Known

122 10 0
                                    

Sebulan kemudian, semua berjalan normal dan lebih baik dari sebelumnya. Meskipun banyak pertanyaan-pertanyaan yang membuatku semakin penasaran dengan ayah dan bunda, namun aku harus menyimpan dalam-dalam pertanyaan itu karena aku sudah berjanji dengan mereka. Aku dan Keenan juga sudah bersahabat, sering jalan bersama. Ia benar-benar seperti kakakku yang siap untuk melindungiku setiap saat.

Hari ini adalah hari Minggu. Karena hari Minggu di minggu kemarin ayah cuti gara-gara ada undangan pernikahan temannya, jadi sekarang ia diharuskan mengganti jatah cutinya. Ketika aku dan bunda sedang bersantai, tiba-tiba ayah menelpon bunda.

"Kenapa, Mas?" 

 "Dompet aku tadi jatoh, Dek." 

 "Waduh, terus gimana?" 

 "Nanti kalo ada yang ngembaliin, kasih tau aku ya. Aku males banget ngurus surat-suratnya lagi." 

 "Iya. Lagi kamu gimana sih naronya?" 

 "Aku juga baru engeh. Soalnya aku taro kantong celana. Nah, pas makan kayaknya jatoh deh."

"Ih, ya udah. Semoga ketemu." 

 "Iya. Aminn. Kamu sama Era lagi apa?" 

 "Nonton TV aja." 

 "Oh, yaudah. Have fun!" 

 "Iya, mas juga ya. Selamat bekerja!" 

 "Iya. Bye."

Ah lucu. Ayah ada-ada aja sih, masa dompetnya jatuh. Memang tidak jauh dariku yang terkadang teledor menaruh barang. Aku dan bunda sama-sama berdoa supaya dompetnya cepat ada yang kembalikan. Kalau tidak, kita tidak tahu makan apa hahahah. 

Untung saja ada orang baik yang memberikan dompet itu ketika siang menuju sore hari. Karena bunda sedang mandi, jadi aku yang mengambil dompetnya. Itu adalah ibu-ibu yang membawa dompetnya. 

"Betul ini rumah Pak Lineo Althaf?" Ibu itu membaca KTP yang ada di dalam dompet tersebut. 

"Iya, saya anaknya," jawabku dengan senyuman manis.Ekspresi ibu itu sedikit kaget mendengar pertanyaanku. 

 "Oh, i... ini dompetnya tadi jatuh. Saya pikir ini alamat rumahnya di luar kota, ternyata ada kartu lain yang alamatnya di sini." Ia memberikan KTP dan dompetnya padaku. 

 "Terima kasih banyak, Bu. Masuk dulu yuk, Bu," ajakanku. 

 "Gak usah, Dek. Terima kasih. Saya cuma mau kasih ini aja kok," tolakannya halus. 

 "Oh, iya, makasih banyak ya, Bu. Semoga rezekinya lancar." 

 "Aminn aminn. Makasih, Dek. Saya pamit ya." 

 "Iya, ibu."

Setelah ia pergi naik motornya, aku menutup pintu gerbangnya lalu melihat KTP yang diberikan ibu itu. Ini... alamatnya sama persis dengan alamat bunda. Kata bunda, ini adalah alamat tempat ia lahir dulu, namun... kok bisa sama persis dengan ayah bahkan nomor rumahnya? Lalu status perkawinan ayah juga belum kawin. AH! Mengapa aku tidak boleh bertanya! Ini sangat membuatku penasaran! Kalau waktu itu bunda pernah mengeluarkan dokumen-dokumen, apa di situ ada dokumen lengkap mereka? Apakah aku harus mencari tahu lewat situ? Tetapi bunda menaruh dokumen itu di mana? 

 "Ra, siapa?" Teriak bunda dari dalam rumah. Aku pun segera memasukkan KTP-nya ke dalam dompet. 

 "Ini ada yang balikin dompet ayah," jawabku masuk ke rumah. 

Sebuah KesalahanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang