Di-post lagi untuk menghilangkan rasa penasaran kalian dengan kondisi Azzam. Kalian bisa follow akunku untuk tahu semua ceritaku. Jangan lupa bintang, komentarnya, hatur nuhun.
Beberapa bulan setelah kematian orangtua Azzam, ia sering bermimpi bertemu dengan mereka. Malam-malam di Bandung dihabiskan dengan melihat wajah keduanya. Azzam bahagia sekali. Ia selalu menyukai aktivitas tidur malamnya karena membuatnya bertemu dengan orang yang begitu dicintainya.
Azzam mengulang proses itu. Kekalahannya dengan Garda membuat Azzam harus kehilangan Sofia dan Cila. Oh, tidak. Ia bukan karena kekalahannya. Itu akibat ulahnya sendiri yang bermain api. Penolakan Sofia hanyalah efek domino dari perbuatannya sendiri.
Hari ini, ia bermimpi mendengar suara Sofia yang lembut. Perempuan itu mengucapkan kalimat-kalimat yang tidak Azzam mengerti. Telinganya terlalu lemah untuk menangkap jelas ucapan Sofia. Juga otaknya yang tidak dapat memahami kalimat yang keluar dari bibir Sofia.
"Ayah kapan bangun, Bunda?"
Oh, itu suara Cila. Betapa ia sangat merindukan puteri kecilnya di sini. Ia ingin menghampiri Cila untuk memberikan ciuman di seluruh wajah polos puteri cantiknya. Azzam ingin melakukan itu. Tapi, ia tidak bisa melakukannya. Tubuhnya tidak bisa digerakkan.
"Sebentar lagi, Sayang. Ayah sedang istirahat."
Azzam perlahan membuka matanya. Pemandangan pertama yang dilihatnya adalah layar televisi datar yang terpanjang di dinding di depannya. Kepala Azzam sedikit menoleh ke arah kanan. Ia mendapati pemandangan paling membahagiakan. Sofia dan Cila sedang duduk bersama di sofa. Kedua perempuan yang dicintainya itu sedang menikmati kue.
"Sofia," panggil Azzam hati-hati. Ia tidak ingin itu hanya kesalahan pandangan matanya karena terlalu merindukan Sofia.
"Bang Azzam."
Itu benar suara Sofia. Azzam tidak bermimpi. Maka, ketika Sofia membalasnya dengan memberikan senyumnya, air mata Azzam jatuh. Laki-laki itu tidak bisa menahan rasa bahagianya melihat Sofia di sini. Sofia dan Cila dalam jangkauannya.
"Ayah," suara Cila terdengar. Gadis itu menghampiri ayahnya. Kaki kecilnya menaiki kursi untuk duduk di pinggir ranjang Azzam. "Pasti sakit banget, ya? Ayah sampai nangis," katanya polos.
Azzam tersenyum dibuatnya. Ini bukan sakit karena jarum infus, Nak. Ini sakit karena kalian menjauh dari hidup ayah. Tentu saja ia tidak mengucapkan itu. Cila masih belum memahami itu.
"Bunda, telepon Dokter Garda biar ayah bisa diobati."
Azzam langsung melotot. Oh, tidak. Dokter itu tidak bisa menyembuhkannya. Bisa-bisa, penyakit Azzam semakin parah dengan kedatangan laki-laki itu.
Sofia tersenyum. Sungguh, geli rasanya melihat wajah khawatir dan kesal Azzam. Laki-laki yang dulu mengkhianatinya demi obsesi masa lalu kini sangat mengkhawatirnya jatuh ke laki-laki lain. "Dokter Garda itu mengobati anak-anak, Sayang. Kalau ayah, biar bunda yang obati."
Oh, ingatkan Azzam untuk tetap jatuh ke bumi. Ia tidak ingin melayang terlalu tinggi. Tapi, hati kecilnya memercikan kepercayaan dirinya kembali. Sofia datang. Perempuan itu berkata ingin mengobatinya. Semoga hipotesis Azzam tidak salah.
"Kalau diobati bunda, ayah pasti cepat sembuh," ucapan Cila langsung diamini Azzam
***
Cila kembali ke rumah Azzam di Dago Atas setelah dijemput Bu Rum. Gadis itu harus beristirahat. Samir balik ke Jakarta. Besok, laki-laki harus kuliah. Tinggal Azzam dan Sofia di rumah sakit ini. Di ruangan VIP ini, Azzam baru saja merasakan sakit ketika dokter melepas jarum infus di tangannya. Ia akan kembali ke rumahnya besok.
Azzam sangat bersyukur ketika dokter menyurhnya untuk bedrest selama seminggu. Itu pertanda bagus untuk kelanjutan hubungannya dengan Sofia. Mumpung mama tidak ada di dekat Sofia. Akan lebih mudah membujuk perempuan itu untuk tinggal lebih lama di Bandung. Lebih bagus jika Sofia tinggal selamanya di rumahnya.
"Kamu tahu dari mana aku sakit?" tanya Azzam. Mereka duduk berdampingan di sofa di kamar tempat Azzam dirawat.
"Dari video Kak Adiba."
Azzam menatap Sofia bingung. Perempuan itu langsung memberikan video yang dikirimkan Adiba malam sebelumnya.
"Ya, Tuhan." Azzam tidak tahu harus berterima kasih atau kesal dengan kakak perempuan satu-satunya itu. Adiba benar-benar mengirim video itu pada Sofia. Kakak perempuan yang selalu mendramatisir keadaan. "Mama kasih izin kamu ke sini?"
Secara logika, izin mama untuk Sofia menemuinya di Bandung adalah sebuah kemustahilan. Mama yang begitu membencinya tidak mungkin membiarkan anak perempuan tercintanya bertemu dengan laki-laki yang sudah menorehkan luka pada Sofia. Mama pasti telah menggembok Sofia untuk tidak menemuinya.
"Awalnya mama enggak kasih izin."
Jawaban Sofia membuat Azzam menatap bingung perempuan itu. Ia terdiam untuk menunggu kelanjutan ceritanya. Dari matanya, Azzam menatap Sofia. Oh, ingatkan Azzam untuk selalu bersyukur karena bisa sedekat ini dengan perempuan cantik di depannya.
"Terus dikasih. Mama suruh Samir antar aku dan Cila ke sini."
Ada yang disembunyikan Sofia. Sudahlah, Azzam tidak perlu tahu itu. Yang terpenting, Sofia dan Cila sudah di sini di dalam pandangannya. Ia tidak akan membiarkan lepas.
"Maafkan aku," suara Azzam yang pertama terdengar ketika mereka diliputi keheningan. Ia harus melakukannya sekarang. "Maafkan aku karena sudah banyak menyakitimu, Sofia."
Azzam merasa ia pantas mendapat makian, cercaan, hingga pukulan jika Sofia melakukan itu padanya. Bahkan, jika semua itu dilimpahkan Sofia tidak akan sebanding dengan luka yang sudah ia berikan pada perempuan sebaik Sofia.
Tapi, Sofia tidak melakukan apapun. Perempuan hanya tersenyum menatap Azzam. Katanya, "Aku juga minta maaf karena selama jadi istri Abang, aku enggak bisa membuat Abang bahagia."
Azzam menggeleng. "Enggak Sofia. Kamu sempurna. Sangat sempurna. Semua ini 100 persen karena kesalahanku yang terlalu terobsesi dengan perasaan masa lalu." Azzam terdiam. Ia mengumpulkan keberaniannya untuk mengatakan hal ini pada Sofia. "Aku mencintaimu, Sofia."
Dicintai oleh suami sendiri adalah hal yang umum bagi seorang istri. Tapi bagi Sofia, ini sebuah keistimewaan. Akhirnya, kalimat itu keluar dari bibir Azzam. Sebuah pengakuan yang membuat rasa percaya diri Sofia meningkat. Ia nyatanya bisa membuat Azzam jatuh cinta padanya. Sofia tidak seburuk yang ia pikirkan.
"Kembalilah padaku, Sofia. Jadi istriku lagi."
Seharusnya ini adalah momen romantis. Azzam lupa untuk membawa liontin yang beberapa minggu lalu dibelinya untuk Sofia. Nanti, ketika Sofia ke rumahnya, ia akan memberikan kalung indah itu untuk perempuan spesialnya.
Azzam menatap Sofia cemas. Perempuan itu justru terlihat bingung. Azzam tidak melihat keraguan seperti yang ia lihat pada malam itu-saat Sofia dan keluarganya pergi bersama Garda. Sampai akhirnya, senyum yang terukir dari bibir manis Sofia membuat Azzam menghembuskan napas lega.
"Tapi Abang harus minta izin sama papa dan mama."
Azzam mengangguk pasti. Setelah masa bedrest-nya selesai, ia akan menemui mereka. Ia akan meminta izin untuk kembali pada Sofia.
***
Hayo, tim Bang Azzam jangan senyum-senyum sendiri. Tim Dokter Garda Kece, maafkan ya. Aku bikin kalian kecewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Waktu Kembali (Selesai)
RomanceAzzam, duda beranak satu, menikahi gadis cantik nan polos, Sofia, setelah berpacaran selama setahun. Alasan Azzam menikahi Sofia karena anaknya, Cila, membutuhkan ibu dan Sofia menyayangi puteri kecilnya. Sementara Sofia berpikir jika Azzam mencinta...