Bersamamu (5)

112 7 0
                                    

Nia's PoV 

 Sebenarnya aku merasa bersalah telah menjauhkan diriku dari Mas Neo, tetapi menurutku ini merupakan tindakan yang benar bahwa apa yang telah ia lakukan itu salah. Tidak seharusnya ia melakukan seperti itu. Masalah ia membenci Relevan, aku masih dapat menerimanya, tetapi tidak dengan kejadian-kejadian yang telah terjadi dan semakin aneh. Apalagi ketika nanti Anteh dan Om Willy sudah tidak tinggal satu rumah dengan kami, untung mereka sudah memasang CCTV di ruang tamu dan halaman depan. 

 Seminggu sebelum UN, aku selalu pulang malam. Ya, pastinya aku belajar bersama teman-teman dan pastinya juga bersama Relevan. Namun, semakin lama kedekatanku dengannya yang sudah memasuki bulan pertama, aku merasa bosan, tetapi aku masih mempertahankannya karena aku tidak tahu harus berbuat apa lagi. Anteh dan Om Willy juga menunda pindahan sampai aku selesai UN agar mereka masih dapat memantauku. Hubunganku dan Mas Neo menjadi sangat renggang sekarang. Aku sedih. Jujur, aku tidak bisa menerima ini, tetapi apa boleh buat. Aku mempertahankan ini demi egoku sendiri. Aku sudah terlanjur membuat naskah drama dengan baik, jadi aku harus menjalaninya sampai selesai. Maaf, Mas Neo. Ini demi kebaikan kita berdua. 

 Drama ini berkelanjutan sampai aku selesai UN. Tepat ketika bel berbunyi dan membuat semua murid berteriak senang karena merasa telah selesai bersekolah selama 12 tahun, aku membereskan seluruh isi tasku karena Relevan akan menungguku di parkiran motor sekolah. Hari ini adalah hari di mana Relevan berjanji untuk memilihku menjadi kekasihnya. Ia berjanji akan menembakku ketika selesai UN. Rasanya jantung ini berdegup sangat kencang seperti di pacuan kuda. Ia mengajakku ke suatu taman dan memberikan bunga padaku. Dengan manisnya ia mengatakan kata cinta yang membuatku hatiku seperti es yang mencair. Meskipun aku sempat bosan dengannya, tetapi jika seperti ini, rasanya perasaanku pada Relevan tumbuh lagi. Dengan jelas dan tanpa pikir panjang, ya aku menerimanya dengan sepenuh hati. Ini adalah puncak dramaku. Jika aku sudah punya pacar, mungkin Mas Neo yang 'mengejarku' akan berhenti dan mencari seorang perempuan yang lebih masuk akal untuknya. Pasti aku akan membuatnya sangat kecewa, namun bukankah memang seperti ini jalannya? Hidup masing-masing dengan pasangan hidup masing-masing seperti mama dan Anteh dulu. 

 Relevan mengantarkanku sampai rumah. Berbeda dari biasanya, aku melihat Anteh dan Om Willy berada di halaman depan sedang membereskan koper-koper mereka. Setelah bersalaman, barulah aku menanyakan ini. Ternyata, Anteh dan Om Willy pamit untuk pindah ke apartemen mereka yang berada di Jakarta pusat. Sangat mendadak memang. Mengapa mereka harus pindah sih? Ya, ini juga untuk aku dan Mas Neo sih. Penghasilan mereka juga untuk membiayai kehidupan kami yang tak lagi kecil karena aku dan Mas Neo akan masuk kuliah tahun ini. Kalau aku tak dapat negeri tahun ini, aku tak apa masuk swasta. Aku tidak mengikuti jejak Mas Neo yang harus negeri. Walaupun aku mengerti mengapa Mas Neo harus di negeri. Kuliah kedokteran itu sangat mahal di swasta, jadi ia tak ingin menyusahkan Anteh meskipun Anteh akan baik-baik saja dengan itu. Mas Neo yang berdiri di belakang Anteh terus melihat ke arahku dengan pandangan asing yang membawa seikat bunga mawar merah. 

 "Kalian baik-baik ya di rumah. Jaga rumah, jaga diri. Terutama kamu ya, Nia. Jangan macem-macem. Neo harus bisa jagain Nia juga. Jangan berantem. Tumben banget ih kalian berantem lama banget. Udahlah baikan ya? Kalo Anteh sama Om di sana, kalian di sini kan cuma berdua. Mba Titi, Mba Yanti, sama Pak Jarit cuma sampai sore, kecuali Mba Titi sampai jam 8 atau 9." 

"Iya, An," jawab Mas Neo dengan nada yang malas. 

 "Ya udah, kita pamit dulu ya. Minggu kalau ada waktu kita pulang ke sini." 

 "Iya, Om."Setelah mereka rapih-rapih dan memasukkan semua barang ke dalam mobil, kami saling bersalaman dan berpelukan. Aku masih berpikir apa yang akan terjadi jika tidak ada tuan rumah di rumah mereka sendiri, tetapi aku yakin semua akan aman-aman saja karena satpam kompleks siap siaga 24 jam dan sudah terpasang CCTV di rumah. Nah, masalahnya bukan maling atau siapa yang akan masuk ke dalam rumah, masalahnya adalah apa yang akan terjadi di dalam rumah. Duh, mengapa sekarang jadi aku yang berpikir seperti ini ya? Antara aku takut atau... berharap. 

Sebuah KesalahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang