"Ini perintah dari Tuan Kwon Jiyong, Lalice-ssi."
Lisa menganga ketika mendengar ucapan guru olahraganya itu. Mulanya, dia hendak pergi ke kamar mandi bersama Mina untuk berganti baju seragam olahraga. Namun tiba-tiba guru bertubuh tinggi itu mendatangi kelasnya dan mengumumkan jika Lisa tidak perlu mengikuti kelas olahraga. Tentu saja Lisa protes dan meminta penjelasan pada pria berusia 30 tahun itu. Dan ternyata ini semua adalah ulah ayahnya.
"Lalu bagaimana aku mendapatkan nilai?" tanya Lisa menatap aneh gurunya itu. Saat ini mereka sedang berada di depan kelas. Berbicara empat mata.
"Aku akan memberi nilai yang sama seperti nilaimu sebelumnya."
"Bukankah itu tidak adil?" jika Lisa adalah orang jahat, mungkin dia akan senang dengan keputusan gurunya itu. Namun nyatanya gadis itu bukan seseorang yang picik dan merasa risih dengan pilihan gurunya.
"Ini lebih baik dari pada aku harus di tendang dari sekolah ini oleh ayahmu," ketika mengucapkan itu, sang guru tersenyum. Benar-benar berusaha meyakinkan Lisa jika tidak masalah jika dia bebas dari pelajaran melelahkan itu.
Lisa menyandarkan tubuhnya di dinding ketika teman-temannya mulai berhamburan keluar dari kelas. Membuat mereka berdua harus terpaksa menghentikan obrolan yang cukup serius itu.
"Ah, Eunwoo-ssi. Bisa kau ambilkan bola basket di gudang?" guru lelaki bernama Kim Namjoon itu memanggil salah satu murid kelas Lisa yang hendak berjalan keluar dari kelas.
"Aniyo. Biar aku saja." Lisa kembali menegakkan tubuhnya.
"Kau--"
"Hanya mengambil bola tidak akan sebanding dengan kerja keras teman-temanku mengikuti pelajaranmu. Jika kau mau aku mengikuti saranmu, kau juga harus begitu." Lisa tersenyum penuh kemenangan. Setidaknya, dia harus sedikit berguna untuk pelajaran itu walaupun tidak mengikutinya. Gadis itu masih merasa tidak adil jika dia tak melakukan apapun namun mendapat nilai yang sama bahkan lebih dari teman-temannya.
"Arraseo. Kau cukup ambil dua buah. Tidak lebih." Ujar Namjoon dengan wajah pasrah.
"Dengan senang hati." Gadis berponi yang masih lengkap dengan seragamnya itu melangkah dengan riang menjauh dari ruang kelasnya. Hingga pada belokan pertama dia berpapasan dengan Rosé yang berjalan bersama temannya.
"Kau tidak masuk kelas?" tanya Rosé yang bingung mendapati adiknya masih berkeliaran di koridor sedangkan bel sudah berbunyi sekitar 10 menit lalu.
"Aku ingin mengambil bola basket untuk pelajaran olahraga." Jawab Lisa sembari melempar senyum ramah pada teman Rosé.
"Kenapa harus kau?" pertanyaan dengan nada tak suka itu membuat Lisa meringis.
"Namjoon seonsaengnim tidak memperbolehkanku mengikuti pelajarannya karena perintah Appa. Dan aku berinisiatif mengambilkan bola untuk teman-temanku karena rasanya tidak adil jika aku mendapat nilai yang bahkan mereka sangat sulit mendapatkannya." Jelas Lisa yang membuat Rosé mengangguk mengerti.
"Yuju-ya, kau kembali lah terlebih dahulu. Aku akan menemani Lisa." Yuju hanya mengangguk dan memberikan senyum tipis pada Lisa lalu meninggalkan kakak beradik itu.
Ketika Yuju sudah berjalan cukup jauh, Lisa dan Rosè mulai melangkah menjauhi belokan itu. Tubuh mereka memiliki tinggi yang sama sehingga terlihat seperti anak kembar jika dipandang dari belakang.
"Sepertinya Jisoo Unnie dan Jennie Unnie masih mendiamkanmu?" tanya Rosé di sela-sela perjalanan mereka kearah gudang.
"Jisoo Unnie hanya bicara seadanya dengaku. Jennie Unnie bahkan lebih parah. Menatapku saja sepertinya begitu sulit." Lisa tersenyum hambar mengingat tingkah dua kakaknya yang berubah sejak mereka mengetahui jika Lisa memutuskan berhenti melakukan kemoterapi. Keputusan yang membuat Lisa kembali jauh dengan dua kakaknya itu. Dan saat ini, hanya Rosé yang bisa mengerti dirinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey, Lisa ✔ [TERBIT]
Fanfiction[BEBERAPA PART DIHAPUS SECARA ACAK UNTUK KEPENTINGAN PENERBITAN] "Aku tidak peduli." - Jisoo Kwon "Kenapa kau menghancurkan keluargaku?" - Jennie Kwon "Aku belum siap, maaf." - Chaeyoung/Rose Kwon "Aku juga tidak ingin hadir di antara kalian." - Lis...