Setelah libur Minggu, akhirnya cerita ini publish-mohon bersabar. Terima kasih buat dukungan kalian sama ceritaku-that's my energy. Baik itu bintang dan komentar. Saya membacanya semua meskipun enggak sempat balas komentar kalian satu persatu. Sering enggak nyangka kalian begitu mendalami ceritaku. Langsung aja, selamat menikmati.
Rumah Sofia tidak banyak berubah. Masih ada karpet tanpa sofa yang diletakkan di depan televisi. Di samping meja televisi, masih ada banyak figura foto keluarga perempuan itu. Ada tiga foto yang memuat Saka, Sofia, dan Samir di ulang tahun pertama mereka. Di sisi dinding samping, ada foto pernikahan Saka dan Sofia bersama mama dan papa.
Mama masih menyimpan itu. Momen pernikahannya dengan Sofia adalah salah satu peristiwa yang membuat mama bahagia. Azzam masih ingat bagaimana mama menangis haru ketika Azzam mengucapkan ikrar nikah sambil memegang tangan papa. Tugas mama sebagai penjaga hati Sofia telah berpindah padanya. Mama mempercayakan kebahagiaan puteri satu-satunya padanya. Harusnya Azzam bisa menjaga kepercayaan itu.
Sofia membiarkan ijazah sarjana yang telah didapatnya tergeletak di lemari karena Azzam memintanya menjadi ibu rumah tangga. Sofia yang selalu membangunkannya tidur dan menyiapkan pakaian kerjanya. Sofia yang menemani Cila bermain. Sofia yang masakannya selalu menggugah selera Azzam. Dan, Sofia yang bibirnya selalu terlihat menggoda untuk dikecup.
Sial. Azzam merasa panas dingin mengingatnya. Sudah lama sekali bibirnya tidak mengecup bibir Sofia. Demi Tuhan, bibir Sofia begitu lembut. Ia tidak akan bosan mengecup bibir itu.
"Ayah," suara Cila membuyarkan lamunan liarnya.
"Kenapa, Sayang?"
"Disuruh kakek makan malam."
Azzam mengangguk. Ia mengikuti puteri kecilnya di ruang makan yang cukup luas itu. Di meja panjang itu sudah ada papa, mama, Saka, Samir, dan Nindya. Kedua anak Saka juga ada di sana. Hanya Sofia yang tidak kelihatan. Sejak pagi ia menginjakkan di rumah ini, sosok perempuan yang dicarinya tidak muncul.
Bahkan, hingga makan malam berakhir, Sofia tidak terlihat. Cila juga tidak merasa aneh dengan ketidakhadiran Sofia. Biasanya, puteri kecilnya tidak bisa jauh-jauh dari bundanya.
"Ma, Sofia mana?" Azzam memutuskan bertanya. Ia tidak beranjak sedikut pun dari rumah ini. Niatnya hanya dua, bertemua Sofia dan Cila. Sempat ia merasa takut dengan kedatangan Dokter Garda tadi pagi. Ia takut jika ketidakhadiran Sofia karena perempuan itu pergi bersama dokter muda itu.
"Kenapa? Mau ketemu?" tanya dengan wajah yang sama sekali tidak bersahabat. Azzam mengangguk. "Kalau mau ketemu nanti aja di pengadilan."
Sangat mama sekali jawaban jahat seperti itu. Azzam paham. Ia memutuskan untuk mengalah. Setidaknya mundur selangkah untuk maju tiga langkah.
"Kamu pulang, deh, Zam. Udah malam. Enggak baik laki-laki main sampai malam di rumah anak gadis. Nanti timbul fitnah di tetangga." Tanpa basa-basi mama mengatakan itu. Bahkan, ia tidak peduli jika Azzam belum menyelesaikan makan salad buah buatan Nindya.
Azzam ingin sekali mematahkan ucapan mama. Ia masih sah secara negara menjadi suami Sofia. Tetangga juga tidak mungkin memberikan fitnah suami yang main lama di rumah keluarga istrinya. Ia menginap pun tidak ada yang peduli.
Siapa pula yang mengatakan Sofia adalah anak gadis. Perutnya yang membuncit menandakan jika perempuan itu bukan gadis lagi. Tidak ada Maryam kedua di dunia ini. Tentu saja Sofia pernah melepas kegadisannya hingga bisa hamil. Tapi, namanya juga mama yang maha benar. Demi jalan mulusnya melunakkan hati mama, Azzam kembali mengalah.
"Aku pulang dulu, Ma. Besok aku ke sini lagi."
"Enggak usah ke sini malah lebih baik. Seenggaknya mata mama enggak sakit lihat yang kotor-kotor."
***
Ada hal-hal yang tidak bisa diubah di dunia ini. Salah satunya adalah waktu. Tidak pernah ada alat untuk mengembalikan sebuah waktu karena waktu tidak akan pernah kembali. Detik jam selalu memutar ke kanan.
Azzam ingat sebuah film karya Davin Fincher yang ditontonnya ketika ia baru saja lulus kuliah. The Curious Case of Benjamin Button. Ia menikmati bagaimana kepiawaian Brad Pitt beradu akting dengan Cate Blanchet. Benjamin lahir sebagai seorang laki-laki berwajah keriput. Pertumbuhannya semakin membuatnya muda. Jam waktunya berputar terbalik dari kehidupan normal. Ia akhirnya meninggal ketika menjadi seorang bayi dalam pelukan perempuan yang dicintainya-yang sudah menjadi nenek-nenek.
Itu hanya film. Tidak ada waktu yang berputar terbalik. Itu artinya tidak ada kesempatan Azzam untuk tidak pergi ke Jerman, tidak bertemu Rania di kafe di Munich, tidak menjalin hubungan kembali dengan Rania, tidak mengajukan cerai pada Sofia. Lebih dari itu, ia tidak akan kehilangan Sofia seperti sekarang.
Sekarang, Azzam terperangkap pada tantangannya sendiri-menaklukkan kembali Rania. Ia kehilangan seseorang yang lebih berharga dalam kehidupannya. Ia telah kehilangan sejak Sofia memutuskan kembali ke rumah orangtuanya.
Di sinilah Azzam sekarang. Di rumah kakak perempuan satu-satunya untuk bermalam. Itu satu-satunya tempat yang dipikirkannya saat mama menyuruhnya pulang. Ia tidak tahu definisi pulangnya. Rumahnya sudah hancur ketika ia memutuskan kembali bersama Rania. Ia sendiri yang merubuhkan dinding kepercayaan Sofia.
Ia kembali ke rumah masa kecilnya. Tempat di mana ada kakak perempuan yang menyayanginya. Setidaknya, inilah rumahnya malam ini.
Ketika Azzam hendak mengambil air di dapur, ia melihat pemandangan tidak biasa di ruang tengah. Adiba yang biasanya galak membiarkan pahanya dijadikan bantal oleh suaminya. Sementara perempuan itu duduk di sofa. Raka terlihat nyaman sekali mengistirahatkan tubuhnya di paha istrinya. Tangan Adiba membelai rambut keriting suaminya.
Melihat mereka, membuat pikiran Azzam melayang ke masa lampau. Belasan tahun lalu ketika ia bahkan belum memikirkan tentang pernikahan.
Setahun setelah menikah, Adiba divonis tidak bisa memberikan keturunan pada suaminya. Itu berita awalnya. Nyatanya, Raka mengalami hal sama. Keduanya tidak bisa memiliki keturunan. Tapi, mereka tetap bersatu. Itulah takdir yang diberikan Tuhan padanya. Mungkin jika vonis mandul itu diberikan hanya salah-satu pada mereka, ada yang tidak bisa bertahan. Mereka bertahan.
Adiba dan Raka tidak mengadopsi anak seperti pasangan yang kesulitan memiliki anak lainnya. Sebagai gantinya, mereka sering mengunjungi rumah sakit anak dan panti asuhan. Itu yang mengenalkan Rumah Impian pada Sofia.
Adiba dan Raka menjadi kekurangan mereka sebagai kekuatan untuk saling bertahan. Itu dijadikan air untuk terus menumbuhkan perasaan cinta mereka setiap waktu.
Azzam bahkan bisa dengan mudah memiliki anak. Ia memiliki Cila yang cantik dan lucu. Ia juga akan memiliki anak dari Sofia. Azzam tidak pernah kesulitan untuk memiliki keturunan. Seharusnya ia mampu bertahan di samping Sofia. Harusnya ia bahagia memiliki Sofia.
Banyak faktor yang membuat pernikahan goyah. Ekonomi dan keturunan yang biasanya terjadi. Azzam tidak memiliki kedua masalah itu. Penghasilannya jauh dari cukup. Ia bisa memiliki banyak anak jika ia mau dan Tuhan mengizinkan.
Azzam hanya masih terjebak pada perasaan masa lalunya. Ia hanya merasa hubungannya dengan Rania belum selesai. Itu membuat kebahagiaan sesunggunya menjauh dari hidup Azzam.
Lalu, masih bisakah ia meminta kesempatan kedua pada Sofia dan keluarganya? Penolakan demi penolakan mama membuat daya juangnya ingin berhenti.
Masih sudikah Sofia kembali menjadi istrinya?
***
Kira-kira ke mana Sofia?
KAMU SEDANG MEMBACA
Ketika Waktu Kembali (Selesai)
RomanceAzzam, duda beranak satu, menikahi gadis cantik nan polos, Sofia, setelah berpacaran selama setahun. Alasan Azzam menikahi Sofia karena anaknya, Cila, membutuhkan ibu dan Sofia menyayangi puteri kecilnya. Sementara Sofia berpikir jika Azzam mencinta...