Libur

274 17 0
                                    

Karena setiap hari aku libur, aku hanya di rumah. Makan, tidur, main game, nonton film, atau membaca novel. Bunda melarangku untuk membantunya. Ia terlalu berpikiran negatif tentangku. Selain karena khawatir aku terluka, ia juga tak ingin kejadian yang sama atau lebih parah lagi akan terjadi padaku. Dulu, aku pernah membantunya mengaduk sayur sup, namun ketika sendoknya tenggelam ke dalam panci, aku refleks mengambilnya dengan tangan kosong ke dalam air yang mendidih dan membuat tanganku melepuh. Aku juga pernah membantunya mengiris tomat, sebenarnya ini aku aja yang iseng karena aku ingin main masak-masakan seperti teman-temanku yang lain. Tadinya, aku mengira kalau aku memotong tomat maka akan keluar cairan berwarna merah pekat, tetapi ternyata itu adalah darah yang mengalir dari jariku yang teriris. Sangat banyak pengalamanku yang membuat tubuhku dipenuhi luka. Menurutku, luka yang paling parah adalah melihat bunda dan ayah bertengkar karena aku. Itu luka yang takkan pernah sembuh. Mereka sering bertengkar jika aku terluka. Namun, ketika itu, aku mengancam diriku akan melukai diriku lagi jika mereka terus bertengkar. Akhirnya mereka melerai pertengkaran itu dan berjanji untuk tidak seperti itu lagi. Malam ini, seperti biasa tidur bertiga di kamar ayah dan bunda. Mereka masih belum mengizinkanku untuk mempunyai kamar sendiri, padahal aku sudah mau SMP. Aku sudah besar. Aku ingin memiliki kamar dan kehidupan sendiri yang tidak selalu diawasi. Aku memiliki Tuhan yang siap melindungiku 24 jam, bahkan ketika ayah dan bunda sedang tidak ada di sampingku. 

 "Yah, Bun, kata Bu Irna, aku disuruh daftar SMP negeri. Soalnya NEM UN aku mencukupi. Kan lumayan, aku dapat lebih banyak teman nanti. Kalo di swasta kayak SD, palingan satu kelas cuma 15 orang. Di negeri juga gak bayar, kalo di swasta mahal." Mereka berdua hanya saling memandang satu sama lain tanpa merespon pernyataanku. 

 "Ayolah, kenapa? Soal ini lagi? Aku udah gede. Janji deh, aku gak akan macam-macam nanti di sekolah. Aku bakal jaga diri lebih baik lagi. Aku janji bunda. Aku janji ayah." Dua jariku menjadi bukti bahwa aku benar-benar bersumpah akan lebih berhati-hati agar mereka dapat mempercayaiku. 

 "Bukan cuma itu, Ra. Udahlah, kamu di SMP temen aku aja ya. SMP-nya bagus banget, loh! Itu yang deket mal yang kamu dan bunda suka ke sana. Jadi, kamu bisa jalan terus sama bunda kalo pulang sekolah. Anak-anak di sana juga banyak, kok!" 

 "Enggak mau, ayah!" Tolakku tegas. "Kamu harus nurut ayah kamu, Ra. Kamu gak tau apa yang akan terjadi kalau kamu di negeri kan? Kalau anak-anaknya nakal gimana?" 

 "Loh, emang di swasta anak-anaknya pasti gak nakal?" 

 "Bukan begitu, Ra, tapi kamu harus inget kalau kamu berbeda dengan mereka. Jangan disamakan. Negeri itu umum, banyak peraturan, dan banyak dokumen yang diperlukan untuk daftar."

 "Terus kenapa?"

 "Itu artinya kamu gak bisa!" 

 "Kenapa enggak!" 

 "Era! Udah, berhenti. Jangan bikin bunda kamu nangis lagi. Kita kayak gini karena kita sayang sama kamu. Gak mau kamu kenapa-kenapa!" Pembelaan ayah. 

Ayah lebih sayang sama bunda daripada sama aku ya? Setiap aku dan bunda bertengkar, ia selalu lebih membela bunda! Tanpa melawan lagi, aku langsung menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhku dengan selimut dan menangis diam-diam di dalam selimut. Apakah sampai aku besar aku akan terus seperti ini? 

  "We love you, Era." Call me Valin, please.Tak ada lagi yang dapat kukatakan. Sebenarnya, ini salah siapa? Mengapa Tuhan membiarkanku hidup dengan kelainan seperti ini? Apa untungnya? Apakah ini sebuah cobaan? Memangnya aku pernah sesalah apa dulu? Untuk apa? Tuhan, aku percaya Engkau akan selalu memberikan yang terbaik. 

Di keesokan paginya, aku terbangun pagi hari, sebelum ayah bangun. Itu artinya, aku tak harus membereskan kamar karena aku bukan orang yang terakhir. Bunda pasti lagi masak di dapur. Aku pun turun dari kasur dan berjalan keluar kamar menuju bunda yang mungkin ada di dapur atau ruang tamu. 

Sebuah KesalahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang