Saingan Azzam

32.1K 1.9K 79
                                    


Hari tepat dua bulan lalu-di 9 September 2019-aku mem-publish cerita fiksi ini. Ini cerita pertamaku di Wattpad. Terima kasih atas dukungan kalian dengan membaca, memberikan vote dan berkomentar di ceritaku. Aku berharap kalian terus menantikan dan menyukai ceritaku. Kritik dan saran bisa kalian sampaikan padaku.

Sebagai ucapan terima kasih, aku publish cerita ini di luar jadwal rutin. Jika kalian menyukainya, bisa berikan vote dan komentar sangat ditunggu. Hatur Nuhun.



Kamar rawat Cila ramai ketika Azzam dan Rania memasukinya. Mereka baru saja makan siang di kantin rumah sakit. Tangan Azzam menggenggam plastik berisi makan siang untuk Sofia. Perempuan itu menolak untuk diajak. Tentu saja. Memangnya siapa yang mau makan siang dengan selingkuhan suamimu?

Mama dan Samir baru saja sampai. Kedua orang itu berada di posisi yang berbeda. Samir duduk di pinggir ranjang sambil bercanda dengan puteri kecilnya. Cila bahkan terus tertawa mendengar ucapan Samir. Entah apa yang dikatakan laki-laki itu pada Cila. Mungkin, sebenarnya Cila hanya rindu dengan om kesayangannya itu.

Sementara mama dan Sofia berdiri sambil berbincang dengan dokter laki-laki yang menangani Cila. Dokter muda bertubuh tinggi dengan kulit agak kecokelatan. Sangat laki-laki sekali.

"Enggak nyangka kamu yang dulu hobi main bola di jalan depan rumah tante, sekarang jadi dokter ganteng gini."

Tante? Azzam merasa ada yang salah dengan pendengarannya. Sejak kapan ibu mertuanya-oh, calon mantan-memanggil dirinya tante pada dokter cucunya. Azzam mencoba membuka memori dalam kepalanya. Ia perhatikan lagi dengan saksama wajah dokter muda itu. Nihil. Azzam sama sekali tidak mengingat wajah itu. Ia belum pernah bertemu dengan laki-laki itu. Berteman dengan Saka sejak kuliah tidak membuat dirinya benar-benar tahu lingkungan Sofia.

"Iya, sampai ngancurin pot kecil di depan rumah Tante," kata dokter itu lagi. "Tapi Sofia enggak berubah, Tante. Cantiknya enggak hilang-hilang."

Sofia membalas dengan tertawa kecil. Ah, perempuan itu bahkan sempat merona ketika dipuji dokter itu. Hal itu sukses membuat dada Azzam bergejolak. Dokter itu bahkan tidak menyadari kehadirannya dan Rania. Ia sibuk memuji kecantikan Sofia. Azzam geram. Bahkan, surat cerai Sofia belum keluar.

"Siapa dulu mamanya," ucap mama bangga menimbulkan tawa ketiganya.

Suara dehaman Azzam membuat tawa ketiganya terhenti. Sofia menoleh dan mendapati Azzam berdiri bersama Rania. Masih ada rasa sesak di dadanya. Sofia mencoba meyakinkan dirinya untuk baik-baik saja. Ia pasti bisa melupakan Azzam. Sofia harus yakin itu.

"Bagaimana keadaan puteri saya, Dok?"

"Oh, ini suaminya Sofia."

"Mantan suami," kata mama cepat.

"Ma," Sofia mencoba menegur mamanya.

"Emang benar, kan? Azzam sudah memberikan talak ke kamu demi selingkuhannya, Dek."

Sofia dan Azzam terdiam. Ucapan mama seakan-akan menampar hati keduanya. Dokter Garda yang melihat kejadian itu mengernyitkan dahi. Ia menatap Azzam dan ketiga perempuan dewasa itu. Oh, sepertinya ia mulai paham.

"Sudah lebih baik. Tapi, kita masih harus tunggu trombositnya normal," kata Garda akhirnya bersuara.

Azzam mengangguk. Matanya masih terus memperhatikan dokter muda itu. Ia melihat sesekali dokter itu masih memperhatikan Sofia. Perempuan yang sebentar lagi menjadi mantan istrinya. Perempuan cantik itu seperti memiliki magnet untuk menarik para laki-laki.

"Saya permisi dulu, Pak," kata Garda. "Tante, Sofia, Samir, pamit ya." Ia mencium tangan mama, bersalaman dengan Sofia dan membalas senyuman pada Samir sebelum meninggalkan ruangan.

"Tolong jangan dekati Sofia, Dok." Azzam tidak tahu mengapa mulutnya mengeluarkan suara seperti itu yang membuat Rania kaget.

"Kenapa aku harus menjaga jarak dengan Sofia? Bukannya kamu sudah menceraikannya?" Dokter Garda tidak lagi menunggu jawaban Azzam. Ia langsung meninggalkan ruangan.

"Kamu yang memutuskan menceraikan Sofia. Jadi, jangan halangi laki-laki itu mendekati Sofia." Mama bersuara tegas. Siapa suruh menceraikan puteri cantiknya yang berhati lembut? Biar tahu rasa.

"Dia baik dan enggak pernah menyakitiku." Tidak ada yang menyangka Sofia menjawab itu.

"Lihat kan, anak mama jauh lebih cantik dan menarik dari selingkuhan kamu."

Rania menunduk. Ia tidak akan menjawabnya. Semua itu pantas diarahkan padanya. Ia perempuan jahat karena sudah merusak rumah tangga orang lain. Lebih dari itu, ia sudah merenggut kebahagiaan milik Azzam dan Sofia.

"Bunda enggak pacaran sama om dokter itu, kan?" Suara Cila muncul di tengah ruangan itu.

Mereka semua menoleh dan mendapati Cila sedang menatap Sofia sendu. Gadis itu bahkan sudah melepaskan genggaman tangan Samir.

"Emang kenapa?" pancing mama. Ingin tahu alasan cucu kesayangannya.

Cila menggeleng. "Biar bunda sama Cila aja."

Sofia langsung menghujani wajah mungil Cila dengan ciuman. Gelak tawa muncul kembali dari bibir Cila.

Karena harusnya bunda sama ayah saja.

***

Ketika Waktu Kembali (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang