Oke, di-upload pagi-pagi supaya kalian agak tenang membacanya (walaupun enggak yakin, sih.)
Azzam sedang berada di Sukabumi ketika Rania meneleponnya. Perempuan itu mengatakan jika Cila masuk rumah sakit. Kejang-kejang. Hanya itu yang disampaikan Rania. Itu membuat Azzam berkali-kali mengumpat ketika mobil yang dinaikinya berjalan lambat menembus jalan raya menuju Bandung.
Ia bahkan tidak peduli ketika tubuhnya menabrak banyak orang di rumah sakit Hasan Sadikin Bandung. Otaknya hanya berpusat pada satu, puteri kecilnya. Ia terus mengingat lantai, nama, dan nomor kamar tempat anaknya dirawat. Dalam hati, ia terus merapal doa-doa untuk keselamatan puterinya.
"Cila," suara Azzam disusul tubuhnya yang menerobos pintu kamar rawat Cila.
Cila tidak pernah sakit parah. Sejak bayi, gadis kecil itu tidak pernah dirawat di rumah sakit. Hanya sakit demam, flu, dan batuk yang hanya membutuhkan obat dokter. Ini kali pertama Azzam melihat anak kesayangannya terbujur lemah di ranjang rumah sakit. Tangan mungil itu ditancapkan jarum infus.
Azzam maju. Ia duduk di pinggir ranjang sambil menggenggam tangan mungil Cila. Diciuminya tangan kecil itu. Tangan Azzam terulur merapihkan anak rambut Cila yang menutupi kening gadis itu. Bibir Azzam beralih mengecup lembut kening Cila.
"Cila bangun, Sayang. Ini ayah pulang," kata Azzam lirih.
Rania maju memegang bahu Azzam. Tangan putihnya mengelus bahu lebar laki-laki itu untuk memberi kekuatan. Ia pikir jika dirinyalah yang paling sedih melihat keadaan Cila. Nyatanya, ada Azzam yang jauh lebih terpuruk dengan kondisi gadis kecil mereka. Azzamlah yang menemani Cila selama enam tahun hidup gadis itu. Azzam yang selalu membuat Cila bahagia dan tersenyum meskipun tanpa kehadiran dirinya sebagai ibu kandung. Azzam pula yang membawa Cila pada Sofia-perempuan paling berpengaruh pada hidup gadis itu.
Rania tahu ada yang Azzam sembunyikan dari keberangkatannya ke Jakarta. Laki-laki itu membawa Cila ke kota tempat tinggal Sofia. Ada yang berbeda dari Cila ketika mereka kembali ke Bandung. Rania tidak lagi melihat senyum bahagia Cila di mall yang biasa ia lihat dengan sembunyi-sembunyi.
"Trombosit Cila rendah. Dia perlu donor darah," kata Rania.
"Golongan darahku sama dengan Cila," Azzam menjawab cepat. Ia akan melakukan apa saja demi kesembuhan puteri kecilnya. Apapun meski harus nyawanya sendiri.
Rania tersenyum. Katanya, "Tadi sudah, Zam. Rumah sakit masih ada pasokan golongan darah A."
Azzam menghembuskan napas lega. Ucapan syukur tidak henti-hentinya ia panjatkan pada Tuhan. Setidaknya, Cila sudah mendapatkan apa yang dibutuhkan.
"Cila," suara perempuan menyeruak di ruangan itu.
Rania menoleh dan mendapati Adiba masuk dengan tergesa-gesa. Di belakangnya, ada Bu Rum dan Raka-suami Adiba. Perempuan itu berpikir jika Bu Rum yang memberitahu Adiba mengenai kondisi Cila. Pengasuh Cila itu sudah menunjukkan ketidaksukaan kepadanya sejak kali pertama Rania datang ke rumah Azzam. Ucapan sopan hanya formalitas pada pacar majikannya. Rania tahu betul itu.
"Kak Adiba, Mas Raka," Rania berusaha senyum sopan kepada keduanya.
Adiba tidak menjawab. Matanya memandang tajam ke arah Rania. Ia berjalan mendekati perempuan itu. "Kamu apakan keponakanku?" tanyanya tajam.
"Diba," suara Raka menginterupsi. Laki-laki itu memegang lengan istrinya. Ia tidak ingin perempuan yang dicintainya itu bertindak di luar batas. Raka hafal sekali watak istrinya. Terlebih ini menyangkut nyawa keponakan kesayangannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Waktu Kembali (Selesai)
RomanceAzzam, duda beranak satu, menikahi gadis cantik nan polos, Sofia, setelah berpacaran selama setahun. Alasan Azzam menikahi Sofia karena anaknya, Cila, membutuhkan ibu dan Sofia menyayangi puteri kecilnya. Sementara Sofia berpikir jika Azzam mencinta...