Frustasi

26.9K 1.6K 42
                                    

Makasih untuk yang masih nunggu cerita ini, ya. Maaf belum bisa balas komentar kalian. Jangan lupa dukungan dengan bintang dan komentar, terima kasih.


Bagi Azzam, kehadiran Cila hampir enam tahun lalu adalah momen paling membahagiakan dirinya. Selama dua puluh delapan tahun ia hidup, inilah momen yang membuatnya terhanyut dalam perasaan yang begitu bahagia. Ketika pertama kalinya ia menggendong puteri tercintanya, ada perasaan hangat yang menerobos hatinya. Perasaan ingin melindungi dan membahagiakan Cila muncul begitu saja. Sejak itu, Azzam berjanji untuk terus membuat puteri kecilnya bahagia.

Malam itu langit Kota Bandung diselimuti bintang-bintang. Dulu, ketika masih bersama Sofia, mereka pernah berwisata ke Boscha untuk melihat bintang. Cila senang sekali. Gadis kecil itu tidak pernah menghilangkan rasa bahagianya dengan wisata edukasi itu.

Mungkin Cila bahagia karena bersama Sofia. Sejak Sofia pergi, Azzam sering mengajak Cila jalan-jalan bersama Rania. Tapi, ia tidak melihat raut antusias dari wajah gadis kecilnya. Cila sama sekali tidak tertarik pergi ke manapun. Bahkan, beberapa minggu lalu, terang-terangan menolak memanggil Rania dengan panggilan mama.

Karena bagi Cila, mamanya hanya satu-Sofia.

Oh, tidak. Azzam harus menyingkirkan pikiran itu. Sofia hanya ibu sambung bagi Cila. Ranialah yang mengandung dan melahirkan Cila. Perempuan itu berjuang ketika pisau membedah perut mulusnya saat dokter mengeluarkan Cila.

Tapi Sofia yang menemani Cila.

Azzam sepertinya harus membenamkan kepalanya di air agar pikiran-pikiran itu segera menghilang. Baiklah, ia harus membersihkan tubuhnya yang lengket. Juga harus mengistirahatkan matanya agar esok bisa segar.

"Pak, mau saya hangatkan lauk untuk makan malam?" suara Bu Rum terdengar.

Azzam tersentak dari lamunannya. Ia ingin istirahat tetapi perutnya sejak tadi meronta minta diisi. "Iya, Bu. Nanti, taruh di meja aja. Saya mau mandi dulu."

Biasanya Sofia yang melakukan hal itu. Bahkan, perempuan itu tidak pernah tidur di kamar jika Azzam belum pulang. Seringkali Sofia tertidur di sofa ruang televisi karena ketiduran menunggu Azzam. Sofia juga yang menyiapkan air hangat dan makam malamnya. Bahkan, perempuan itu menunggui Azzam makan. Juga menemani Azzam menonton televisi setelah makan selama setengah jam sebelum akhirnya tertidur.

Hal yang dulu tidak pernah dilakukan Rania.

Ah, Sofia memiliki waktu seharian di rumah sedangkan Rania bekerja. Wajar jika ia tidak melakukan hal itu

Sekali lagi, Azzam berupaya mempercayai jika Rania sama baiknya dengan Sofia.

Kini, selesai makan, Azzam pergi ke atas-kamar Cila. Dengan lampu yang penerangan yang remang, Azzam melihat gadis favoritnya sedang tertidur di ranjang berbentuk princess. Rasanya damai sekali melihat Cila tertidur. Sangat membahagiakan. Azzam mengelus lembut rambut Cila. Tanpa diduga, gerakan Azzam membuat mata kecil Cila terbuka.

Gadis cilik itu kaget melihat tubuh ayahnya duduk di pinggir ranjangnya. Ia bermimpi ditemani dan dibacakan dongeng sebelum tidur oleh Sofia. Ia pikir tangan yang mengelus rambutnya adalah tangan bundanya.

"Cila sayang," panggil Azzam.

Cila tidak mendongkakkan kepalanya menatap Azzam. Sebagai gantinya, ia justru terus menunduk. Air mata lolos begitu saja dari kelopak matanya. Azzam yang melihat itu langsung membawanya ke dalam pelukannya.

"Cila kenapa, Sayang?"

"Cila mau bunda tinggal di sini lagi kayak dulu," rengeknya.

Azzam dibuatnya mencelos. Gadis kecil itu masih belum bisa melupakan Sofia. Sekuat apapun usahanya menjauhkan Sofia dari Cila tidak akan mengubah keadaan. Cila masih ketergantungan pada Sofia.

"Ayah dan bunda enggak bisa tinggal bersama lagi," kata Azzam.

"Kenapa? Karena ada tante itu ya, Yah?" tanyanya polos.

Azzam dibuatnya tidak berkutik. Bagaimana menjelaskan pada anak yang usianya belum genap enam tahun. Azzam-ayahnya-tidak mencintai Bunda Sofia tetapi Tante Rania. Bahwa pernikahan mereka tidak mampu lagi diselamatkan karena Azzam lelah membohongi hatinya sendiri.

Lebih dari itu, Azzam dan keegoisannya ingin kembali memiliki Rania-cinta pertamanya.

"Ayah."

Azzam melepas pelukan puteri kecilnya. Ia menatap wajah Cila yang juga menatapnya penuh harap. "Kalau ayah mau sama tante itu, enggak apa-apa kok. Tapi, Cila sama bunda, ya. Cila mau temani bunda. Kan, ayah udah ada temannya."

See. Bahkan gadis kecil itu tidak peduli siapa orangtua kandungnya. Ia hanya ingin bersama Sofia. Perempuan yang baru tiga tahun bersama Cila mampu mengalahkan posisinya di mata Cila.

"Cila sayang sama bunda, Ayah. Cila mau sama bunda terus kayak dulu."

Gadis itu kembali terisak. Azzam membenamkan wajah Cila ke dadanya yang berselimut kaus. Tangan Azzam mengelus punggung gadis kecilnya hingga Cila tertidur.

Azam merebahkan Cila kembali di ranjangnya. Dikecupnya kecing Cila dengan lama. Puteri kecil yang begitu dicintai dengan sepenuh jiwanya.

"'Ayah sayang sama Cila," katanya.

Kalau kamu memilih Rania, kamu tidak hanya kehilangan Sofia, tapi juga Cila dan bayimu.

***

Ketika Waktu Kembali (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang