"Aku dan Nia mau ke makam mama dan papa," lanjut ayah dalam suasana keharuan ini. Tanpa berkata apapun lagi, mereka mengiyakan permintaan ayah dan bunda.
Kami berjalan keluar dari kompleks menuju pemakaman umum. Dari jalan yang kami lewati sampai ke tempat tujuan, terlihat jika kampung ini kurang terawat dan cukup berada jauh dari perkotaan. Jadi, ini tempat yang ada di KTP bunda sama ayah ya? Sedikit tidak nyaman memang, namun apa boleh buat. Perkampungannya kecil, tetapi cukup padat penduduk yang membuat lingkungannya kurang terawat. Ada sampah di mana-mana. Belum pernah aku ke tempat yang seperti ini.
Sesampainya di pemakaman, ayah dan bunda langsung duduk setara dengan tanah makam orang tuanya sambil menangis sejadi-jadinya. Aku tidak sanggup melihat mereka seperti ini. Aku tidak mengenal siapa yang ada di bawah tanah itu, tetapi aku adalah 100% salinan dari gen mereka. Tidak ada gen lain dalam tubuhku selain dari mereka yang telah terkubur di bawah tanah. Meskipun belum pernah bertemu, aku ikut merasa kesedihan yang mendalam, mungkin ini ada hubungan batin dengan ayah dan bunda juga. Bunda dan ayah meminta maaf, begitu juga mama. Mama adalah adik dari nenekku. Ia juga pasti merindukannya sekali dan menyesali kejadian ini telah terjadi. Namun, kami tidak boleh terlalu lama berada di sini. Hari sudah ingin malam. Tidak baik. Akhirnya kami kembali ke rumah melewati jalan yang lumayan panjang tadi.
Di rumah, mereka menyediakan kami satu rumah khusus untuk kami karena kami menginap selama 3 hari 2 malam, yaitu rumah Om Malik yang pertama kami kunjungi. Di sana terdapat banyak kamar. Kami bebas memilih kamar mana pun. Tentunya dengan pengawasan dari mama dan papa karena terdapat orang lain di sini, ada Ka Hinata dan Ka Erick. Aku memilih kamar yang cukup luas dengan kasur yang lebar. Ketika aku menyiapkan baju dan handuk untuk mandi di kamar yang telah kupilih, terdapat satu wanita yang sedang merapihkan kamarku. Debunya cukup banyak di sini, sepertinya kamar ini sudah lama tak terpakai.
"Sebentar ya, aku tebahin kasur dulu." Seorang wanita yang melihatku masuk ke dalam kamar. Ia sedang menebah kasurnya memakai sapu lidi. Wajahnya mirip sekali dengan bunda dan ayah. Mungkin karena lingkungan ini satu keluarga semua, jadi wajah mereka hampir sama semua.
"Iya, Tante." Aku menunggunya di kursi samping kasur. Sepertinya udaranya lembab, tetapi dingin karena aku melihat embun di jendela luar. Untung aku selalu memakai baju lengan panjang dan juga celana panjang apapun keadaanya meskipun aku tidak bisa merasakan apakah itu dingin atau panas. Selain 'menghangatkan', ini juga menutupi luka-luka di tangan maupun kakiku, serta melindungiku dari goresan-goresan benda tajam atau sesuatu yang membuatku terluka.
"Udah nih kasurnya."
"Makasih, Tante." Aku berjalan ke arah kasurku untuk menaruh bajunya. Kasurnya seperti kasur lama yang pegas dalam kasurnya sudah keluar beberapa. Tiba-tiba, punggung tangan kananku tergores pegas tersebut, padahal aku bergeraknya perlahan, tetapi memang kulitku sangat tipis. Duh, kotak kehidupanku sepertinya di koper mama.
"Eh, kenapa tangan kamu? Kena pegasnya ya? Sebentar ya, tante ambilin obat merah dulu." Sebenarnya harus memakai alkohol agar bersih, tetapi tak apa lah. Tante itu pun mengambil obat merah dan memberikannya padaku. Ia menaikkan lengan bajuku agar dapat obat merahnya tidak terkena baju. Namun, yang ia lihat malah luka yang lebih panjang di balik lengan bajuku. Itu luka ketika terkena papan tulis di kelas, tetapi sudah pudar meskipun masih terlihat bekasnya. Selain itu, banyak luka lagi yang masih setengah kering atau sudah kering, tetapi belum menjadi bekas. Itu membuat tante ini kaget dan terus menggulung lengan bajuku sampai ke atas. Semakin lama, semakin banyak. Aku tidak bisa berkata apapun dan tidak bisa menjawab pertanyaan apapun.
"Tante boleh lihat yang lain?" Aku... benar-benar terpaku. Namun, ia adalah keluargaku juga kan...? Ia sepenuhnya keluargaku. Genku sangat murni dengan gen keluarganya. Mengangguk tanpa menjawab memakai kata-kata. Ia membuka baju dan celanaku dan melihat keseluruhan luka di tubuhku. Ia menangis, tetapi berusaha untuk tidak bersuara. Bermacam luka ada di sekujur tubuhku yang selama ini tertutup oleh baju dan celana panjang. Di luar, aku terlihat sangat normal, tetapi di dalam, aku terlihat seperti zombie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Kesalahan
General FictionBagaimana jika kamu terlahir sebagai anak hasil inbreeding kesalahan kedua orang tuamu di masa lalu? Mariera Valinea Althaf, biasanya dipanggil Era. Bocah kecil berumur 12 tahun yang mengalami CIPA, penyakit langka yang tidak bisa merasakan sakit. N...