Kesalahan

168 8 1
                                    

Neo's PoV

Sudah jam setengah 12 malam, tetapi Nia belum pulang juga? Prom night memang malam, tetapi ini sudah terlarut malam. Apa yang ia lakukan di sana? Apakah semuanya baik-baik saja? Bagaimana jika tidak baik-baik saja? Apakah sebaiknya aku menyusulnya ke sana? Neo, kamu bodoh sekali! Mengapa tidak dari tadi! 

 Aku memakai jaketku lalu mengambil kunci mobil dan berjalan ke arah pintu. Tiba-tiba, aku mendengar bunyi bel rumah. Dengan segera, aku berlari ke arah sana dan membuka pintu. Apa yang sedang aku lihat sekarang? Relevan menggendong Nia yang tergulai lemas, apakah Nia mabuk?! Apa yang Relevan lakukan! Apa ia tidak bisa menjaga Nia! Relevan bodoh! Tidak berguna! Tanpa berkata apapun lagi, aku langsung menggendong Nia lalu kembali menutup dan mengunci pintunya tanpa berkata apapun pada Relevan. 

Aku membawa Nia ke kamarku. Sepertinya ia benar-benar mabuk karena ia tak membuka matanya. Nia! Nia! Apa yang Relevan lakukan ke kamu! Tell me that nothing happen! Nia, tolonglah. Bilang kalau kamu baik-baik saja dan tidak melakukan apapun dengannya, Nia. Semuanya masih sama dan tertata rapih. Lipstik Nia tidak rusak. Gaunnya masih terpasang seperti seharusnya. Tak ada tanda apapun di leher. Relevan tidak melakukan apa-apa kan? Nia bilang Relevan anak yang baik-baik saja kan? Haruskah aku periksa satu persatu dari Nia untuk memastikan ia baik-baik saja?

... Sepertinya iya. Perlahan-lahan, aku melepaskan aksesoris yang menempel pada Nia seperti jam tangan, gelang, anting, dan kalung. Dilanjutkan melepas sepatunya dan ikatan rambut Nia. Setelah bersih dari aksesoris yang ada pada tubuh Nia, barulah perlahan aku melepas gaun Nia. Masih terpikir olehku apakah ini sesuatu yang salah atau tidak. Aku seperti memanfaatkan situasi seperti ini, tetapi aku berjanji hanya mengecek keadaan Nia. Sungguh.... 

 Gaun Nia sudah terlepas. Terlihat dengan jelas ia hanya menggunakna pakaian dalam. Badannya benar-benar bagus. Tuhan... maafkan aku. Maafkan aku yang akan melanggar janjiku yang barusan hanya untuk mengecek keadaan Nia. Semua baik-baik saja, mungkin aku yang akan menjadikan ini tidak baik-baik saja. Aku melambaikan tangan di depan wajah Nia untuk memastikan bahwa ia benar-benar terlelap. Ia tidak bangun setelah aku melambaikan tanganku. Aku harus yakin dengan apa yang akan aku lakukan. Tidak bisa menyia-nyiakan kesempatan emas seperti ini. Jika aku salah, maafkan aku, Nia. Kamu yang telah menggodaku selama ini. 

Dimulai dari mengelus rambutnya halus yang terurai dan menyelip di jari-jemariku. Lalu, mencumbu bibirnya yang kedua kali. Aku harap takkan ada orang yang dapat menyentuhnya seperti ini. Hanya aku. Hanya aku yang memiliki izin untuk melakukan ini padanya. Tanganku terus menjelajah seluruh tubuhnya. Halus, sangat halus. Aku sangat bersyukur memiliki adik sempurna seperti ini sehingga aku tak perlu punya kekasih lagi. Cukup Nia yang menjadi kekasihku sepanjang aku hidup. 

Setelah bermain sendiri dengannya, aku siap untuk melakukan ini. Nia, aku sangat minta maaf padamu. Maaf. Sekali lagi, maaf. Nia pernah berpesan padaku untuk melakukan sesuatu dengan perlahan. Aku pun menuruti pesannya kala itu meskipun pesannya bukan untuk sesuatu ini. Perlahan, aku merasa darah telah mengalir dari sana. Aku... aku benar-benar merusak adikku sendiri. Seketika rasanya aku sangat menyesal. Sangat amat menyesal sampai aku tak melanjutkan ini lagi. Aku menangis sejadi-jadinya di hadapan Nia. Aku benar-benar ceroboh. Aku adalah kakak yang paling berengsek di dunia ini karena telah merusak adiknya sendiri. Tuhan, aku telah melakukan kesalahan yang sangat besar. Apa yang akan aku katakan ketika Nia terbangun? Apa aku akan mengatakan bahwa aku adalah kakak paling buruk sepanjang sejarah? Jika menciumnya saja sudah membuatnya marah, apalagi seperti ini. Apa yang harus aku lakukan? 

 Jarum jam telah menunjukkan pukul 12. Aku masih menangis di sampingnya sambil menyesali ini semua. Apa aku harus menyudahi diriku sampai di sini? Tetapi bagaimana dengan Nia jika aku meninggalkannya? Namun, aku merasa benar- benar tak berguna. Merusak apa yang seharusnya aku jaga. Tiba-tiba, Nia berbalik posisi tepat menghadapku. Matanya terbuka perlahan. Jantungku semakin berdegup kencang, rasanya aku ingin Tuhan mencabut nyawaku sekarang juga. Tak sanggup aku menahan penyesalan seperti ini. 

 "Kenapa berhenti?" Satu kalimat tanya yang membuat jiwaku terguncang. Apa maksud Nia? Apakah ia masih dalam keadaan mabuk? Tetapi bagaimana bisa dia sadar tentang apa yang baru saja terjadi?

Nia mengelap air mataku sambil tersenyum. Lama-kelamaan air matanya juga keluar. Bibirku belum sanggup berkata-kata, begitu pula Nia. Apakah ia tahu apa yang baru saja aku lakukan kepadanya? Ia akan sangat membenciku kan? 

 "Aku sayang Mas." Kalimat itu keluar dengan lancarnya dari bibir manis adikku ini. Aku menggelengkan kepala dan belum percaya tentang apa yang baru saja aku dengar. 

"Tell me you love me too, Mas," mohonnya padaku. Tanpa aku katakan, seharusnya kamu sudah tahu kalau kamu adalah makhluk yang paling aku cintai di dunia ini, Dek. 

  "I love you more than anything in this world, Dek. More than anything."

Nia mencium bibirku sekali lagi dengan sangat lembut. Aku masih tidak mengerti tentang semua yang terjadi sekarang, tetapi aku harus mengungkapkan itu sekarang. 

 "Nia, aku minta maaf. Aku nyesel setengah mati udah lakuin itu ke kamu. Aku merasa jadi kakak yang paling jahat sedunia karena udah merusak adiknya sendiri. Nia, kalau kamu baru sadar sekarang, aku minta maaf karena aku udah bikin ka—" 

 "Aku sadar. Aku sepenuhnya sadar, Mas." 

 "Tapi kenapa kamu..." 

 "Kan aku udah pernah bilang. Bukan aku gak mau, tapi aku terlalu takut untuk itu. Bahkan seandainya waktu itu Mas bisa nahan diri dan gak terlalu agresif, aku bisa aja terima Mas kayak gitu sama aku. Aku juga sayang banget sama Mas, gak mau kehilangan Mas. Aku mau selalu sama Mas. Apapun akan aku lakuin asal aku selalu sama Mas." Hanya bisa menangis mendengarnya berkata seperti itu. 

Lalu untuk apa ada Relevan jika dia sayang denganku? Jadi sebenarnya aku salah atau tidak? 

"Relevan?" 

 "Awal aku sama Relevan karena aku mau menutupi perasaan ini, Mas. Aku tau ini salah, tapi udah terlanjur salah. Jadi, ya udah. Biarkan ini menjadi sebuah kesalahan." 

 "Maksud kamu gimana, Nia?" 

 "Ini udah salah. Ya udah, Mas. Lanjutin aja kesalahan ini karena gak ada lagi yang bisa dibenarkan." 

 "Kamu... mau aku lanjutin 'kesalahan' yang tadi?"

Nia tersenyum dan mengelap air mata di pipinya. 

 "Iya." Satu jawaban yang selalu aku tunggu dari dulu. Tak pernah kubayangkan akan seperti ini jadinya. Kukira ini akan menjadi kesalahan terbesarku yang tak dapat dimaafkan dan Nia akan membenciku seumur hidupku. Ternyata tidak. Ah, Nia. Aku tidak peduli ini adalah sebuah kesalahan, tetapi aku akan melakukan kesalahan ini untukmu, untuk kita. Selamanya aku untukmu. Sekarang kamu sepenuhnya milikku. Selamanya.

Sebuah KesalahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang