Hallo, readers. Mohon maaf kalau bagian ini kurang feel dan sedikit dalam ceritanya. Semoga kalian menikmatinya. Terima kasih bagi yang kalian yang sudah menunggu dan memberikan voment. Hanur nuhun.
Baiklah, aku memposting cerita hari ini kayak makan orang Indonesia-3x sehari. Sekalian karena habis posting ceritaku yang lain, Hari Setelah Kemarin-mampir, ya. Semoga suka.
"Lho, Nak Azzam baru datang," suara Bu Agus justru yang menyambut kedatangan Azzam di rumah mertuanya.
"Iya, Bu," katanya sambil membawa tubuh Cila yang tertidur dalam gendongannya.
Bagaimana Sofia menjawab pertanyaan kepo Bu Agus mengenai alasan Sofia terus tinggal di rumah mama? Mungkin tetangga kepo itu mencium ketidakharmonisan rumah tangga Sofia dan suaminya. Tentu saja Bu Agus akan bertanya meskipun mama akan membentengi Sofia dengan mulut tajamnya.
"Bang Azzam," Sofia menghampirinya. "Cila dibawa ke kamarku aja." Sofia sempat berpamitan pada Bu Agus yang dibalas dengan tatapan penuh tanya perempuan paruh baya itu.
Di dalam, Azzam melihat ibu mertuanya baru saja akan mengeluarkan kalimat pedas sebelum dipotong suaminya. Ah, mengapa akhir-akhir ini ia selalu diberikan kalimat pedas yang menusuk hati. Sepertinya itu karma perbuatannya.
"Gimana perjalanannya, Bang? Lancar?" tanya Sofia sambil mengelus rambut puteri kecil kesayangannya yang tengah tertidur di kamarnya.
Azzam tidak menjawab. Laki-laki itu malah mengedarkan pandangannya ke kamar Sofia. Semuanya masih sama. Matanya beralih pada ranjang yang ditiduri puteri kecilnya. Tiba-tiba Azzam tersenyum sendiri.
Dulu, di ranjang ini, ia seringkali menggoda Sofia. Azzam suka sekali melihat wajah istrinya yang memerah karena malu. Momen itu selalu berakhir dengan menggapai kenikmatan surga dunia. Apalagi, jika Cila tidur di ruang tengah bersama Zidan dan Samir di tenda buatan adik iparnya. Semakin banyak waktu yang ia habiskan dengan Sofia.
Apakah sekarang Sofia masih malu-malu saat ia menggodanya? Apakah bibir Sofia masih selembut marsmallow? Apakah harum tubuh Sofia masih terasa memabukkan indera penciumannya? Apakah Sofia masih akan menyebut nama dengan mesra saat ia menghujani ciuman di seluruh tubuh perempuan cantik itu? Ah, seandainya saja ia bisa mengulang memori indah itu.
"Bunda."
Suara Cila membuyarkan keinginan terpendam Azzam. Puteri kecilnya terbangun. Ketika melihat sosok Sofia yang duduk di pinggir ranjang, Cila langsung memeluknya. Ucapan rindu terus saja disuarakan gadis kecil itu. Azzam pikir, Sofia akan menangis penuh haru karena sudah lama tidak berjumpa dengan Cila. Nyatanya, perempuan itu justru menciumi seluruh wajah Cila dengan tertawa.
"Bunda juga kangen banget sama Cila," Sofia membalas.
Suara perut Azzam menghentikan adegan kebahagiaan itu. Azzam hanya mengalihkan wajahnya untuk menghindari malu saat Sofia menatapnya. Sungguh rasanya begitu malu. Seharusnya ia makan nasi yang banyak pagi tadi. Ia harusnya mengabaikan detak jantungnya yang tidak karuan sejak malam. Ah, harusnya jantungnya tidak perlu bergejolak seperti remaja sedang jatuh cinta.
"Makan dulu, Abang," kata Sofia. "Cila ikut makan, ya, Sayang."
"Tapi disuap sama bunda," katanya manja.
Sofia hanya menggeleng melihat reaksi puteri kecilnya yang berubah menjadi sangat manja. Efek hampir seminggu tidak bertemu dengannya. Sofia memakluminya. Ia lantas membawa puteri ciliknya menuju dapur. Azzam mengekor dengan pandangan tak terlepas dari kedua perempuan yang bergandengan tangan itu.
Saat Azzam hendak mengambil piring, Sofia melarang. Perempuan itu mengambil makanan untuknya. Azzam dibuat tertegun ketika melihat porsi makanan yang dibawa Sofia. Porsi nasi, lauk, dan potongan buahnya masih sama seperti dahulu. Sofia tidak pernah mencampur sayuran ke dalam piring nasinya. Perempuan itu tidak hanya melayaninya dengan baik tetapi juga mengingat kebiasaanya.
"Bunda juga makan biar adik bayinya sehat," suara Cila terdengar di samping Azzam.
Azzam tahu, sampai kapanpun, sosok Bunda Sofia tidak akan tergantikan di hati puteri kecilnya.
***
Di belakang rumah orangtua Sofia, dibuat kebun kecil yang isinya berbagai tanaman. Mama menyukai kegiatan berkebun selain membuat kue. Tamanan yang biasanya mama tanam tidak hanya sekadar mencuci mata tetapi juga bisa dipetik untuk dirasakan manfaatnya. Mama jarang sekali membeli cabai, sawi, mangga, hingga daun pandan. Semuanya sudah ada di kebun kecil itu.
Di pinggir kebun kecil itu ada empat buah kursi yang dibuat mengitari sebuah meja bundar. Bisanya, Sofia dan keluarganya menghabiskan waktu untuk mengobrol santai di sana. Kini, Sofia harus memendam bayangan keluarga kecil yang ada dalam pikirannya. Ia berkali-kali menghilangkan kata keluarga ketika ia dan Azzam duduk di sana. Azzam bukan lagi keluarganya. Laki-laki itu hanya kebetulan menjadi ayah biologis dari bayi yang dikandungnya.
"Kamu baik-baik aja, kan, Sofia?" Azzam memulai pembicaraan setelah sepuluh menit mereka diliputi keheningan.
Sofia menoleh. Perempuan itu tersenyum. Cantik sekali wajahnya. "Sangat baik sekali. Aku sebentar lagi melahirkan."
"Bukan, maksudku tentang perceraian kita," kata Azzam cepat.
Sofia tidak lagi tersenyum. Matanya memandang kosong sesuatu di hadapannya. "Awalnya aku sedih, Bang. Tapi, akan ada banyak orang yang lebih sedih melihatku menangis. Jadi, aku harus bahagia."
Banyak orang juga merasa tersakiti ketika Azzam menyakiti Sofia. Azzam berpikir hal itu. Sofia di kelilingin banyak orang yang mencintainya. Orang-orang yang rela melakukan apapun demi melihat perempuan itu tersenyum bahagia.
"Abang juga bahagia, kan?" tanya Sofia.
Harusnya, Azzam menjawab dengan yakin kalau ia bahagia. Tapi, mulut laki-laki terasa kelu. Ia tidak mampu mengucapkan jawaban dari pertanyaan Sofia.
Bahagiakah ia dengan perpisahan ini?
Sofia beranjak. Langit sudah menampilan warna orange. Sudah mau magrib. Sebelum ia melewati Azzam, Sofia berbisik pada laki-laki itu. "Abang harus bahagia. Alasanku mau diceraikan karena aku tahu kalau Abang enggak bahagia bersamaku."
***
Bocoran part berikutnya.
"Permintaan Terakhir Cila"
"Ayah, kalau Cila pergi ke surga, Cila bisa ketemu bunda, ya?"
"Azzam, jemput Sofia sekarang!" Rania berteriak pada laki-laki di hadapannya.
"Sofia mengorbankan banyak hal demi kebahagiaan puteri kita, Zam. kalau kita meneruskan ini, kita akan menjadi orangtua paling buruk dan egosi di dunia."
"Ayah, Cila mau pergi ke surga," gadis kecil itu bersuara lirih dengan napas yang tersendat.
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Waktu Kembali (Selesai)
RomanceAzzam, duda beranak satu, menikahi gadis cantik nan polos, Sofia, setelah berpacaran selama setahun. Alasan Azzam menikahi Sofia karena anaknya, Cila, membutuhkan ibu dan Sofia menyayangi puteri kecilnya. Sementara Sofia berpikir jika Azzam mencinta...