Ketika Sofia Kesal

37.8K 1K 39
                                    

Lampu di ruang tamu masih menyala ketika Azzam memarkirkan mobilnya di garasi rumah. Jam di tangannya sudah menunjukkan pukul 11. Sudah seminggu ini, ia selalu pulang di atas jam sembilan malam. Ada proyek besar yang harus dijalaninya.

The Bandung City. Ada sebuah mal yang kelak akan menjadi pusat perbelanjaan terbesar di Kota Bandung, bahkan mungkin di Jawa Barat. Seorang pengusaha yang selama ini terkenal dengan bisnis properti rumahnya akan membangun mal besar itu. Perusahaan Azzam dipercaya merancangnya.

Ada banyak hal yang hinggap di pikiran Azzam tentang proyek itu. Pundi-pundi uangnya tentu akan bertambah semakin banyak, tentu saja. Oh, FYI, perusahaan dan seluruh asetnya masih atas nama Sofia. Ia bahkan sudah tidak peduli untuk kembali menganti nama. Sofia sudah membuatnya percaya dan aman. Perempuan yang sudah sembilan tahun menjadi istrinya.

Azzam membuka pintu dengan kunci cadangan yang selalu dibawanya. Tidak ada siapapun. Ketika langkahnya menuju ruang tengah, masih kosong. Tidak ada Sofia yang biasanya duduk di sofa sambil menonton televisi. Terkadang, Sofia sudah terlelap sementara televisi layar datar asyik menatap wajah cantik itu.

Sofia tidak pernah absen menunggunya pulang. Meskipun ketika tertidur, Azzam seringkali menggendong perempuan itu untuk ditaruh di ranjang empuk mereka. Biasanya baru mengangkat tubuh Sofia, perempuan itu tersadar. Bibirnya tersenyum. Sambutan yang selalu mampu merontokkan rasa lelah Azzam.

Hari ini berbeda. Tidak ada Sofia. Untuk pertama kalinya, Azzam tidak mendapati tubuh istrinya menyambutnya. Mungkin Rangga terbangun. Anak yang dulu dikandung Sofia kini sudah berusia empat tahun. Kembali laki-laki. Sofia dan Cila memang ditakdirkan untuk menjadi ratu dan puteri di rumah ini. Mereka dikelilingi empat laki-laki yang siap menjaganya.

Ah, Cila. Puteri pertamanya kini sudah berusia 13 tahun. Tidak lagi bisa digendongnya. Sudah menggunakan seragam putih biru. Mungkin, sudah mengenal jatuh cinta. Oh, tidak. Azzam tidak akan membiarkan puterinya berpacaran. Nanti saja. Perjalanan hidup Cila masih panjang. Sepanjang rumah tangganya bersama Sofia. Semoga bisa sampai kakek dan nenek. Melihat anak-anak mereka menikah.

Sofia di sana. Duduk menyandar di ranjang mereka dengan tangan memegang Ipad. Wajahnya terlihat kesal. Sofia kesal? Tidak. Sepanjang sembilan tahun berumah tangga dan setahun pacaran, Sofia tidak pernah kesal. Ia adalah perempuan paling sabar yang ditemuinya. Sangat berbeda dengan Adiba, kakaknya, dan mama mertuanya.

Azzam menyadari kesalahannya. Ia terlalu sering pulang larut. Biasanya malam hari, ia masih sempat menemani si kembar dan Cila belajar. Bermain sebentar dengan Rangga dan menemani bocah empat tahun itu tidur.

Kekesalan Sofia karena ia abai terhadap keluarganya. Azzam akan mengakuinya. Ia akan meminta maaf pada istri cantiknya. Sebelumnya ia harus membersihkan tubuhnya dulu.

"Sofia," panggil Azzam.

"Hmmm," jawabnya. Matanya masih fokus memperhatikan Ipad dalam genggamannya.

Baiklah, Azzam mengalah. Ia segera masuk ke kamar mandi. Cukup singkat untuk mandi seorang laki-laki. Azzam kembali dan Sofia masih memperhatikan benda pintar itu. Segera Azzam menghampirinya.

