Sekolah Menengah Pertama

145 17 0
                                    

Selang waktu kurang dari sebulan, PPDB SMP negeri sudah dibuka. Aku daftar sesuai dengan persetujuan bunda, ayah, dan Anteh. Syukurlah, aku diterima di SMP N 181, tidak terlalu jauh dari rumah, tetapi ya lumayan lah ya. Katanya sih, Anteh yang mengurus semua dokumennya nanti. Jadi, aku tinggal mempersiapkan diriku untuk menuju dunia baru. Tiga hari sebelum masuk tahap MOPDB atau masa orientasi peserta didik baru, tepatnya hari Sabtu, aku disuruh ke sekolah untuk mengikuti arahan kakak-kakak OSIS yang akan membina kami ketika MOPDB. Senang sekali aku bertemu banyak wajah-wajah baru. Ketika aku SD, wajah yang aku lihat hanya sekitaran rumah saja karena SD-nya ada di samping gang rumah. Di sini, aku merasa masih sepolos kertas putih tanpa coretan. Mereka yang sudah lebih mengerti akan dunia dibanding aku yang hanya tahu informasi sekitar keluarga dan teman-teman SD yang bahkan satu angkatan tidak sampai 30 orang. Pulang-pulang, aku dibekali banyak tugas mencari makanan dan minuman dengan nama yang aneh-aneh. Karena ayah tidak bisa menjemputku dan bunda masih banyak kerjaan di rumah, jadi Anteh yang menjemputku. Sambil menikmati lagu dari radio mobil, aku bercerita tentang pengalaman pertamaku di sekolah baru tadi, sekaligus meminta tolong untuk memecahkan teka-teki makanan dan minuman yang aneh-aneh ini. 

 "Era udah makan belum?" 

 "Belum." "Makan dulu yuk! Sekalian kita pecahin teka-tekinya bareng, terus kalo udah ketemu semua kita langsung beli sebelum pulang." 

 "Oke, siap!" Ini nih yang aku suka dari Anteh. Selalu diajak jalan dan makan kalau sama dia. Dia sudah seperti tanteku sendiri. Padahal, jatuhnya dia adiknya nenek dari bunda. Meskipun seperti itu, tetapi ia sangat berjiwa muda, umur dia juga baru 42 tahun, beda 11 tahun dengan ayah dan 12 tahun dengan bunda. Huh, mereka masih sangat muda. Meskipun Anteh masih muda, masih cantik, dan sukses, kenapa dia gak nikah ya? Atau sendiri itu lebih asik? Padahal keponakannya yaitu bunda saja kayaknya sudah bahagia sekali dengan keluarganya. Ya... terkecuali soal aku.... 

 Aku dan Anteh duduk berdua di meja restoran sambil memakan cemilan berupa garlic bread dan chocolate milkshake. Anteh memakai kaca mata dan memajukan duduknya lebih fokus pada tulisan yang aku tulis di buku. 

 "Biasa aja kalee bacanya," ledekku sambil meminum milkshake-ku. Anteh tersenyum dan memundurkan pandangan matanya dari bukuku. 

"Haha. Tulisan kamu susah dibaca sih. Sama kayak ayah kamu pas kecil." Ayah? Pas kecil? Emang Anteh pernah liat tulisan ayah pas ayah masih kecil?

"Emang Anteh pernah liat ayah pas kecil? Kan Anteh keluarga bunda."Seketika Anteh terdiam. 

"Duh, kok ayah kamu sih. Salah, maksudnya sepupu Anteh dari ayah Anteh. Gara-gara ayah kamu barusan SMS Anteh nanyain kabar kamu nih, jadinya keinget dia." 

 "Oh...." 

 "Yuk, cepet abisin. Udah hampir semua nih. Nanti coba cari di internet kalau belum yakin." 

"Oke, siap, Anteh!"Setelah membayar makanannya, aku dan Anteh bergegas ke parkiran mobil lalu pergi ke super market terdekat. Di sana, kami membeli ciki, biskuit, dan segala hal yang sudah Anteh pecahkan dalam teka-teki dari kakak-kakak OSIS. Aku suka kalau jalan sama Anteh, soalnya ia tidak terlalu mengkhawatirkanku dan membuatku terkekang setiap waktu. Ia memberikan kebebasan padaku, tetapi itu yang menjadikan ayah dan bunda terkadang melarangku pergi dengan Anteh karena mereka terlalu khawatir padaku. Anteh juga jauh lebih terbuka denganku, itu juga yang membuat ayah dan bunda khawatir. Yah, tetapi selama aku senang sih tidak jadi masalah. 

 Ketika kami sedang mengantri di kasir, aku mencari-cari permen karet yang ada di rak-rak kasir. Aku mengambil satu yang berbentuk kotak berwarna-warni rasa strawberry. 

Sebuah KesalahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang