Mulai dari vas bunga, semua buku, hingga peralatan makeupnya terlempar dengan ringan. Amarah Jennie benar-benar merasukinya sekarang.
"Kau menghianatiku, Jiyong!"
Masih jelas diingatan Jennie, suara ibunya yang terdengar keras untuk pertama kali. Padahal, seharusnya Jennie belum mengerti apapun. Tapi entah apa yang merasukinya, satu kalimat itu adalah penyebab dia tak menyukai Lisa.
"Wae? Apa kekurangaku hingga kau tega?"
Dan Jennie benar-benar mengutuk ayahnya dulu. Bahkan mungkin sampai sekarang. Karena ingatan tentang ibunya yang tersakiti tidak akan bisa hilang dari otak Jennie.
"Kalian... Mengingat Lisa?"
Juga kalimat Rosé itu benar-benar tertancap jelas di telinga Jennie, bahkan selama seminggu ini. Dia benar-benar tidak bisa melupakan kalimat yang membuat hatinya sakit itu.
"Dia hanya perusak keluargaku. Aku tidak akan pernah mengingatnya sedetikpun." Ujar Jennie tajam, penuh akan kemarahan luar biasa.
.....
Lalice duduk di lantai kamarnya lesu. Hari ini dia memutuskan tidak pergi ke sekolah. Biar saja jika dia dikeluarkan, Lalice benar-benar sudah tak peduli.
Dia memandang sendu setiap sisi kamar sederhana itu. Kamarnya dengan sang nenek. Dan sudah lebih dari seminggu dia tidur sendiri, tanpa pelukan hangat neneknya.
"Aku merindukanmu, Nek." Ujar Lalice lirih, merangkak menuju laci meja guna mencari fotonya bersama sang nenek.
Lalice kemudian meraih foto lusuh dari dalam laci itu. Tapi matanya tertarik pada sebuah aplop surat dibawahnya.
Dan ketika Lalice membukanya, dia terkejut karena tak hanya surat yang ada di dalamnya. Melainkan 1 buku tabungan sang Nenek.
Dia penasaran, lalu membuka surat Nenek yang ternyata ditujukan untuknya.
Untuk Cucuku, Lalice
Nak, maafkan nenekmu yang sudah tua ini karena rasanya nenek tak bisa berlama-lama disampingmu.
Nenek hanya meminta satu hal padamu, hiduplah dengan baik. Siapkan bekalmu sendiri, buatlah susu cokelatmu sendiri, eoh? Jangan selalu telat makan.Lalice menangis tersedu. Baru setengah bagian surat, namun rasanya hati Lalice sudah dipenuhhi kesakitan akan kehilangan.
Pindahlah ke luar Seoul atau bahkan ke luar Korea setelah Bibimu menikah. Nenek punya sedikit uang untuk kau gunakan beberapa tahun kedepan. Nenek mohon, jangan memilih menetap disana. Karena kau akan tersakiti nantinya.
Lalice mengusap air matanya kasar. membolak-balikan surat itu dan memang ternyata hanya sampai disitu. Pindah? Kenapa Lalice harus pindah?
Lalice lalu beralih pada buku tabungan sang nenek. Dan sangat terkejut ketika melihat jumlah yang neneknya punya.
"Uang sebanyak ini, kenapa Nenek tak menggunakannya untuk berobat?" tanya Lalice kesal.
Dia kembali memandang deretan angka di buku berukuran kecil itu.
"Tapi ini bisa untuk membayar hutangku pada Boss. Selebihnya aku akan menggunakan untuk menuruti Nenek.""Lalice,"
Pintu kamarnya terbuka, dan Bibinya muncul dengan mata sembab. Dengan bibir bergetar, wanita itu mendekati Lalice. Mengecup dahinya sejenak, lalu menarik tangan Lalice untuk berdiri.
"Ikutlah bersama ayahmu."
Lalice terkejut. Apalagi ketika Jessica menariknya paksa menuju ruang tamu rumah neneknya yang sempit. Dan disana, sudah terduduk dua orang pria berbeda usia. Dan salah satu pria itu adalah pria yang menurut Lalice paling menjengkelkan di dunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Lisa ✔ [TERBIT]
Fanfiction[BEBERAPA PART DIHAPUS SECARA ACAK UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] "Aku tidak peduli." - Jisoo Kwon "Kenapa kau menghancurkan keluargaku?" - Jennie Kwon "Aku belum siap, maaf." - Chaeyoung/Rose Kwon "Aku juga tidak ingin hadir di antara kalian." - Lis...