"Sofia sayang, aku minta maaf," jujurnya.

"Aku kesal, Bang. Kesal banget."

"Iya, makanya aku minta maaf."

Sofia menatap Azzam. Tangannya terulur memberikan Ipad itu pada suaminya. Katanya dengan wajah masih kesal, "Hatinya terbuat dari apa sih? Suaminya, tuh, baik, sabar, dan menerima dia apa adanya. Masih ada sulit membalas perasaan suaminya."

Azzam mengernyit. Siapa yang sedang dibahas Sofia? Dirinya? Tetangga sebelah? Anak temannya mama? Atau bahan gosip yang selalu dibawa Adiba?

"Ada di Ipad," kata Sofia lagi.

Azzam menatap bingung. Tapi, kemudian ia paham. Semuanya ada di dalam Ipad Sofia. Laki-laki itu langsung melihat tulisan di dalamnya.





"Morning, Baby."

"Oh, I'm a wife now."

Sebelumnya di dalam hati pun, Lea tidak pernah bermimpi menikah. Tidak ada satu gambaran sepanjang 30 tahun hidupnya untuk menggunakan kebaya putih dan gaun pengantin. Tidak juga untuk berdiri di pelaminan, bersalaman dengan tamu-tamu, hingga sebuah cincin melingkar di jari manisnya.

"How did you meet him?" pertanyaan pertama papanya yang ditunjukkan pada Lea.

"Well, I was going to apartment and he helped me." Lea sedikit berbohong. Ia tidak mungkin menceritakan kegiatannya di klub, kan?

Akbar yang tidak banyak omong. Akbar yang tidak suka ke klub. Akbar yang senang beli nasi goreng di tukang lewat. Akbar yang kerjanya di rumah. Semua itu sebenarnya sangat bukan tipe Lea.

Tapi, Lea membentengi dirinya untuk tidak jatuh cintai pada Akbar. Ia tidak akan jatuh cinta pada siapapun. Itu prinsip yang terus dipegangnya hingga kini.

Ketika diperkenalkan pertama kali oleh Akbar, Lea berpikir jika ibu adalah tipe perempuan konservatif. Nyatanya, dugaannya salah. Ibu tidak mempermasalahkannya bekerja. Ia malah menyarankan kalau perempuan seharusnya memiliki penghasilan sendiri meskipun tidak besar. Katanya, jaga-jaga kalau ekonomi keluarga sedang menurun.

Lea sudah jatuh cinta sejak pertama kali bertemu ibu.

Laki-laki langsung tersenyum. Ia memajukan bibirnya untuk mencium singkat bibir Lea. Katanya, "Terima kasih, Sayang. I love you."

Seharusnya Lea senang. Seminggu tanpa Akbar akan membuat hidupnya bebas. Lea akan menghabiskan waktunya ke klub bersama Farel, minum sedikit beer dan menari di lantai klub bersama perempuan-perempuan lain di sana. Seperti dulu yang sering ia lakukan sebelum menikah dengan laki-laki itu. Seharusnya pikiran itu yang hinggap di kepala Lea.

Nyatanya, tubuh Akbar yang tertidur di sampingnya, roti bakar dan nasi goreng buatan Akbar, pelukan, hingga kecupan-kecupan Akbar yang kini menari-nari dalam pikiran Lea. Ia tidak akan melihat dan merasakan itu semua selama seminggu. Rasa kepercayaan diri Lea runtuh melihat Akbar mengemasi pakaian-pakaiannya. Ia seperti perempuan lemah yang kini bergantung pada laki-laki di hadapannya.

Kalau perasaanmu ingin menyambut, penolakankubisa apa?

Kalau perasaanmu ingin menyambut, penolakankubisa apa?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cerita baru dariku. Silakan melipir untuk dinikmati. Semoga bisa menemani kalian di tengah aktivitas WFH ini. Jika kalian menyukainya, jangan lupa memberikan votes dan komentar.

Semoga kita semua diberikan kesehatan dan selalu berada dalam lindungan Allah SWT. Aamiin.

Ketika Waktu Kembali (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang