Rencana Sofia

19.8K 1.2K 6
                                    

Hai, maaf untuk keterlambatan update cerita Bang Azzam dan Sofia. Ada kegiatan yang enggak bisa aku hindari. Di bagian ini dan mungkin beberapa part berikutnya, Azzam sengaja kutinggalkan dulu. He makes something new for his little family. Semoga kalian menikmati ceritaku. Don't forget to vote and comment ya. Thanks


Zidan asyik bermain mobil-mobilan kecil. Di sampingnya, Cila memperhatikan. Sesekali kulihat Zidan mengucapkan kalimat-kalimat penuh ajaran agar Cila mengikuti caranya menjalankan mobil-mobilannya itu. Putera Bang Saka itu terlihat seperti seorang kakak laki-laki bagi Cila.

"Makanya punya anak lagi, Dek, biar rumah ramai," kata Bang Saka. Ia sudah rapi dengan pakaian kerjanya. Tangannya sedang menggendong Zafran yang baru berusia dua bulan.

"Belagu banget. Mentang-mentang udah punya anak lagi," dengusku. Beginilah tingkah Bang Saka. Tidak pernah berubah meskipun sudah memiliki dua buntut.

"Jangan didengarkan, Dek," Kak Nindya membelaku.

Ia mengantar Bang Saka keluar rumah. Tidak lama, aku mendengar deru mobil Bang Saka meninggalkan rumah.

Bang Azzam pergi ke Jerman karena urusan pekerjaan. Ia akan menghabiskan tiga minggu di negara bersalju itu. Kini, aku menghabiskan waktu seminggu di Jakarta. Cila sengaja kumintai izin pada sekolahnya. Masih TK, tak apalah izin terus.

"Kak, melahirkan itu sakit enggak?" tanyaku.

Kak Nindya yang asyik memberikan ASI menoleh. Ia menatapku dan anak keduanya bergantian. Senyum terukir di bibirnya. Sudah dua kali ia mendapatkn gelar kehormatan itu. Menjalani proses persalinan dua metode sekaligus.

"Kalau kakak bilang nikmat, itu bohong banget. Melahirkan itu sakit. Apalagi pas Zafran. Sudah delapan jam lebih menahan mulas tapi pembukaannya enggak nambah-nambah jadi harus dioperasi."

Aku bergidik ngeri membayangkan itu. Bagaimana perut Kak Nindya harus terkena sayatan pisau bedah untuk mengeluarkan jagoan kecilnya. Bahkan, dari cerita mama, Bang Saka sampai menangis-bukan sekadar mengeluarkan air mata.

"Tapi," sambung Kak Nindya. "Setelah Zafran lahir, rasa sakitnya terbayarkan dengan kebahagiaan Melihat mereka lahir sempurna, enggak kekurangan apapun, kakak bahagia banget." Ia tersenyum. Di dalam gendongannya, Zafran mulai terpejam. Bayi kecil itu melepas sumber makanannya. "Kenapa? Kamu mau punya anak juga?"

Aku mengangguk antusias.

"Bang Azzam belum mau punya anak juga?"

"Iya. Kita pernah diskusi soal itu, eh malah bertengkar."

"Sebenarnya sih kalau masalah anak, ya harus dibicarakan berdua. Tapi, kalau Bang Azzam masih enggak mau, mungkin kamu bisa kasih dia kejutan."

"Maksudnya?"

"Kamu diam-diam berhenti minum pil KB," kata Kak Nindya.

Aku terdiam. Sebenarnya rencana itu sudah lama muncul dalam kepalaku. Tapi, aku tidak memiliki keberanian pada Bang Azzam. Aku takut ia marah.

"Secara ekonomi dia udah mapan. Kesiapan mental juga sudah teruji pada Cila. Mungkin, dia hanya takut kalau kamu akan meninggalkannya setelah melahirkan seperti dulu mantan istrinya."

"Aku enggak akan gitu," kataku cepat.

Kak Nindya tertawa. Zidan dan Cila menoleh. Mereka sepertinya kaget dengan suara kencangku dan tawa Kak Nindya. Setelah diberi pengertian, mereka melanjutkan kembali acara bermainnya.

"Makanya, kasih kejutan."

Aku tersenyum dan mengangguk. Rencanaku pasti berhasil.

***

Ketika Waktu Kembali (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang