"Manusia mungkin berencana, namun kadang Ia lupa bahwa Tuhan yg lebih memiliki kuasa."
------
Author
Jakarta 2006.
"Maaf Don aku bener-bener gak bisa bantu." Viko menatap penuh sesal kepada suami dari sahabat istrinya ini.
Doni Dirgantara menggeram marah. Ia menunjukkan senyum sinis ke arah Viko. "Halah mentang-mentang usaha mu sedang naik daun seperti ini, kamu bersikap sombong."
"Jika bantuanku kamu gunakan untuk kebaikan tentu aku dengan senang hati membantu, Doni."
"Apa bedanya, mau hal jahat atau baik itu urusan ku." ucap Doni sengit.
Viko menyerah. Ia tidak ingin berdebat lebih panjang dengan Doni. "Sudahlah Don aku sedang sibuk, kamu bisa datang lain waktu."
Doni berdecih sinis. Ia segera meninggalkan ruangan Viko dengan cepat. Sebelum menutup pintu Doni bergumam sesuatu yg membuat Viko menegang.
"Ingat Viko, penolakanmu ini akan menjadi bumerang untuk keluargamu. Kau kenal aku bukan?" kekeh Doni sinis lalu menutup pintu dengan keras.
Viko menatap pintu dengan nanar, bukannya Ia tidak ingin membantu, hanya saja cara yg di pakai Doni adalah cara kotor. Tentu Viko takut jika sesuatu nanti terjadi pada perusahaannya.
Viko yakin Doni akan kembali mengacau, Firasatnya mengatakan hal buruk."Semoga semuanya akan baik-baik saja." gumam batinnya.
Setelah membereskan meja kerjanya, Viko bergegas meninggalkan kantor. Waktu sudah menunjukkan pukul tiga sore. Senyum terbit mengingat Ia akan segera bertemu istri dan kedua anaknya. Kegundahannya hilang beberapa saat. Setelah menuju lobi Viko mengendarai mobilnya dan beranjak keluar parkiran.
Dari jauh Doni mengamati Viko hingga menghilang dari gerbang. Dari awal rasa iri akan kekayaan Viko selalu menjadi pemicu Doni untuk menghancurkan keluarga sahabat istrinya itu. Obsesi Doni akan kekayaan terlalu menggebu hingga dia sendiri sulit mengendalikannya. Tak perduli tentang karma, yg jelas Ia tetap akan menghancurkan orang-orang yg berani menolaknya.
"Haha ingat Viko, hidupmu akan ku buat semenyedihkan mungkin." ucapnya lalu berlalu dari sana.
------
Tawa anak perempuan itu menggema disekitaran taman. Ia sampai beberapa kali menggelap matanya yg berair. Sedangkan anak laki-laki yg di depannya tersenyum manis, Ia senang leluconnya bisa membuat tawa riang gadis kecil itu.
"Al itu lucu sekali." ucap Viani kecil.
Yang di panggil Al hanya terkekeh. "Padahal aku tidak berniat melucu, Rara."
Kedua bocah kecil itu saling tertawa bersama, entah apa bagian yg di sebut lucu disana. Ada perbedaan, Viani tertawa dengan terbahak sedang Valen tertawa sambil menatap Viani dengan binar mata bahagia. Ia selalu merasa senang jika mampu mendengar tawa riang gadis kecil itu.
"Al seneng bisa bikin Rara ketawa."
Tawa Viani terhenti, ia mengernyit menghadap ke arah Valen. "Kenapa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Do You Miss Me ?
Teen FictionMencintai seseorang yg telah lama dekat di hidup kita, namun sayang nya dia tak peduli akan hal itu. Menyakitkan bukan? Itulah yg tengah di rasakan gadis manis ini. Dia harus terlibat masalah hati yg begitu rumit dengan orang yg telah lama dekat den...