Kami kurang beruntung hari ini karena Anteh dan Om Willy menginap di sini sampai hari Minggu. Pada hari Minggunya, mereka mengajak kami makan di restoran yang berada dekat apartemen mereka di Jakarta Pusat. Mataku sangat dimanjakan ketika melihat kota yang benar-benar kota di sini. Tanpa turun dari mobil, aku sudah merasakan atmosfer kesibukan ibu kota pada setiap aspek-aspeknya. Akankah ketika besar nanti aku akan bekerja di sini? Ingin rasanya membuka praktik di sini atau setidaknya jadi bagian karyawan kantoran yang berada di sini. Pasti gajinya tinggi. Entahlah, mau di manapun aku nanti, mau jadi apa aku nanti, yang penting selalu berada di samping Mas Neo.
Singkat cerita sampai aku dan Mas Neo berangkat ke Bali, hari Senin, Selasa, dan Rabunya kami tidak melakukan hubungan karena kami menahannya sampai berada di Bali nanti. Aku dan Mas Neo bukan seperti liburan keluarga, melainkan honeymoon. Senang rasanya dapat berlibur dengan keluarga sekaligus orang yang paling aku sayang dan akan menghabiskan sisa hidupnya bersamaku. Dibantu Mba Yanti dan Mba Titi, kami menyiapkan seluruh perlengkapan yang akan kami bawa ke sana. Kami diantar oleh Pak Jarit ke bandara, setelah itu barulah kami check-in dan masuk ke ruang tunggu penumpang. Sebenarnya ini adalah kali pertama kami naik pesawat, tetapi atas dasar pengalaman teman-teman kami yang sering bercerita tentang perjalanannya menggunakan pesawat, aku dan Mas Neo jadi mengerti tentang berpergian menggunakan pesawat.
Perjalanannya kira-kira satu setengah sampai dua jam. Di pesawat, aku meminta duduk di kursi paling pojok agar dapat melihat jendela luar. Aku penasaran apa yang terjadi di langit. Ternyata tak beda jauh dengan apa yang aku lihat dari daratan. Langit ya berwarna biru, ditambah awan-awan berwarna putih dengan tekstur yang seperti kapas. Yah, aku hanya berharap tidak ada hujan petir ketika aku menaiki pesawat.
Sampai di Bandara Ngurah Rai, Aku dan Mas Neo melakukan hal yang sama seperti apa yang kami lakukan ketika di Bandara Soekarno Hatta tadi. Setelah melewati imigrasi, kami diantar ke hotel oleh mobil travel yang sudah disewa oleh Anteh. Anteh tidak ingin kami tersesat di sini, jadi ia menyewa tour guide yang akan menemani kami selama liburan tiga hari di Bali.
Pertama, kami harus ke hotel untuk menaruh barang-barang kami. Tadinya, sang tour guide yang bernama Pak Addin memesan dua kamar hotel, tetapi Mas Neo menginginkan hanya satu kamar hotel, hahahaha. Untungnya Pak Addin tahu kalau aku dan Mas Neo adalah adik kakak. Jadi, ia menuruti Mas Neo untuk memesan hanya satu kamar. Kamarnya benar-benar nyaman. Aku dan Mas Neo dapat melihat indahnya pemandangan pantai dari jendela yang besar ini. Bak kamar mandinya juga berbentuk bathtub. Benar-benar 'liburan' yang menyenangkan.
"Aku nyesel, Dek."
"Hah? Nyesel kenapa?" Apa yang disesalkan? Ini surga untuk kita!
"Aku nyesel cuma mintanya tiga hari." DASAR KAKAKKU SATU INI!
"Ih! Kirain apa!"
"Kan mau berduaan terus sama kamu." Ia memelukku dari belakang dan mendekatkan wajahnya pada wajahku.
"Hey, Mas. Kita ditungguin loh di bawah. Janjinya cuma taruh barang di kamar."
"Oh iya. Abis kalo sama kamu jadi lupa waktu sih."
"Haha, udah ah, gak usah gombal. Ayo turun." Aku keluar kamar duluan darinya karena tak sabar ingin menikmati suasana Bali di sore menuju malam hari.
Hari ini, kami tidak berenang di pantai, tetapi kami ke pantai untuk menyaksikan detik-detik mentari terbenam dari pantai yang disebut terindah ini. Melihat sunset di pantai memang benar-benar menjadi surga tersendiri. Apalagi bersama Mas Neo, duniaku benar-benar lengkap. Jadi tidak sabar nanti malam, haha.
"Dek, kalo nanti kita di sini, janji ya tiap sore kayak gini." Mas Neo menatapku dengan tatapan malaikatnya.
"Iya. Kalo gak sibuk sama perkuliahan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Kesalahan
General FictionBagaimana jika kamu terlahir sebagai anak hasil inbreeding kesalahan kedua orang tuamu di masa lalu? Mariera Valinea Althaf, biasanya dipanggil Era. Bocah kecil berumur 12 tahun yang mengalami CIPA, penyakit langka yang tidak bisa merasakan sakit. N...