Let me say, terima kasih untuk kalian yang setia menemani kisah Sofia dan Azzam hingga selesai. Juga, terima kasih untuk bintang dan komentar yang kalian taburkan di cerita pertamaku di Wattpad-thanks for your appreciate. Untuk kalian yang selalu membaca tanpa meninggalkan jejak, semoga cerita ini cukup menghibur.
I'll say, this is the end of Sofia and Azzam's story. Aku membutuhkan waktu sekitar empat bulan untuk merampungkan kisah ini. Semoga tidak mengecewakan.
Jika kalian berkenan, aku ingin tahu, kekurangan apa yang ada dalam seluruh bagian cerita ini. Itu menjadi masukan agar aku bisa memperbaiki di cerita berikutnya.
And the last, you can follow my account if you wanna know my other stories. Selamat menikmati. Hatur nuhun.
"Bunda..., ayah makannya enggak dihabiskan!"
Teriakan gadis cilik di depan Azzam membuat laki-laki tersenyum. Ah, betapa bahagiannya hidup seperti ini. Ada Cila dan Sofia yang sangat memperhatikan kesehatannya pasca keluar dari rumah sakit. Mereka benar-benar seperti sipir di masa recovery kondisi Azzam.
Ketika Sofia ke ruang tengah dengan membawa nasi, ayam rebus tanpa cabai, dan sayur bayam yang terasa hambar di lidahnya, perempuan itu menyuruh Cila memastikan ayahnya menghabiskan makan siangnya. Tentu saja Cila menjalankan tugas itu dengan sangat baik. Gadis itu tanpa sedikitpun beranjak di sofa bed yang diduduki Azzam.
Sofia yang sedang memasak di dapur menoleh. Ruang tengah dan dapur yang tanpa sekat memudahkan Sofia melihat ayah dan anak itu. Ia tersenyum melihat ekspresi kesal Cila. Gadis itu melihat piring ayahnya yang masih menyisakan beberapa suap nasi. Hati Sofia menghangat saat menyadari Cila yang sudah bisa mengekspresikan perasaannya. Tidak pendiam seperti dulu.
"Siapa yang berani menyisakan masakan bunda?" kata Sofia sambil menghampiri keduanya setelah mematikan kompor.
"Ayah, Bunda. Ayah enggak mau menghabiskan masakan bunda," adunya.
Jawaban Cila membuat Azzam terus menatap Sofia. Ia menunggu kalimat yang keluar dari bibir perempuan cantik itu. Nyatanya, perempuan itu justru menatap Azzam sambil tersenyum. Sebuah senyum yang membuat dada Azzam menghangat.
"Mulutnya pahit, ya, Bang?" tanyanya.
"Kalau disuapi kamu kayaknya enggak pahit lagi." Azzam harus merutuki mulutnya yang berbicara dengan liar seperti itu. Ia bukan orang yang romantis. Tapi, entah mengapa kalimat itu keluar dari bibirnya. Seperti bukan Azzam.
Azzam bisa melihat wajah Sofia yang memerah. Perempuan itu malu digombali dengan kalimat receh Azzam. Kulit wajahnya yang putih bersih sangat kontras sekali dengan semburat merah di pipinya yang tembam.
Akhirnya, Sofia menuruti. Ia mengambil piring untuk menyuapi laki-laki dewasa di hadapannya. Cila yang berada di dekat kedua orang dewasa itu langsung terkikik. Pikiran anak-anaknya heran melihat ayahnya yang masih disuapi bundanya. Itu persis seperti Zafran, adik sepupunya yang masih berusia dua tahun.
Ayahnya masih bertingkah layaknya balita yang sedang meminta perhatian ibunya setelah selesai makan. Sofia hafal betul itu. Azzam paling tidak bisa meminum obat berbentul tablet. Maka, Sofia harus menggerus obat itu dengan air hangat agar Azzam mau meminumnya.
Rasa-rasanya masih seperti mimpi melihat Cila dan Sofia di dekatnya. Azzam tidak ingin terbangun dari tidurnya. Ia ingin selamanya terperangkap dalam dunia mimpi yang begitu indah ini. Tapi, Azzam semakin bersyukur karena ini nyata.
Ia tidak akan melepasnya. Azzam janji itu.
Sofia membereskan masakannya hingga akhirnya kedua perempuan itu izin ke kamar untuk tidur. Azzam bahkan baru tahu jika jam tidur Sofia lebih cepat dari biasanya. Sepertinya efek kehamilannya yang semakin membesar. Azzam memaklumi itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Waktu Kembali (Selesai)
RomanceAzzam, duda beranak satu, menikahi gadis cantik nan polos, Sofia, setelah berpacaran selama setahun. Alasan Azzam menikahi Sofia karena anaknya, Cila, membutuhkan ibu dan Sofia menyayangi puteri kecilnya. Sementara Sofia berpikir jika Azzam mencinta...