3. Left Out

54.2K 5.3K 507
                                    

Ini hari libur, jadi pagi-pagi sekali Lalice memutuskan untuk pergi ke makam ibunya. Dia rindu karena semalam Bibinya terus menceritakan kenangan sang ibu.

Menempuh perjalanan setengah jam menggunakan bus, Lalice sampai di area pemakaman yang cukup eliet. Lalice sebenarnya heran. Mereka bukan dari keluarga kaya, tapi kenapa makam ibunya bisa berada di sini? Setahu Lalice, biaya pemakanan disini sangatlah mahal.

Ini pertama kalinya Lalice pergi ke makam Tiffany sendirian. Biasanya dia akan ditemani Nenek dan Bibinya. Dan anehnya, Nenek selalu menyuruh Jessica berjaga di pagar utama pemakaman sedangkan dia dan nenek akan menjenguk Tiffany terlebih dahulu. Setelah keduanya selesai dan beranjak pulang, barulah Jessica bisa menjenguk sang kakak. Agak aneh memang, tapi Lalice tak pernah mempertanyakannya.

"Eomma, annyeong. Bagaimana kabarmu?" Lalice mengusap nisan sang ibu, lalu meletakkan setangkai mawar putih di atasnya.

"Eomma, Nenek sedang sakit. Bisakah kau tidak membawanya pergi bersamamu? Aku akan sendirian jika itu terjadi," air mata Lalice tiba-tiba jatuh. Tidak bisa membayangkan jika dia akan sendirian menjalani hidup. Karena dia tidak mau ikut dengan Jessica yang sebentar lagi akan menikah dan menetap di Canada. Katanya, keluarga Jessica terlalu pelit dan selalu mengungkit pemberian. Lalice tidak betah dengan hal itu.

"Eomma, aku sebenarnya sangat berharap bisa melihatmu secara langsung. Tapi nyatanya memang tidak bisa, ya?" Lalice tertawa hambar. Mengusap sisa air matanya. Terkadang, dia sangat iri dengan anak yang memiliki orangtua lengkap. Mereka akan ada disaat kau merasa sedih. Bukan seperti Lalice. Bahkan disaat tersulitnya, Lalice tidak bisa membaginya dengan siapapun.

"Siapa kau?"

Sedang asik-asiknya meratapi nasibnya yang malang, Lalice dikejutkan dengan suara berat nan tajam. Dan kini di ujung makam sang ibu, seorang pria berjas rapih menatapnya dengan tajam.

Lalice mengerjab. Lalu memandang dengan seksama tulisan yang ada di nisan. Tiffany Hwang. Lalice tidak salah, tetapi kenapa lelaki itu berbicara seakan Lalice salah mendatangi makam?

"Aku? Memang apa masalahmu, Paman?" tanya Lalice heran.

"Kenapa kau berada di makam itu?" nadanya masih tajam. Dan Lalice sangat membenci itu.

"Makam ini? Apa salahnya aku mengunjungi makam ibuku sendiri?" Lalice jadi kesal. Apa paman itu memiliki masalah hingga mempermasalahkan Lalice yang berada di makam ibunya sendiri?

"I-Ibumu?" Lalice dapat menangkap gelagat gemetar pada pria itu. Kenapa orang kaya yang Lalice temui akhir-akhir ini aneh?

"Apakah Paman punya masalah serius? Lebih baik kau pulang dan mengistirahatkan otakmu. Aku khawatir kau akan membuat orang lain takut." Ujar Lalice beranjak berdiri. Dia tidak bohong. Jika bukan Lalice, mungkin pria itu sudah dicaci maki oleh orang lain.

"Ka-Kau?--"

"Aku permisi, Paman. Annyeong," Lalice pergi begitu saja. Karena ketika hari libur, dia mendapatkan shift jaga pagi. Dan beberapa menit lagi gadis itu akan terlambat.

"Dia... Lisa?"

.....

Lalice sedang memakan mie kacang hitam yang dibawakan Ten ketika ponselnya beredering nyaring. Itu Bibinya, hingga Lalice tidak bisa mengabaikan panggilan itu.

"Ya, Bibi?"

"Lalice," mendadak Lalice merinding mendengar suara serak Bibinya. Entah perasaan dari mana, Bibinya seperti akan memberikan berita buruk.

"Bibi menangis?" tanya Lalice khawatir ketika telinganya penuh dengan isakah Jessica.

"Nenekmu.. Pergi, Lalice."

Hey, Lisa ✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang