingan kita makan dulu, tuh makanannya udah dateng." ucap Agustd yang menunjuk pelayan kantin dengan dagunya.
Setelah pelayan itu meletakan makanan di atas mereka, dan tak lupa mereka mengucapkan terimakasih. Pelayan itupun pergi.
"Gue baru nyadar, dia cantik yah" ujar Jaemin, kepada pelayan tersebut.
"Yeuhh" ucap mereka, sambil menjitak kepala Jaemin.
💜💜💜
Akhirnya setelah mengisi asupan otak dengan pelajaran-pelajaran sekolah selama Lima belas jam. Merekapun pulang.
"Pulang bareng?" tanya Agust pada Lisa yang sedang membereskan buku-buku ke dalam tas-nya.
"Gue bareng Nadia sama Mila, Gust Sori" balasnya sambil tersenyum.
"Lisa aja nih yang di tawarin, kita mah engga yah Nad." sindir Mila. Agust hanya merotasikan bola matanya, malas.
"Jaemin aja noh" ucap Agust sambil menunjuk Jaemin dengan dagunya.
Mila mengedikan bahunya. "Ogah, kalo pulang sama diama. Pengang telinga gue." protes Mila.
Tak terima dengan pernyataan Mila. Jaemin mengangkat jari telunjuknya di hadapan Mila. "Eh eh, sembarangan yah anda. Ngeremehin suara merdu cam kang Dilan gini." belanya.
Nadia, Mila dan Lisa berekspresi seperti ingin muntah, mendengarkan pembelaan Jaemin. Sementara Agust hanya menggelengkan kepalanya. Mimpi apa dia sampai harus punya teman dengan tingkat ke pdan yang tinggi seperti Jaemin. Pikirnya.
"Udahlah, pulang gak?" tanya Agust.
"Woyajelas, hehe" balas Jaemin.
"Dih gak modal." cibir Nadia.
"Bodo ya!!"
"Udahlah, kita duluan" ucap Agust, dan mulai melenggang pergi keluar dari kelas. Disusul oleh Jaemin.
"Gimana?" tanya Mila, setelah memastikan kelas sepi.
"Bahasnya di rumah aja" seru Nadia.
"Iyah, rumah gue" timpal Lalisa.
Mila melotot. "Jangan! Rumah lo mah gak aman buat ngerencanain ini. Nanti ada bonyok sama si Gingsul gimana?" ucapnya.
"Santuy, mereka gak ada. Dan soal Gigi tadi gue udah nanya sama si Bibi katanya, dia pergi lima belas menit yang lalu." jelas Lalisa.
Nadia, Mila menganggukan kepalanya. "Yaudah rumah lo" ucap Nadia.
"Cus, ayo!" ajak Lalisa.
Merekapun pergi meninggalkan kelas. Berjalan menyusuri koridor yang sudah sepi, dan berjalan melewati lapangan.
Mereka menunggu Grab yang mereka pesan. Beberapa saat kemudian Grab yang mereka pesan datang.
Setelah kurang lebih, Lima belas menit perjalanan akhirnya mereka sampai di kediaman Lalisa. Rumah megah, namun terlihat sepi. Seperti tidak berpenghuni.
Mereka memasuki rumah megah tersebut dan langsung memasuki kamar Lisa yang berada di lantai dua.
"Duduk aja, anggap kamar sendiri" seru Mila, bak pemilik kamar bernuansa coklat putih tersebut.
"Dih ini emang kamar gue, bambang" seru Lisa sewot. Mila hanya nyengir tak berdosa.
"Jadi gimana?" tanya Nadia. Setelah mereka menyimpan tas mereka dan sekarang tengah duduk di lantai, yang beralaskan karpet.
"Gak tau, kayanya gue nyerah deh." ucap Lalisa, dengan raut wajah putus asa.
Seolah tidak terima dengan jawaban Lalisa, Mila berdiri sambil berkacak pinggang. "Maksud nya apeni!?" tanya Mila. "Maksudnya lu mau udahan aja? Lu mau seumur hidup lo gini-gini aja? Huh?" tanya Mila emosi.
"Ck, udah Mil duduk dulu, lo yah" seru Nadia, sambil menarik Mila untuk kembali duduk. "Lo gak seriuskan?" tanya Nadia, memastikan.
Lisa menghela napas. "Gue cape, apapun yang gue lakuin buat bisa ngebuktiin ke Papa kalo, tuh orang salah gak pernah di hargain sama Papa. Jadi ck, gue gak tau gue pusing." jawab Lisa sambil menjambak rambutnya, prustasi. "Gue nyerah, gue terima aja kalo gue selalu salah depan Papa" lanjutnya.
Nadia menepuk pundak Lisa. "Sa, lo gak boleh nyerah gitu aja. Ini bukan cuman buat lo, tapi buat mendiang Ibu sama Abang lo juga. Papa lo juga, karena apa? Karena kalo hal ini gak diselesain Papa lo bisa jadi korban. Karena gue percaya kalo Papa lo tuh ada nyembunyiin sesuatu, dan yah besar kemungkinan nyusul Nyokap sama Abang lo Sa." sejenak Nadia menarik napas, ia tersenyum. "Gue tau, gue gak selama Mila buat ngenalin lo. Kita cuman teman baru, tapi demi apapun gue sayang sama kalian berdua udah kaya sodara. Jadi lo gak sendiri, di sini ada gue, Mila yang bakal selalu bantu lo Sa, semampu kita." jelas Nadia panjang lebar.
"Iyah Sa, lo jangan patah semangat gitu aja yah."
Lalisa termenung, ia hanya menganggukan kepalanya samar. "Gak tau, gue coba." ucapnya, sambil tersenyum. Paksa.
Nadia tersenyum. "Yaudah kayanya gak bakal bener kalo ngomongin rencananya sekarang. Mendingan lo istirahat, tenangin diri lo, dan pikirin lagi hal yang lo omongin." ucapnya. "Gue Mila pulang aja, kalo ada apa-apa hubungin kita aja" lanjutnya.
"Makasih yah, dan sori"
"Gakpapa Sa, sans" ucap Mila. "Yaudah kita pulang yah Sa, bye" pamit Mila dan Nadia.
Lalisa mengantar kedua sahabatnya sampai gerbang. Nadia dan Mila menggunakan kendaran pribadi milik Lalisa beraama seorang supir di depanynya.
Setelah memastikan kepergian mereka, Lisa-pun kembali masuk kedalam kamarnya. Ia duduk termenung dengan sebuah foto di tanganya. Foto keluarganya dulu. Saat sebelum semuanya berubah.
💜💜💜
Lalisa POV
Aku termenung dengan sebuah bingkai foto di tanganku. Foto beberapa tahun silam. Dimana saat itu, keluargaku cukup bahagia, sangat malah. Namun sekarang entahlah.
Aku kadang berpikir, buat apa tuhan nyiptain aku, jika hanya untuk di sakitin. Tapi tenang aku tidak sebodoh itu untuk menyalahkan tuhan. Hanya saja jika bisa aku mohon padamu Tuhan. Tolong ambil sedikit bebanku ini, jika boleh jujur aku sudah lelah dengan semua ini.
Sejenak terlintas percakapan ku dengan Nadia dan Mila, beberapa saat lalu. Mereka menyemangatiku, untuk mengungkapkan kebenaran, dan mengambil kembali kebahagiaan.
Dengan reflek, kedua sudut bibirku melengkung. Membentuk sebuah senyuman. Aku bersyukur masih memiliki sahabat yang selalu ada, yah walau dengan keterbatasan tingkat waras mereka. Tapi semua itu yang membuatku bisa sedikit melupakan permasalahanku.
Benar kata Nadia, ini bukan hanya tentang aku, atau kebahagianku. Tapi ini juga tentang Ibu dan Kakak-ku. Tentang semua kebenaran ini.
~~~~
Alhamdulillah, selesai. Maaf buat typo-nya. Vote comment jangan lupa.Iyahtau kok, makin sini makin gak jelas kan?😂 phayyy

KAMU SEDANG MEMBACA
LALISA (END)
Ficțiune adolescențiKisah seorang gadis yang bertekad untuk membalaskan semua dendam yang terpendam pada dirinya. Dendam masa lalu yang terus menghantuinya tanpa henti.