23. Positive

47.7K 4.2K 547
                                    

Dokter Lee melepas kacamatanya setelah selesai membaca kertas berisi hasil pemeriksaan darah dan aspirasi sumsum tulang milik Lisa. Memandang kedua orang tua gadis itu yang sudah menunggu dengan cemas di depannya.

"Positif."

"Po-Positif?" Jiyong bertanya dengan bingung bercampur takut. Membutuhkan penjelasan secara lebih rinci.

"Acute lymphoblastic leukemia," setelah mengatakan kebenaran di kertas itu, Dokter Lee memperhatikan bagaimana kedua orang di hadapannya kaget dan melemas tiba-tiba.

"K-Kau pasti salah." Ujar Jiyong tampak linglung, dengan air mata yang sudah menggantung.

"Aku juga berharap seperti itu, Tuan." Ujar Dokter Lee pelan. Memijat pelipisnya yang berdenyut. Sebenarnya, Dokter Lee sudah menduga dan kemungkinan pemikirannya adalah benar. Namun yang membuatnya sakit kepala adalah kenapa yang di derita Lisa harus akut? Bahkah itu lebih ganas dibandingkan kronis dan Dokter Lee takut tidak bisa mengatasinya.

"Maldo andwe. Dari mana anakku mendapatkan penyakit itu?" tanya Jiyong dengan tatapan tak percaya.

"Apakah di keluarga kalian ada yang memiliki penyakit seperti itu?" tanya Dokter Lee membuat Jiyong dan Dara berpikir.

"Ani--"

"Ada." Ujar Jiyong memotong ucapan Dara. Memejamkan mata erat ketika mengingat siapa yang memiliki penyakit itu sebelumnya.

"Kemungkinan besar yang Lisa alami adalah karena faktor genetik."

"A-Apa yang harus kita lakukan?" tanya Dara yang sudah gemetaran. Bahkan air matanya sudah membasahi seluruh wajah.

"Aku akan memberikan beberapa pilihan terapi. Tapi sebelum itu kita akan melakukan tes MRI padanya untuk melihat kelainan organ yang disebabkan Leukimia itu."

Jiyong hanya mengangguk lemas. Diam-diam mencubit pahanya sendiri, berharap jika ini adalah mimpi. Namun ketika dia merasakan sakit dari cubitannya sendiri, tangis pria itu lepas begitu saja.

"Aku akan membayar berapapun itu, asal sembuhkan anakku."

Setelah mengatakan itu, Jiyong menuntun Dara keluar dari ruangan Dokter Lee. Memilih mendudukkan istrinya di lorong kosong, dan memeluk wanita itu dari samping dengan erat.

"Menangislah sepuasnya. Dan ketika bertemu Lisa nanti, kita harus tetap tersenyum hm?"

Dara hanya mengangguk di tengah tangisnya yang tak karuan. Memukul dadanya yang begitu sesak bukan main. Kenapa harus putrinya? Dari sekian banyak manusia, kenapa harus Lisa? Dara terus saja bergumam tak rela.

.....

"Eomma, kenapa aku melakukan tes MRI tadi?" tanya Lisa heran. Pasalnya yang dia tahu, tidak ada yang serius pada tubuhnya.

"Dokter Lee yang menyarankan karena sendi mu terasa nyeri." Jawab Dara yang dalam hati berdoa agar Lisa tak bertanya lagi.

"Dokter itu berlebihan," desis Lisa kesal. Dia harus memasuki mesin aneh yang membuatnya tak nyaman tadi.

"Eoh, Appa dimana?" tanya gadis berponi itu ketika menyadari ayahnya tak ada di dalam ruang rawatnya sejak dia kembali setelah melakukan tes MRI tadi.

"Appamu harus pulang sebentar. Unniemu sudah dalam perjalanan kemari,"

Lisa hanya mengangguk paham. Berusaha menyamankan dirinya di bangsal itu seraya berharap cepat-cepat keluar dari rumah sakit.

.....

Ruang kerja di mansion itu terlihat seperti kapal pecah. Barang-barang berserakan dimana-mana, juga sebagian sudah pecah tak beraturan.

Hey, Lisa ✔ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang