Geledar Petir

22.9K 1.4K 54
                                    

Ini adalah part pertama dalam bagian kedua cerita Sofia dan Bang Azzam. Point of view cerita sudah sepenuhnya diberikan pada orang ketiga sehingga dapat mengetahui jalan pikiran Azzam. Maafkan karena terlalu lama mengendap, ya. Selamat menikmati.


Bagian II


"Ma...," ucap Sofia pelan.

"Makan!" suara mama terdengar tegas. Ia melirik piring di hadapan Sofia yang masih belum tersentuh. "Makan, Sofia! Kalau Adek mau bayi dalam kandunganmu sehat, Adek harus banyak makan!"

Suara bentakan itu kembali terdengar. Sofia tidak berani lagi berkutik. Ia melanjutkan makan siangnya dalam diam. Sesekali matanya melirik perempuan di hadapannya. Dada perempuan paruh baya itu bergejolak. Ia mencoba menahan amarah yang sudah siap meledak.

Rasanya, sup ayam yang biasanya lezat kini terasa hambar di lidah kedua perempuan beda generasi itu. Kelezatan ayam itu ditutupi oleh amarah mama. Sementara Sofia justru diliputi kebimbangan dengan hal baru yang menghampirinya.

Mereka akhirnya menyelesaikan makan siangnya. Mama membawa piring kotor mereka ke bak cuci piring dan mencucinya. Ketika puteri kesayangannya ingin membantunya, tatapan tajam justru yang diberikannya. Itu berhasil membuat nyali Sofia ciut. Perempuan muda itu lebih memilih duduk di kursi makan. Matanya mengamati setiap gerakan mamanya. Ia yakin, ada banyak hal yang ingin mamanya ucapkan. Ia hapal betul mamanya. Perempuan tangguh itu tidak akan diam bila keluarganya disakiti oleh siapa pun. Taringnya akan langsung keluar dan siap menerkam siapa saja yang mengganggu kebahagiaan keluarganya. Terlebih bila menyangkut puteri satu-satunya yang begitu dicintainya.

"Ma," panggil Sofia ketika melihat mamanya mengelap tangannya yang basah.

Mama menatap Sofia. Ia kesal, marah, sekaligus iba melihat kondisi puterinya. Rasa-rasanya, ia ingin menukar apapun untuk membuat puterinya bahagia. Nyatanya, ia tidak bisa. "Ikut mama ke halaman belakang!"

Sofia menurut. Di belakang rumah, ada halaman yang dipenuhi segala tanaman. Cabai, sawi, mawar, jeruk nipis, daun pandan, dan segala hal yang biasa mamanya petik untuk dimanfaatkan. Mama duduk di kursi kayu di tengah tanaman-tanaman itu.

"Mama akan kasih tahu Azzam!"

"Jangan, Ma. Jangan kasih tahu Bang Azzam," kata Sofia cepat.

Mama melotot pada Sofia. "Azzam harus tahu kalau perempuan yang mau diceraikannya sedang mengandung anaknya."

"Aku enggak mau diduakan, Ma."

"Adek enggak akan diduakan karena Azzam harus meninggalkan mantan istrinya."

"Bang Azzam enggak akan meninggalkan perempuan itu, Ma. Dia mencintainya," Sofia mengatakan hal itu dengan sedikit berteriak. Ia mencoba menahan air matanya sendiri. "Dia enggak pernah berhenti mencintainya, Ma. Bahkan, saat kami bersama, dia masih mencintainya," desisnya pelan.

Mama tersentak. Ini merupakan fakta baru yang didapatnya. Jadi, selama ini, segala ucapan cinta dan lamaran Azzam adalah kamuflase belaka. Mama mengepalkan kedua tangannya. Laki-laki itu bahkan melukai begitu dalam perasaan puterinya.

"Kalau dia enggak mencintai kamu, kenapa Adek mau diajak pacaran dan menikah dengan Azzam?"

"Karena aku pikir Bang Azzam mencintaiku, Ma. Dia bilang itu waktu aku melihatnya bersama mantan istrinya."

Sofia menangis. Air matanya kembali tumpah. Mama mendekat dan membawa puterinya ke dalam pelukannya. Puteri yang dulu diidamkannya, dikandung, dilahirkannya, dan dirawatnya dengan penuh cinta dan kasih sayang. Selama ini, ia dan suaminya selalu berusaha membuat anak-anaknya bahagia. Bekerja untuk kebahagiaan materi dan kasih sayang untuk kebahagiaan psikologis mereka. Lalu, Azzam dengan mudahnya menaburkan benih kepedihan pada Sofia.

Ibu mana yang tidak terluka saat mengetahui jika suami anaknya berselingkuh. Parahnya, tidak ada indikasi jika menantunya mendua. Sikap dan perlakuannya selama ini sangat baik. Kemudian, bagai petir yang menyambar, menantu dan anaknya datang berkunjung. Sang menantu mengatakan ingin mengembalikan anak kesayangannya. Laki-laki jujur mengakui jika ia tergoda dengan mantan istrinya dan tidak ada rasa cinta pada Sofia.

"Dulu, saya meminta Sofia pada mama dan papa. Sekarang, saya juga mengembalikan Sofia pada papa dan mama," kata Azzam waktu itu.

Azzam adalah sahabat Saka-putera sulungnya. Azzam adalah menantu laki-laki kesayangannya. Azzam adalah ayah dari Cila-cucu perempuan yang begitu dicintainya. Azzam yang ia melihat begitu sempurna. Nyatanya, laki-laki itu justru tega menancapkan paku tajam dalam hatinya.

"Sofia sayang."

"Aku mohon, Ma. Jangan kasih tahu Bang Azzam soal bayi dalam kandunganku. Aku masih punya Mama, Papa, Bang Saka, Kak Nindya, dan Samir. Mama dan yang lainnya pasti akan membantuku merawat anakku, kan?"

Mama melepaskan pelukannya. Ditangkupnya wajah Sofia dengan kedua tangan putihnya. Jari-jari mama menghapus butiran air mata Sofia. "Pasti, Sayang. Kami semua akan membantu Adek melewati ini. Kelak, anakmu tidak akan kekurangan kasih sayang seorang ayah karena dia punya kakek dan kedua om yang begitu mencintainya.

Sofia mengangguk. Ia kembali memeluk erat mamanya. Tidak ada yang lebih indah dari kasih sayang seorang ibu pada anaknya. Sofia merasa beruntung memiliki mama dan keluarga ini.

"Sofia sayang banget sama mama," bisik Sofia.

Mama mengangguk. Dalam hati, perempuan itu berkata, "Mama jauh mencintai Adek lebih dari nyawa mama sendiri."

***

Ketika Waktu Kembali (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang