Menguatkan Sofia

22.4K 1.4K 43
                                    

Sofia berkali-kali menguatkan dirinya. Ia harus kuat. Ia harus menjadi kuat. Demi dirinya dan sang buah hati. Begitulah yang Sofia ucapkan setiap kali selesai mandi pagi dan menatap diri di cermin besar di kamar. Perempuan cantik di hadapannya yang kini lesu harus kembali bersemangat menjalani hidup.

Seorang Azzam boleh sama menghancurkan perasaan cinta Sofia pada laki-laki itu tetapi tidak akan dibiarkan menghancurkan semangat hidupnya. Ia masih memiliki nyawa lain yang harus dibahagiakannya. Kelak, pertumbuhan bayi itu dalam rahimnya akan menjadi penyemangat hidupnya.

"Dek?" suara Papa terdengar di balik pintu kamarnya.

"Sebentar lagi, Pa," jawab Sofia.

Tidak ada sahutan papa. Yang terdengar justru suara engsel pintu disusul pintu yang terbuka. Papa sudah siap dengan kemeja kerjanya. Ah, laki-laki ini yang tidak pernah melukai hatinya.

"Adek udah cantik. Ayo, nanti mama ngomel," kata papanya.

Laki-laki paruh baya itu menghampiri Sofia dan menenggam tangan puterinya. Mereka berjalan sambil berpegangan tangan ke ruang tamu. Di sana sudah ada mama.

"Kamu makin lama aja make up-nya. Kita mau ke toko, Dek, bukan mau ke mall," cerocos mama. "Kamu lama make up, pelanggan entar enggak jadi beli kue mama."

Sofia tersenyum. Mamanya telah kembali.

"Samir...," mamanya berteriak. "Itu anak kebiasaan, deh, selalu tidur lagi kalau habis subuh. Dia anak kuliah jam 10, Pa. Sebentar, mama siram dulu biar bangun!"

Mama masih berceloteh. Suaranya semakin samar terdengar karena perempuan itu menjauh untuk pergi ke kamar Samir.

"Mama biar berisik tapi selalu bikin kangen, ya, Dek?" tanya papanya.

Sofia mengangguk. Biarpun sering membuat seisi rumah pusing karena kebawelannya, tetapi itulah yang menghidupkan rumah. Hal itu semakin membuat Sofia yakin jika keputusannya menyembunyikan kehamilannya pada Azzam adalah yang terbaik.

***

Sofia ikut ke toko mama untuk menyibukkan diri agar pikiran kesedihannya teralihkan. Tapi, itu tidak sepenuhnya berhasil. Setiap kali melihat sosok anak kecil yang berkunjung ke toko, ia selalu teringat Cila.

Ah, bagaimana keadaan Cila? Sudah hampir seminggu ia tidak pernah bertemu dengan puteri kecilnya. Dulu, setelah honeymoon, ia tidak pernah melewatkan satu hari pun tanpa Cila. Sekarang, ia harus membiasakan diri untuk tidak melihatnya.

Kalau sudah didesak rindu, ia ingin sekali menelepon Bu Rum agar bisa mendengar suara Cila. Tapi, ia ingat dengan pesan Azzam. Laki-laki mengatakan untuk tidak menghubungi Cila.

"Sebelum kamu hadir, aku terbiasa berdua dengan Cila. Sekarang, Cila hanya perlu membiasakan diri dengan kondisi itu lagi. Jadi, aku mohon, Sofia, jangan hubungi Cila lagi. Biarkan dia beradaptasi untuk hidup tanpamu. Biarkan dia menerima kehadiran mama kandungnya."

Aku juga mamanya. Aku mencintainya lebih dari apapun. Sangat mencintainya. Aku berusaha untuk selalu membuatnya bahagia. Aku mendidiknya menjadi anak yang mudah bergaul dan percaya diri.

Baiklah, Sofia akan mencari jalan lain untuk mengobati kerinduannya pada Cila. Ia mengambil ponsel dan mencari nomor Bu Rum.

Assalamualaikum, Bu Rum?

Walaikum salam, Non Sofia. Non Sofia di mana? Bu Rum kangen masak bareng Non.

Sofia terkekeh. Ia juga rindu menghabiskan waktu di dapur dengan Bu Rum. Perempuan itu begitu baik.

Aku di rumah mama di Jakarta. Bu, Cila sehat?

Alhamdulillah Non Cila sehat tapi sekarang balik lagi kayak dulu.

Maksudnya?

Pendiam. Enggak banyak omong. Dia cuma sering nanyain Non Sofia ke ibu. Kalau udah kayak gitu, ibu rasanya mau nangis. Non Cila kangen banget sama Non Sofia. Non, balik lagi ke Bandung, ya. Kasian Non Cila.

Enggak bisa, Bu Rum.

Non Cila butuh Non Sofia.

Bu Rum, boleh minta tolong kirimi aku video Cila?

Telepon yang pakai video aja, Non. Nanti ibu minta ajari sama tetangga. Biar Non Cila juga bisa ngeliat Non Sofia.

Enggak usah, Bu. Jangan lupa kirimi ya, Bu. Assalamualaikum.

Sofia langsung memasukkan ponselnya ke dalam tas. Ia mengabaikan jawaban Bu Rum. Ia tidak memiliki hak pada Cila. Ia bukan ibu kandungnya. Ia bukan perempuan yang mengandung Cila. Bukan perempuan yang melahirkan Cila. Ia hanya perempuan yang kebetulan menikah dengan ayahnya Cila. Sekarang sudah ada ibu kandung yang hadir dalam kehidupan mereka. Ia semakin tidak memiliki hak.

Tapi aku mencintainya seperti mama mencintaiku.

"Dek, ada yang mau ketemu sama Adek," mamanya muncul di hadapannya.

Ketika Sofia mendongkakkan kepala, ia melihat sosok yang tidak asing berdiri di samping mamanya.

"Kak Diba?" tanyanya tidak percaya melihat kakak iparnya muncul.

"Kalian ngobrol di atas aja," suara mama menginterupsi.

Ketika Diba menghampiri Sofia, ia tidak sanggup untuk mengulang cerita sedih itu. Berita rencana perceraiannya pasti sudah sampai ke telinga kakak iparnya. Dari sorot mata perempuan yang disayanginya, Sofia melihat ada binar amarah. Sofia tidak bisa menambah amarah perempuan itu dengan menceritakan kelakuan adik kesayangannya.

***

Ketika Waktu Kembali (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang