Tanya Berbalas Tanya

18.3K 1.3K 18
                                    

Bang Azzam sudah merebahkan tubuhnya di ranjang malam ini. Aku ikut berbaring di sebelahnya sambil memeluk tubuhnya dari samping. Sebelah tangannya mengelusi lenganku. Ia belum juga tidur meskipun sudah hampir satu jam kami dalam posisi ini.

Aku mengubah posisi dengan duduk. Sambil menatap wajahnya, aku berkata, "Bang Azzam."

"Hmmm," balasnya.

"Abang kenal Gladys? Mahasiswi yang kemarin itu," tanyaku hati-hati. Aku mengamati responsnya. Biasa saja.

"Aku tidak ingin membahas itu, Sofia." Ia berbalik memunggungiku.

Mataku memanas. Aku cengeng. Sejak kecil memang gampang menangis. Dan, untuk pertama kalinya, ucapan Bang Azzam membuat air mataku meronta ingin keluar. "Sampai kapan pun, aku enggak mau diduakan!" kataku tegas sambil berusaha mempertahankan suaraku agar tidak serau.

Aku beranjak meninggalkan Bang Azzam. Lebih baik ke dapur dan meminum cokelat hangat. Minuman favoritku ketika mood-ku sedang tidak beres. Segera setelah cokelat hangat yang kubuat di mug mengepul, aku duduk di kursi bar.

Aku pikir, aku sudah cukup mengenal suamiku. Lebih dari setahun berpacaran membuatku tahu segalanya mengenai Bang Azzam. Tentang masa lalunya yang pernah menikah, tentang orangtuanya yang meninggal karena kecelakaan setelah ia lulus kuliah, dan tentang rasa sayangnya pada Cila.

Aku tidak ingin berpikiran buruk tentang suamiku. Melihatnya bertemu Gladys membuat Bang Azzam sedikit kaget. Mungkin, ia tidak menyangka akan bertemu dengan gadis muda itu lagi. Kupikir selisih sepuluh tahun sudah cukup jauh ketika menjalin hubungan denganku. Nyatanya, bagi Bang Azzam, daun muda selalu terlihat segar.

"Sofia," suara pelan terdengar di balakangku diikuti kedua tangan besar yang melingkari tubuhku. Aku merasakan hembusan napas Bang Azzam di belakang telingaku. "Sudah larut malam, tidur, yuk?"

Aku masih bergeming. Tidur. Bagaimana bisa memejamkan mata jika pikiran buruk terus saja berkelana di kepalaku.

"Kamu adalah perempuan paling muda yang pernah menjalin hubungan denganku," ucapnya.

Perempuan termuda? Berarti Gladys? Aku menoleh dan menatap Bang Azzam. Laki-laki tampanku tersenyum. Ia mengecup bibirku. Segera kubalas. Ia semakin mendominasi dengan melumat bibir bawahku. Tidak mau kalah, aku mengalungkan tanganku ke lehernya. Ciuman kami semakin dalam.

Aku merasakan tubuhku terangkat. Sambil tetap berciuman, Bang Azzam menggendongku. Aku mengaitkan kedua kakiku di pinggangnya.

"Kita lanjutkan di kamar," bisiknya di telingaku.

Lho, bukannya tadi ia menyuruhku tidur karena sudah larut. Tapi, biarlah. Kami akan melanjutkan tidur setelah gelora ini dituntaskan.

***

"Aku adik sepupu Mbak Rania-mantan istrinya Kak Azzam," suara Gladys memecah keheningan di antara kami.

Aku tidak bisa mengorek banyak hal pada Bang Azzam sehingga memutuskan menemui Gladys di dekat kampusnya. Untunglah ia tidak ada kelas pagi ini sehingga dapat menemuiku. Setelah mengantar Cila, aku langsung menemuinya di kedai makan.

"Mamaku itu adik kandung mamanya Kak Rania," katanya lagi.

"Maaf enggak ngundang keluargamu waktu kami menikah," kataku.

Gladys menggeleng sambil tersenyum. "Aku ngerti, Kak. Hubungan Bang Azzam dan keluarga Kak Rania memang buruk."

"Kamu keberatan jika cerita padaku tentang hubungan Kak Rania dan Bang Azzam dulu?"

"Enggak, kok."

Dari bibirnyalah rasa penasaranku terjawab.

***

Setelah tiga tahun menikah, Rania akhirnya melahirkan buah cintanya bersama Azzam. Bayi perempuan yang diberi nama Secilia Puteri Azzam. Bayi cantik itu kelak akan mempererat hubungan suami istri. Begitulah seharusnya yang terjadi. Nyatanya, Azzam justru melayangkan gugatan cerai pada istrinya tepat setelah tiga bulan kelahiran Cila.

Keluarga Rania heboh. Sebagai anak satu-satunya di keluarganya, perceraian itu sebagai tamparan bagi keluarga Rania. Azzam didatangi untuk dimintai keterangan. Laki-laki itu bersikeras untuk menceraikan Rania. Ia hanya menyebut ketidakcocokan yang menjadi penyebab perceraian keduanya.

Sebenarnya, yang dipermasalahkan keluarga Rania bukan perceraian anaknya. Sejak awal, keluarga itu tidak menyukai Azzam. Alasan klasiknya beda suku dan bukan keturunan ningrat meskipun Azzam berasal dari keluarga ekonomi menengah atas. Papanya Rania marah karena Azzamlah yang menggugat anaknya. Itu merusak egonya.

Beberapa bulan setelah gugatan, palu hakim terketuk. Mereka resmi bercerai dan hak asuh Cila ada di tangan Azzam. Ranialah yang memintanya. Tidak ada yang tahu alasan Tania menyerahkan puteri kecilnya pada mantan suaminya.

Keluarga besar Rania menduga jika Rania terkena baby blues. Dan, Azzam terlalu pengecut untuk membimbing istrinya melewati fase itu. Akhirnya, mereka semua membenci Azzam.

Sampai sekarang, keluarag Rania tidak lagi menjalin hubungan dengan Azzam.

***

"Kamu beneran enggak tahu alasan mereka bercerai?" tanyaku.

Gladys menggeleng. "Kakak lebih baik tanya langsung pada Kak Azzam," sarannya.

Ketika kutanya soal Gladys saja Bang Azzam menolak apalagi tentang mantan istrinya.

"Tapi, aku yakin kalau Kak Azzam sangat mencintai Kak Sofia. Enggak mungkin nikah kalau tidak cinta, kan?"

"Tentu saja," kujawab dengan bangga.

***

Ketika Waktu Kembali (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang