Membujuk Mama

28.4K 1.5K 67
                                    

"Makan terus minum obat, Zam, biar cepat sehat. Kakak heran. Ada laki-laki jatuh sakit karena patah hati," suara Adiba terdengar. Tangan perempuan itu masih memegang kamera ponsel yang ia arahkan ke Azzam.

"Aku kelelahan, Kak," kata Azzam. Tangan kanannya yang diberi selang infus agak kesulitan menyendok makanan rumah sakit. Ia menyuap sedikit demi sedikit makanan yang terasa hambar di lidahnya itu ke dalam mulutnya.

Azzam tumbang. Tubuh yang ia kira begitu kuat akhirnya menyerah pada sesuatu bernama bakteri salmonella. Bakteri itu yang menyerang ususnya hingga akhirnya Azzam harus tidur di ranjang rumah sakit ini. Bagi Azzam, ini karena pola hidupnya tidak teratur. Kerja berlebihan, tidak memperhatikan pola makan, dan makan sembarangan. Juga ditambah intensitas tidurnya yang berkurang. Semuanya terasa berantakan.

Ia tidak merasakan apapun kecuali rasa sesak yang menghinggapi dadanya ketika mengingat Minggu malam kelabu itu. Ia bekerja karena itulah yang setidaknya dapat mengalihkan pikirannya dari momen menyakitkan itu. Dengan bekerja, setidaknya otak Azzam memikirkan hal lain yang lebih logis.

Nyatanya, tubuh Azzam justru jatuh ketika ia memimpin rapat di ruangannya. Tepat ketika Adiba datang ke kantornya. Perempuan itu gerah karena pesan dan panggilan teleponnya tidak dibalas dan diangkat Azzam.

Jadi, di sinilah mereka berdua. Sepasang kakak adik yang telah lama kehilangan orangtua mereka. Adiba tahu, hanya dirinya yang dimiliki Azzam. Ia harus ada untuk Azzam. Maka, ia menginap di rumah sakit ini untuk mengurusi adik laki-lakinya.

"Iya, lelah hati," balasnya. "Sofia, laki-laki ini tumbang karena cintanya kamu tolak." Suara Adiba terdengar mengejek dibanding simpati atas penderitaan adik satu-satunya.

Adiba menekan tombol merah untuk menghentikan rekaman videonya. Nanti malam saja ia akan kirimkan video itu pada Sofia. Ia akan memikirkan kalimat bagus untuk pengantar video ini. Ia akan mencarinya di Google atau melihat dari video-video sinetron.

Adiba tidak tahu persis dengan kejadian malam itu. Ia hanya menebaknya. Dugaannya sepertinya benar. Sofia dan Cila pasti ada di Jakarta. Azzam tidak akan sendiri melewati ini. Bahkan, Azzam tidak akan sakit.

"Zam," panggil Adiba sambil mendekat ke arah Azzam. Tangannya membenahi peralatan makan adiknya. Ia mengambil beberapa tablet obat untuk digerus sebelum kemudian diberikan kepada adiknya. Setelah Azzam meminum obat itu, Adiba menggenggam tangan adiknya. "Kamu tahu kalau kakak sayang sekali denganmu."

Azzam tahu itu. Tidak perlu dijelaskan pun, ia sangat paham dengan perasaan Adiba padanya. Adiba yang selama ini menggantikan posisi orangtua mereka. Adiba yang selalu bangun pagi demi menyiapkan sarapan untuknya. Adiba yang setiap dua minggu datang ke kost-nya di Bandung untuk memastikan dirinya baik-baik saja di perantauan. Adiba yang selalu mengomeli bila ia berada di jalan yang salah.

"Waktu kamu bilang mau nikah sama Sofia, kakak bahagia banget. Akhirnya kamu akan punya keluarga utuh. Kamu akan punya orangtua seperti dulu. Mama dan papa yang begitu baik, bukan hanya ke kamu tapi juga ke kakak." Adiba menghela napasnya. "Kakak enggak tahu gimana rasanya memiliki orangtua lagi sampai akhirnya orangtua Sofia menyuruh kakak memanggil mereka papa dan mama."

Ketika Adiba memejamkan matanya untuk mengingat peristiwa itu, setitik air matanya jatuh. Ia dan Azzam akhirnya memiliki orangtua. Karena menikah dengan Raka tidak membuatnya memiliki orangtua. Raka tidak mengenal orangtuanya karena ia besar di panti asuhan.

"Keluarga itu harta yang paling berharga, Zam. Kamu mudah mencari perempuan yang mencintaimu tapi enggak akan mudah mencari perempuan yang keluarganya juga mencintaimu. Sofia punya itu, Zam. Mereka menerima kamu, Cila, kakak, bahkan Mas Raka seperti keluarganya sendiri."

Ketika Waktu Kembali (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang