Matahari terbit di hari Senin yang penuh dengan semangat karena hari ini adalah hari pertama MOPDB! YEY! Sejak malam hari, aku sudah menyiapkan apa saja yang harus aku bawa ke sekolah agar tak ada yang tertinggal. Tak lupa juga sarapan pagi dengan roti bakar khas bunda juga susu putih yang siap menemani hari-hariku sampai waktunya makan siang nanti. Setelah sarapan dan rapih-rapih, aku berpamitan pada bunda. Ayah yang mengantarkanku sampai ke sekolah, bahkan saking tak ingin lepasnya, ia mengantarkanku sampai ke kelas. Aku duduk di bangku yang kemarin aku tempati. Untung saja aku datang masih pagi, jadi masih sepi.
"Inget ya, jangan nakal. Jangan macam-macam. Jangan main sama benda tajam dan suhu tinggi. Kalau ada apa-apa, langsung telepon ayah. Kotak P3K-nya udah dibawa kan? Kamu harus tanya dulu, UKS-nya di mana dan ada obat apa aja di sana. Oke?" Sulit....
"Iya...." Padahal aku yakin takkan melakukan apa yang ayah perintahkan.
"Aku kerja dulu. Nanti kalau udah mau pulang telepon aku. Tunggu aku jemput, jangan kemana-mana." Ayah mencium keningku lalu aku salim padanya.
"Iya, ayah." Lalu ayah pun kembali ke parkiran motor dan berangkat kerja.Yah, inilah aku. Sesuatu yang aku idam-idamkan akhirnya bisa tercapai juga. Berada di sekolah negeri dengan teman-teman baru dan lingkungan baru. Aku akan membuka lembaran buku yang akan kutulis dengan catatan-catatan masa SMP!
Tepat pada pukul 07.00, bel masuk berbunyi. Kakak OSIS masuk ke kelas sebanyak 3 orang. Sama seperti kemarin, mereka kembali memperkenalkan diri, lalu mengecek satu persatu barang bawaan yang mereka suruh kemarin. Di tengah pengecekan yang telah berlangsung 10 menit, tiba-tiba seorang anak laki-laki masuk tanpa merasa bersalah kalau ia sudah terlambat hampir 15 menit
."Maaf telat, Ka," permintaan maafnya terdengar santai, bahkan dengan kelopak mata yang menandakan ia malas.
"Oh... iya, gak papa...." Loh? Kok dimaafin sih?
"Terus duduk di mana?" Tanyanya kembali.
"Di sana aja ya, kosong." Salah satu kakak OSIS-nya menempatkan dia di kursi sampingku. Ah, ya sudahlah, kata ayah kita tidak boleh memandang orang dari sampulnya. Mungkin sebenarnya dia anak yang baik. Hanya saja gayanya yang seperti itu.Akhirnya ia duduk di sampingku, menaruh tasnya yang bahkan sekecil dompet. Kok boleh sih dia ke sekolah seperti ini? Aku ajak dia kenalan gak ya?
"Halo, namaku Mariera Valinea Altaf. Nama kamu siapa?" Perkenalanku berusaha memberikan kesan ramah padanya ditambah uluran tanganku padanya. Ekspetasiku ia membalas dengan ramah juga, luntur ketika ia hanya menoleh padaku dengan tatapan mata sinis dan kembali fokus pada ponselnya.
"Maaf kalo ganggu." Aku menurunkan tanganku kembali dengan wajah tanpa harap berpaling darinya.
"Eh, enggak deng. Gua bercanda. Nama gua Martinus Keenan Ruphoi. Panggil aja Keenan. Ngomongnya biasa aja, gak usah formal-formalan gitu." Tiba-tiba ia mengulurkan tangannya padaku sambil tersenyum bercanada. Nyebelin! Ngomong-ngomong namanya bagus juga!
"Wah, bagus namanya.," pujiku tidak jadi bete sembari bersalaman dengannya.
"Makasih. Kalo lu dipanggilnya siapa?" Hmm, mungkin masa baru nama panggilan baru juga ya.
"Panggil aja Valin."
"Oke, Valin." Lalu dia melanjutkan permainan di ponselnya. Hmmm, tidak terlalu buruk lah ya. Semoga dia bisa jadi teman yang baik. Kakak OSIS yang sudah selesai memeriksa teman-teman lain, kembali ke depan kelas untuk menyampaikan informasi selanjutnya.
"Sekarang agenda kita berkeliling sekolah. Tasnya ditaruh di kelas, tapi bawa barang-barang berharganyanya ya. Yuk, baris," perintah kakak OSIS. Aku mengajak Keenan untuk ikut berbaris, namun dia terlalu malas untuk berdiri dari kursinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sebuah Kesalahan
General FictionBagaimana jika kamu terlahir sebagai anak hasil inbreeding kesalahan kedua orang tuamu di masa lalu? Mariera Valinea Althaf, biasanya dipanggil Era. Bocah kecil berumur 12 tahun yang mengalami CIPA, penyakit langka yang tidak bisa merasakan sakit. N...