Bersamamu (8)

104 10 0
                                    

Nia's PoV 

 Jantungku masih berdetak dengan cepat. Bukan karena aku ingin pergi ke prom night, tetapi jantungku berdegup kencang semenjak aku keluar pintu dan melihat respon Mas Neo seperti itu. Apalagi ketika aku mencium pipinya. Jantungku hampir tak terselamatkan mungkin. Mengapa aku sedeg-degan ini dengan kakakku sendiri? Sedangkan bersama Relevan aku biasa saja. Iya, Relevan sangat tampan sekarang, tetapi hanya itu yang dapat kukatakan, tidak ada yang lebih. Aku dapat melihat kegelisah dan kekhawatiran di mata Mas Neo tadi. Aku berjanji padamu aku takkan melakukan apapun di sana. Demi kamu, Mas. 

 Sesampainya di hotel tempat kami prom night¸semua sudah hadir di sana. Acara akan dimulai 15 menit lagi. Aku dan Relevan hanya mengikuti acara dari awal sampai nanti malam. Di sini terdapat bar juga, ada musik modern, dan pastinya lantai dansa. Benar-benar serasa ada di klub malam. Pernah sekali aku ke klub malam bersama teman-temanku ketika kelas 11, tetapi aku kurang nyaman berada di sana, jadi tidak pernah lagi aku ke sana. Banyak juga desserts yang disediakan dan minuman-minuman beralkohol. Ya, kami sudah berusia 18+ kan? Boleh meminum semua ini, meskipun aku juga tidak tertarik untuk meminumnya. 

 Acaranya sangat seru, tetapi mengapa pikiranku masih terus pada Mas Neo di rumah? Ia pasti sangat mengkhawatirkanku sekarang. Apakah aku harus pulang sekarang? Tetapi acaranya sangat seru, tidak boleh kulewatkan. Apalagi ketika sudah jam 10 lewat. Alunan musik lembut membawa semua yang ada di sini untuk berdansa bersama pasangan masing-masing. Relevan mengajakku berdansa, sempat aku menolak, tetapi aku tidak tahu harus berbuat apa di sini jika aku menolaknya. Duh, aku ingin pulang. 

 "Kamu kenapa, Van? Kok kayak gelisah gitu." Relevan menyadari ada yang salah dariku. 

 "Aku mau pulang boleh gak?" 

 "Kenapa mau pulang?" 

 "Emm... mau pulang aja. Aku kurang suka keramaian." Padahal aku khawatir dengan Mas Neo yang pasti sedang gelisah karenaku. 

 "Hmm, ya udah. Yuk." Untung saja Relevan menuruti apa mauku.

Akhirnya aku dan Relevan berjalan menuju pintu keluar. Sayangnya, kami dihadang oleh beberapa teman yang sedang meminum wine di meja dekat pintu keluar. 

 "Eh, Vania sama Evan. Udah mau pulang?" Alena bertanya seperti seseorang yang sedang mabuk, mungkin memang iya. 

 "Minum dulu lah. Pasti haus kan abis dansa," tawaran Johnny sambil menuangkan segelas wine dan memberikannya padaku dan Relevan. 

 "Ahm, enggak usah, makasih," tolak Relevan halus.

Aku pernah membaca kalau alkohol dapat membuat pikiran lebih tenang dan badan lebih rileks. Daripada aku terus-terusan khawatir dan gelisah seperti ini, mengapa aku tak mencobanya saja? 

Langsung saja aku mengambil segelas kecil alkohol yang diberikan oleh Johnny dan menenggaknya sekaligus. Rasanya benar-benar aneh, tetapi membuat otakku sedikit lebih tenang. 

 "Tuh, Vania udah minum. Nih, Evan, minum juga. Santai." Johnny memberikan satu gelasnya lagi pada Relevan, tetapi aku yang mengambil dan meminumnya. 

 "Mantap, Vania! Mau lagi? Sini duduk. Makanya jangan cepet-cepet pulangnya. Belum klimaks kita," ajakan Harry menggeser kursinya padaku. 

 "Enggak usah, ini cukup kok. Duluan ya semua!" Relevan menggandeng tanganku untuk pergi dari sini. Entahlah, aku hanya ikut dia karena mungkin kesadaranku mulai berkurang. 

 "Yah, gak asik nih." Suara Alena masih terdengar meskipun samar.

Relevan membawaku ke dalam mobil. Mungkin karena aku tak pernah meminum itu, sekalinya minum dengan cepat sampai 2 gelas membuatku mabuk lebih cepat. Mungkin juga kadar alkholnya cukup tinggi karena terlihat mereka bertiga tadi sedang mabuk. Otakku tidak dapat berpikir lagi. Rasanya aku ingin terbang agar cepat sampai rumah dan tidur di kamarku. Aku masih sadar, hanya saja aku malas melakukan gerakan apapun.

Sebuah KesalahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang